Studio Bioskop dari Masa ke Masa
Inget gak dulu bioskop tuh gedungnya sendirian?
"Tapi sekarang bioskop selalu di mal dan biasanya ada di lantai paling atas.
Kenapa sih bisa gitu? Penasaran ga? Penasaran dong. Iya, kan? Iya, dong. "
Jawaban simpelnya adalah karena perubahan konsep bioskop dari singleplex jadi multiplex.
Nah, kalau letaknya selalu ada di lantai paling atas itu biar sesuai sama konsep mal yang mengusung pendekatan co-opetition.
Aduh, susah banget ya istilah-istilah itu. Singleplex lah, multiplex lah, apalagi itu co-opetition. Mau nonton aja jadi ribet gak sih.
Tapi gak perlu kuatir. Kali ini aku bakal menjelaskan itu semua kepada kalian. Jadi, tonton terus sampai habis ya. Biar nanti gak penasaran lagi.
Inilah dia METAMORFOSIS BIOSKOP.
Gedung bioskop publik pertama di dunia berdiri di Pittsburgh, Amerika Serikat, pada 1905. Namanya Nickelodeon. Ya, kalia gak salah denger. Rumah produksi kartun yang terkenal itu berawal dari gedung bioskop. Pendirinya bernama Harry Davis dan John Harris.
Bioskop Nickelodeon awalnya cuma nayangin film pendek bisu berdurasi 15-20 menit. Film itu disorot ke sprei putih sebagai layar dengan bayangan kelap-kelip. Agak mirip nonton layar tancep di kampung ya. Karena, emang konsepnya sama sih. Bedanya, Nickelodeon ini nontonnya udah di dalam gedung. Gak di lapangan dan gak ada yang jualan kacang rebos.
Perkembangan teknologi proyektor pada 1920-an, bikin pengalaman nonton bioskop makin asik. Proyektor yang ada saat itu udah bisa menyinkronkan gambar dan suara. Ini juga jadi pertanda akhir era film bisu, meskipun gambarnya masih hitam putih.
Satu dekade setelahnya, pada 1930, teknologi proyektor makin maju. Saat itu udah bisa menampilkan gambar berwarna. Ini jadi lompatan besar bagi perkembangan industri perfilman dan bioskop.
"Konsep bioskop publik kayak Nickelodeon yang berada di gedung auditorium besar, banyak kursi, dan layar besar jadi yang paling umum pada masa-masa awal ini dan setelahnya.
Konsep ini dikenal dengan bioskop singleplex. Biasanya, para pekerja di gedung bioskop singlepleks di Amerika adalah para imigran. Walhasil gedung bioskop jadi melting pot atau titik temu antar etnis. Bioskop lantas gak hanya berfungsi buat nonton film, tapi juga tempat pertukaran budaya antar etnis secara informal. "
"Tapi manusia emang gak pernah puas.
Masyarakat Amerika bosen sama konsep bioskop di dalam gedung yang dianggap terlalu kaku. Maka, pada 1933 muncul konsep drive-in bioskop. Konsep baru ini menyajikan pengalaman nonton bioskop dari dalem mobil di sebuah tanah lapangan yang luas dengan layar tunggal yang lebar.
Gak ada larangan penonton buat ngobrol sama orang di sebelahnya dan boleh sambil makan."
Konsep drive-in bioskop yang luwes itu jadi cepet banget populer. Puncak popularitasnya pada rentang 1950-an sampai 1960-an. Dalam rentang waktu itu ada lebih kurang 4000 bioskop drive-in di Amerika.
Ternyata, kehadiran bioskop drive-in juga masih dianggap gak cukup seiring makin besarnya industri perfilman. Alasannya, bioskop drive-in dan gedung bioskop singleplex yang hadir lebih dulu cuma bisa menayangkan satu film aja di satu lokasi. Sementara, makin banyak film-film baru yang diproduksi. Akhirnya, pada 1980-an mincil konsep baru bioskop multiplex.
Konsep multiplex yang dikenal juga sebgai cineplex, menyediakan banyak ruang pemutaran film di satu gedung bioskop. Jadi, sebuah gedung bioskop bisa memutar banyak judul film secara bersamaan. Dampaknya, secara otomatis penonton punya lebih banyak pilihan tontonan. Pelaku industri film dan pengelola gedung bioskop pun makin cuan.
Di saat yang sama dengan munculnya bioskop multiplex, Amerika lagi doyan bangun mal. Pada 1980-an, banyak banget mal baru dibangun di wilayah pinggiran Amerika. Mal-mal itu ternyata cocok buat jadi tempat bioskop multiplex. Kerja sama antara pengelola mal dan bioskop pun terjadi. Sejak saat itulah mulai banyak bioskop di dalam mal.
Bioskop multiplex berada di lantai teratas gedung mal. Hal ini biar penonton film melewati dulu semua gerai di dalam mal sebelum sampai ke lokasi bioskop. Dengan begitu, konsep mal yang mengusung co-opetition atau persaingan dalam kooperasi di antara para gerai-gerai bisa tetap berjalan. Semua gerai di mal itu jadi punya kesempatan sama dilewati calon konsumen yang merupakan para penonton bioskop.
"BISA DIKATAKAN, KEBERADAAN BIOSKOP DI DALAM MAL ADALAH SEBUAH PERKAWINAN KAPITALISTIK ANTARA PENGUSAHA BIOSKOP DAN PENGUSAHA MAL.
ENAK JUGA YA, UDAH KAWIN, DAPET BANYAK DUIT PULA. "
"PERKEMBANGAN BIOSKOP DI INDONESIA GAK JAUH BEDA KAYAK DI AMERIKA.
BIOSKOP INDEPENDEN ATAU SINGLEPLEKS DI INDONESIA YANG PERTAMA BERDIRI PADA 1905 YANG BERNAMA THE ROJAL BIOSCOPE.
SEMENTARA, GEDUNG BIOSKOP PERTAMA YANG TERMEGAH PERTAMA SETELAH MERDEKA ADALAH METROPOLE, DI JAKARTA PADA 1951. "
"SETELAH METROPOLE BERDIRI, KIAN BANYAK GEDUNG BIOSKOP DI INDONESIA.
MUSIM SEMI GEDUNG BIOSKOP INDEPENDEN DI INDONESIA PADA RENTANG 1970-AN SAMPAI AKHIR 1990-AN. DI HAMPIR SETIAP KOTA DI INDONESIA ADA GEDUNG BIOSKOP INDEPENDEN SAAT ITU."
BIOSKOP DRIVE-IN DI INDONESIA PERTAMA KALI MUNCUL PADA 1970, DI ANCOL, JAKARTA. BIOSKOP INI DIRESMIKAN OLEH GUBERNUR ALI SADIKIN DAN MENJADI YANG TERLUAS DI ASIA TENGGARA SAAT ITU.
KONSEP BIOSKOP MULTIPLEKS ATAU SINEPLEKS DI INDONESIA MULAI MUNCUL PADA 1986. PELOPORNYA ADALAH PERUSAHAAN YANG SEKARANG KITA KENAL DENGAN CINEPLEX 21. SAAT ITU CINEPLEX 21 MULANYA BEKERJA SAMA DENGAN PUSAT PERBELANJAAN BERNAMA GOLDEN TRULY.
LEWAT CINEPLEX 21, KIAN BANYAK FILM YANG DITAYANGKAN DI BIOSKOP JARINGANNYA. TERMASUK FILM-FILM DARI LUAR NEGERI. CINEPLEX 21 SAMPAI SAMPAI SAAT INI MASIH MENGUASAI PASAR BIOSKOP INDONESIA. TERCATAT SAMPAI 2018 CINEPLEX 21 MEMILIKI 989 LAYAR BIOSKOP YANG TERSEBAR DI 176 LOKASI DI 41 KOTA DI INDONESIA.
NAMUN, KONSEP BIOSKOP MULTIPLEKS TERNYATA MEMBAWA PENGARUH BURUK JUGA KE DUNIA PERFILMAN. KOOPTASI RUANG OLEH PENGUSAHA MAL DAN PENGELOLA CINEPLEKS MEMBUAT BANYAK BIOSKOP INDEPENDEN MATI. SEHINGGA, RUANG PEMUTARAN FILM TERBATAS KEMBALI DAN BANYAK FILM YANG TAK BISA TAYANG.
PADA AWAL-AWAL KONSEP CINEPLEKS HADIR DI INDONESIA, PILIHAN FILM YANG DITAYANGKAN ADALAH PRODUKSI LUAR NEGERI. INI MENYEBABKAN KEMUNDURAN FILM INDONESIA KARENA KURANG RUANG TAYANG PADA 1990-1998. SEMENTARA, RUANG ALTERNATIF SEPERTI LAYAR TANCAP DAN BIOSKOP DRIVE-IN KIAN TAK POPULER DAN TERKENDALA MAHALNYA BIAYA IZIN PENAYANGAN FILM.
KETIKA PANDEMI MELANDA INDONESIA PADA 2020 LALU, KONSENTRASI BIOSKOP DI MAL SANGAT BERDAMPAK TERHADAP INDUSTRI PERFILMAN. BIOSKOP TAK BISA BEROPERASI KARENA PEMERINTAH MELARANG MAL BUKA UNTUK MENCEGAH PENULARAN COVID-19.
DI TENGAH KOOPTASI RUANG OLEH PENGELOLA BIOSKOP CINEPLEKS DI INDONESIA ITU LAH LANTAS MUNCUL SEJUMLAH BIOSKOP ALTERNATIF. BEBERAPA DI ANTARANYA ADALAH KINEFORUM, CINE SPACE, DAN RADIANT CINEMA YANG RUTIN MENAYANGKAN FILM-FILM YANG TAK MENDAPATKAN RUANG DI BIOSKOP DI MAL-MAL ITU, SEPERTI FILM INDIE.
PECINTA FILM AKAN TERUS ADA DI DUNIA INI DAN KONSEP BIOSKOP MUNGKIN BISA BERUBAH LAGI DI KEMUDIAN HARI. PERTANYAANNYA, KONSEP BIOSKOP SEPERTI APA YANG TEPAT UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN PUBLIK MENONTON FILM, BUKAN SEMATA MEMENUHI KEPENTINGAN BISNIS PENYEDIANYA? SILAKAN JAWAB DI KOLOM KOMENTAR.