Alexander Bogdanov Pencetus Tektologi

Alexander Bogdanov Pencetus Tektologi

TL;DR:

Manifesto for an Accelerationist Politics (MAP) diciptakan oleh Alex Williams dan Nick Srnicek untuk mengatasi kritik tradisional terhadap solusi deseleratif atau restoratif, dengan fokus pada akselerasi teknologi dan kapitalisme.
Ideologi akselerasi, terinspirasi dari fiksi ilmiah, menekankan percepatan teknologi dan kapitalisme sebagai jalan menuju masa depan, menolak pendekatan konservatif, sosialis, atau lingkungan.
Alexander Bogdanov, ilmuwan dan filsuf, mengembangkan gagasan akselerasi sejak awal abad ke-20, dengan penekanan pada revolusi budaya proletar dan konsep tektologi, yang memiliki pengaruh luas meskipun ia dikecam oleh Lenin dan Stalin.


Alex Williams dan Nick Srnicek menelurkan istilah Manifesto for an Accelerationist Politics (MAP) yang kemudian telah diadopsi untuk menyebut sekelompok usaha teoretis baru yang bertujuan untuk merumuskan masa depan di luar dari kritik tradisional dan solusi yang regresif, deseleratif, atau restoratif.

Sebelum internet menjadi begitu canggih seperti sekarang dan menghasilkan banyak konten video dan artikel tentang kemungkinan-kemungkinan (what if), kita mungkin lebih akrab dengan konsep dunia-ideal melalui karya-karya fiksi ilmiah seperti novel dan film. Jika kita melihat lebih jauh ke masa lampau, misalnya pada zaman Yunani kuno, filsuf pertama yang dikenal, yaitu Platon, menggambarkan sebuah masyarakat ideal yang terbagi dalam kelas-kelas yang ketat, seperti pemisahan antara filsuf, prajurit, dan rakyat biasa. Konsep idealisasi Platon ini kemudian mencerminkan struktur batin manusia: akal, jiwa, dan hasrat.

Novelis JG Ballard pada tahun 1971 menyatakan, “apa yang penulis fiksi ilmiah modern ciptakan sekarang, kamu dan saya akan menggunakannya di kemudian hari.” Lebih dari lima dekade ke belakang telah kita saksikan dunia jadi begitu cepat berubah, mulai dari pekerjaan, politik, teknologi, komunikasi, smart phone, pembangunan kota, dan sebagainya. Di saat bersamaan akselerasionisme menjadi sebuah gerakan pemikiran yang semula berangkat dari fiksi.

Kelompok akselerasionis meyakini bahwa teknologi, khususnya teknologi komputer, dan kapitalisme harus dipercepat dan ditingkatkan secara besar-besaran. Mereka meyakini bahwa hal ini merupakan jalur terbaik bagi kemajuan umat manusia, atau mungkin karena mereka merasa tidak ada alternatif lain. Akselerasionis dengan tegas menyatakan bahwa kemajuan ekonomi dan teknologi tidak bisa dihentikan, sementara mereka tidak sejalan dengan pandangan konservatif, sosialis tradisional, sosial demokrat, lingkungan, proteksionis, populis, nasionalis, lokal, dan ideologi lainnya yang berusaha untuk menghambat atau memperlambat laju perubahan.

Dalam artikelnya, Andy Beckett menyebut bahwa akselerasi saat ini berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan kunci dari akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21, seperti perkembangan Tiongkok, munculnya kecerdasan buatan (AI), tantangan menjadi manusia di era kecanduan perangkat elektronik, arus pasar global yang tak terkendali, dominasi kapitalisme sebagai jaringan keinginan, dan kekaburan batas antara khayalan dan kenyataan. Beckett juga mengaitkan Karl Marx dengan akselerasionisme, menyebut bahwa dalam beberapa hal Marx bisa dianggap sebagai akselerasionis pertama karena melihat kapitalisme sebagai langkah awal yang penting menuju revolusi. Selain itu, gagasan akselerasi juga dapat ditemukan dalam pemikiran para filsuf Prancis seperti Gilles Deleuze, Félix Guattari, dan Jean-François Lyotard.

Menariknya, setelah Marx tiada, gagasan akselerasi yang diidentikan dengan kemajuan teknologi, perusahaan Silicon Valley dan perusahaan canggih teknologi Eropa yang berusaha menciptakan Super Intelligent AI, setelah hype generatif AI, ini seperti penjelmaan dari kultus teknologis, ternyata kultus seperti ini bisa ditemukan pada negara yang seringkali kita anggap tidak maju dan anti teknologi, tepatnya pada era Uni-Sovyet. 

Jika kamu pernah mengenal nama Alexander Bogdanov, penulis novel Red Star, dialah ilmuwan sekaligus filsuf yang berusaha merevolusi dunia kedokteran dengan eksperimen transfusi darah untuk mewujudkan cita-cita ‘abadi’, meminum darah seperti dalam film drakula dengan impian hidup awet muda dan abadi seperti yang dicita-citakan oleh Jeff Bezos, Elon Musk, dan mayoritas tech bro Sillicon Valley.

Selain itu, Bogdanov merupakan salah satu tokoh Marxis awal yang fokus pada teknologi, Bogdanov berusaha untuk ‘mewujudkan gagasan akselerasi Marx’, meski pada akhirnya gagasannya ini dikritik habis-habisan oleh Lenin dalam karyanya Materialism and Empirio-criticism.

Tentang Alexander Bogdanov 

Marina F. Bykova, dalam tulisannya “Alexander Bogdanov and His Philosopchical Legacy”, menyebut Bogdanov sebagai manifestasi nyata dari 'manusia Renaisans' karena ia merupakan salah satu pemikir paling jenius dan gagasannya itu unik di abad ke-20. Apa sebabnya Bykova memberi pujian ini? Bogdanov merupakan fisikawan, ilmuwan alam, ekonomis, filsuf, penyair, dan penulis novel genre novel fiksi ilmiah.

Dalam periode Bolshevisme atau Leninisme, Bogdanov merupakan salah satu Marxis yang memiliki pandangan filsafat yang berbeda dengan Lenin, menurut Lenin, filsafat Bogdanov merupakan turunan dari Ernest Mach yang menyatakan bahwa kenyataan material-objektif yang sepenuhnya terlepas dan independen terhadap pengamat itu tidak ada. 

Pemikiran filsafat Mach, empirio-kritisisme, yang dianut juga oleh Bogdanov ini berkembang di Rusia. Gagasan Bogdanov ini termasuk salah satu varian idealisme, Martin Suryajaya menyebutnya sebagai utopianisme revolusioner, yang secara terburu-buru ingin mencapai suatu kondisi yang dibayangkan.


Dalam tulisan David G. Rowley yang berjudul "Bogdanov and Lenin: Epistemology and Revolution", dijelaskan perbedaan antara Bogdanov dan Lenin. Rowley menyoroti keyakinan Bogdanov pada kemampuan kelas pekerja untuk menciptakan revolusi, yang lebih menekankan aspek budaya daripada politis, serta ketidaksetujuannya terhadap metode Bolshevik dalam mengambil kekuasaan pada tahun 1917 dan kebijakan Lenin terhadap kaum tani selama Perang Saudara. Bahkan, beberapa pemikir Barat menyatakan bahwa jika Bogdanov tidak disingkirkan oleh Lenin dari partai, ia mungkin akan membawa sejarah, Bolshevik, dan gerakan Komunisme ke arah yang berbeda.

Sejak awal pembentukan faksi Bolshevik, Bogdanov dan Lenin telah memiliki perbedaan pandangan filsafat. Perbedaan ini menjadi lebih jelas, misalnya pada tahun 1907, ketika Bogdanov mendukung boikot oleh Bolshevik, sedangkan Lenin mendorong partisipasi dalam Duma Ketiga. Pada tahun 1909, Bogdanov diasingkan dari faksi karena perbedaan pandangannya.

Pada akhir tahun 1910, Bogdanov mendorong Bolshevik Kiri untuk melakukan propaganda sosialis di kalangan para pekerja dan segera mengorganisir pemberontakan bersenjata. Bogdanov yakin bahwa revolusi ditentukan oleh dorongan objektif, dan bahwa kaum intelektual revolusioner harus aktif dalam proses tersebut.

Sejak ia disingkirkan dari partai, aktivitas Bogdanov kebanyakan merumuskan bagaimana kelas pekerja merebut kekuasaan. Bogdanov sukses mengubah revolusi proletar dengan kerja-kerja edukasi terhadap para pekerja ia menyebutnya Kebudayaan Proletar. Programnya bertujuan tidak lagi memfasilitasi persenjataan pada proletar, melainkan memberi pendidikan yang layak agar setiap kelas pekerja ketika revolusi nanti tercipta tidak lagi datang dari komando pemimpin, tapi karena kecerdasan.

Selanjutnya Rowley memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai peralihan epistemologis yang signifikan dari Bogdanov, semula setuju dengan revolusi dengan kekerasan, selanjutnya tidak sejalan dengan epistemologis naive realisme ala Lenin atau epistemologis neo-Kantian ala Berdyaev yang menjauh dari Marxisme, dengan mencetuskan Empiriomonisme sebagai dasar epistemologisnya yang kemudian mendasarkan pada revolusi kebudayaan proletar.

Munculnya ide revolusi kebudayaan ini mesti mendahului jenis revolusi lainnya: ekonomi dan politis. Kemudian ia sampaikan dalam program The Contemporary Situation and the Tasks of the Party yang diketahui juga sebagai awal mula pendekatan revolusi baru. 

"Hanya ada satu solusi: dengan  menggunakan budaya borjuis lama dan melawannya: untuk menciptakan dan menyebarkan di antara massa suatu [budaya] proletar yang baru; untuk mengembangkan ilmu pengetahuan proletar, memperkuat hubungan kamerad yang murni di kalangan proletar, mengembangkan filsafat proletar dan mengarahkan seni ke arah perjuangan dan pengalaman proletar." ucap Bogdanov.

Selanjutnya dalam The Cultural Tasks of Our Time, Bogdanov secara tegas menyatakan bahwa kesadaran proletar harus ada sebelum sosialisme atau revolusi sosialis terjadi. Budaya adalah organisasi total dari persepsi seluruh anggota kelas. Program yang ia ajukan untuk partai Sosial-Demokrasi Rusia tidaklah politis, melainkan pendidikan. Tak heran ia juga mengajukan pembentukan 'eksiklopedia proletar' dan membentuk universitas proletar serta sastra proletar. Dengan kata lain, Bogdanov merumuskan kembali Marxisme untuk aktivitas revolusioner melalui pendidikan.

Tektologi: sebuah kerangka berpikir

Banyak hal yang bisa kita bicarakan ketika menyinggung Bogdanov, seperti awal mula keretakan dengan Lenin, interpretasi Marxisme di antara keduanya, sebutan Lenin padanya karena gayanya seperti orang “borjuis” hingga Bogdanov dikeluarkan dari partai, tak punya pekerjaan, uang dan tak dianggap ketika saling balas terkait sastra kepada mereka yang ia anggap sebagai kameradnya, dan bahkan namanya dilarang dimasukan dalam sejarah Soviet.

Sumbangsih Bogdanov, selain novel Red Star yang terkenal, tak banyak orang ketahui ialah mengenai Tektologi, sistem berpikir.

George Gorelik, dalam Bogdanovs's Tektology: Its Nature, Development and Influence, meletakkan nama Bogdanov penting untuk dibaca dalam masa-masa revolusi, penemuan saintifik dan teknologis. Karya agungnya terdiri dari 3 volume, Tektology: The Universal Organizational Science, mewakili sintesis dan inti dari pemikiran yang beragam namun terpadu/satu.

Tektologi berangkat dari asumsi awal bahwa semua fenomena diatur oleh hukum-hukum organisasi (organizational laws). Sebab semua aktivitas manusia, tulis Bogdanov, merupakan teroganisir atau diorganisasi. Dengan kata lain, tektologi merupakan sebuah ilmu yang merangkum pengalaman organisasi umat manusia. Ini adalah teori sistem organisasi yang mempelajari masing-masing sistem dari sudut pandang hubung antar elemennya. Selain itu, tektologi mempelajari hubungan suatu sistem secara keseluruhan dengan sekitarnya atau lingkungannya.

Sementara tulisan Mikhail V. Loktionov, Alexander Bogdanov: From Monism to Tectology, menyatakan bahwa dalam banyak hal kesimpulan dan opini Bogdanov ini meramalkan terbentuknya teori sistem dan sibernetika. Teori Bogdanov mengusung pendekatan sistemis dan sibernetika. Analisisnya terhadap bentuk-bentuk organisasi materi diakui sebagai kontribusi besar terhadap pemahaman tentang kesatuan bentuk-bentuk arsitektural yang sesuai dengan alam semesta dan kesamaan materialnya.

Bahkan jika kita bandingkan dengan kesuksesan yang dihasilkan oleh Ludwid von Bertalanffy, semua persoalan yang ia ajukan dapat "dimasukkan" ke dalam hampir keseluruhan bangunan teori organisasinya Bogdanov. Johann Plenge mendeskripsikan tektologi Bogdanov merupakan kepingan lengkap dan inklusif daripada yang von Bertalanffy ajukan. Sebab menurut Plenge, tektologi adalah momen munculnya pandangan dunia baru yang kemudian pada abad ke-20 disebut sistem (kemudian disebut kompleksitas) sains/pemikiran. Dalam Bogdanov, pandangan dunia baru (seperti juga von Bertalanffy) dimaksudkan untuk dikembangkan dari sudut pandang kelompok yang diperintah dan tertindas (bagian ini yang tidak ada dalam gagasan von Bertalanffy).

Bagian terakhir ini menandai karakteristik pemikiran Bogdanov yang menjangkarkan pada relasi sosial dan kesenjangan sebagai inti permasalahan. Hal ini secara ontologis menjadikan kelas sosial sebagai bagian dari keseluruhan masyarakat. Aspek-aspek utama Tektologi Bogdanov ini yang diabaikan atau tidak ada dalam versi von Bertalanffy.

Sayangnya, magnum opus dari Bogdanov ini dilupakan dan tidak mendapat perhatian publik. Padahal menurut beberapa saintis yang ada dalam konferensi saintifik internasional yang diadakan di Moskow pada 2003, sekaligus mengenang 130 tahun Alexander Bogdanov, tektologi merupakan pondasi bagi pandangan dunia evolusioner ilmiah secara universal. Serta semacam penelitian yang memperjuangkan peran meta-teori dalam kaitannya dengan cabang-cabang pengetahuan tertentu.

Semasa Bogdanov, tepatnya ketika ia memimpin gerakan kebudayaan proletar (Proletkult), penerapan dari kerangka berpikir tektologis berjalan di sini dan faktanya menginspirasi para ideolog dan pendidik "Universitas Proletar"--sebelum akhirnya ia disingkirkan untuk yang kedua kalinya oleh Lenin. Dari sini, ia habiskan sisa hidupnya untuk mengelaborasi lebih jauh ide pemikiran tektologis dan melakukan eksperimental penelitian dalam gerontologi dan hetaologi. 

Peralihan kekuasaan dari Lenin ke Stalin sempat membuat hidupnya lebih baik. Di tahun 1926, Bogdanov berhasil mendirikan dan memimpin lembaga transfusi darah pertama di dunia, yang sayangnya kini bernama Lenin's Central Institute for Hematology and Blood Transfusion.

Pada masa kepemimpinan Stalin, ketertarikannya pada novel fiksi ilmiah Martian dibilang bisa ia realisasikan. Bogdanov sangat tertarik pada bagaimana caranya untuk bisa awet muda. Ia lakukan uji coba transfusi darah. Sebetulnya uji coba transfusi darah ini terbilang berhasil, tepatnya ketika ia telah melakukan 11 kali transfusi darah. Namun, transfusi darah yang dilakukannya tidak disertasi pengecekan kesehatan, bahkan secara ekstrim ia ingin menguji coba apakah seluruh imun ketahanan seseorang dapat dipindahkan melalui transfusi darah. Lantas ia mengambil sampel anak muda, Kaldomasov, yang terjangkit TBC untuk ia suntikkan pada dirinya sendiri. Berbeda dengan Kaldomasov yang berhasil sembuh, setelah 48 pasca transfusi dilakukan ginjalnya rusak dan Bogdanov meninggal dunia pada 7 April 1928 dalam usia 54 tahun.

Stalin yang kemudian mengetahui Bogdanov meninggal, sangat marah, kemudian membubarkan dan memburu saintis yang tergabung dalam organisasi Bogdanov, karena mereka hanyalah penipu dan pemeras. Dalam masa teror ini tak ada satu pun pengikut Bogdanov yang mengaku, karena tak mau disebut sebagai kontra-revolusioner.

Di samping kecaman atas pemikiran Bogdanov. Harus diakui gagasan tektologisnya terus tumbuh dan memengaruhi para intelektual Soviet seperti Bukharin, Gorky, Lunancharsky, dll. Karena hukum tektologis bersifat ilmiah, sejumlah gagasan Bogdanov tentang sains, perencanaan ekonomi, dan ideologi juga diam-diam diserap oleh kaum Marxis ortodoks. Barulah di akhir 1950, de-Stalinisasi, perubahan politik dan pemikiran di Uni Soviet yang memicu tumbuh dan berkembangnya gagasan dari Bogdanov, sekaligus sebagai orang pertama yang mencetuskan teori sistem umum (general systems theory) dan sibernetika.