Anak-anak Politisi di Konstelasi Perpolitikan Indonesia

Saat melintasi jalanan Jakarta, ada spanduk bapak-bapak mengenakan kacamata hitam dan melambaikan tangan. Di depannya tertera tulisan, “masih ingatkah dengan saya?”. Dalam benak saya berujar, “yaiyalah, siapa yang enggak tahu SBY”. Spanduk itu membuat saya memikirkan, bagaiman SBY turut campur pada kontestasi politik saat ini melalui anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Begitu pula dengan anak-anak politisi lain yang ikut campur tangan dalam pemilu kali ini.

Sebelum pemilu 2024 resmi dimulai, MK menambahkan aturan di Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sekarang, seseorang yang berusia minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum bisa maju sebagai calon presiden/wakil presiden. Aturan baru inilah yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan cawapres untuk Prabowo Subianto.

Putusan ini menuai banyak kritikan. Media asing bahkan menyebut Gibran sebagai “nepo baby”—istilah untuk anak-anak publik figur yang bisa berhasil dalam karir yang dilakoni oleh orangtuanya. Kesuksesan mereka, tentunya, tidak bisa jauh-jauh dari koneksi orangtua. 

Gibran bukan nepo baby pertama di konstelasi politik Indonesia. Sebelumnya ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang punya karir cemerlang di militer, tapi memilih untuk mundur supaya bisa maju ke pemilihan gubernur (Pilgub) 2017. Ia gagal, tapi melanjutkan karir politik sebagai ketua umum partai Demokrat (2020-2025). AHY tak hanya mewarisi ciri-ciri fisik ayahnya, tapi juga karirnya.

Masuknya AHY menyebabkan pertikaian internal di Demokrat, terutama kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Sumatra Utara yang memilih Moeldoko sebagai ketua partai, namun hal ini ditepis oleh AHY dan disebut bahwa kongres itu ilegal. Kini, AHY ikut memotori caleg-caleg dari Partai Demokrat. Sebelumnya, ia juga dibuat kecewa ketika Anies mengingkari janji menjadikan AHY sebagai bacawapresnya.

AHY lantas merapat ke koalisi Prabowo bersama Gibran. Gibran sendiri menempuh jalan pintas untuk menjadi cawapres. Ada isu beredar bahwa ayahnya ingin menjadi presiden 3 periode, tapi ditolak. Mungkin, untuk mempertahankan kekuasaannya yang ia sebut untuk kebaikan Indonesia, Jokowi melemparkan tampuk presiden itu ke Gibran.

Selain Gibran, adiknya yang paling bungsu, Kaesang Pangarep kini juga menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam dua hari sejak bergabung dengan partai itu. Ditambah lagi, kini terendus potensi Kaesang mengkuti kontestasi pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024. Jenjang yang dilangkahi begitu banyak, namun rasa-rasanya, saat ini, apa yang tidak mungkin untuk keluarga Jokowi?

Dua generasi muda itu contoh nepo baby di masa kini, kalau di masa yang sudah-sudah? Saya beri dua nama, Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani, putri dan cucu dari Sukarno. Kultus bapaknya begitu kuat—bahkan lebih kuat dari ajian Orde Baru—sampai-sampai ia hanya butuh waktu satu tahun untuk menjadi anggota DPR RI dapil Jawa Tengah. Lantas pada 1993, secara aklamasi, Megawati terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Namun saat itu kubu terpecah jadi dua antara kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Kubu Megawati pun berganti nama menjadi PDI Perjuangan, partai yang satu dekade ini menguasai politik Indonesia.

Menyusul Megawati, anaknya, Puan Maharani juga terjun ke politik dan kini menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 2019-2024. Ibunya pernah menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia dan kini anaknya menjadi Ketua DPR pertama di Indonesia.

Setelah kedua nepo baby tadi, dilanjutkan dengan anak-anak—yang mungkin jarang Anda dengar—politisi lainnya yang ikut kontestasi politik dengan menebengi nama orang tuanya. Ini daftarnya!
 
Edhie Baskoro Yudhoyono, anak SBY, anggota DPR RI Dapil Jawa Timur VII.
Gavriel P Novanto, putra mantan Ketua Umum Setya Novanto (dapil NTT II).
Dave Akbarshah Fikarno, putra Ketua Dewan Pakar Agung Laksono (dapil Jawa Barat VIII)
Rasyid Rajasa, putra mantan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa (dapil Jawa Barat).
Hanum Salsabiela, putri Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais yang jadi bacaleg dapil Sumatera Utara I lewat Partai Ummat.
Prananda Paloh, putra Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, caleg dapil Sumatera Utara I.
Aryo Djojohadikusumo, keponakan Prabowo, menjabat sebagai Ketua Umum Pordasi DKI Jakarta.
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Prabowo, politisi Gerindra.
Thomas Muliatna Djiwandono, keponakan Prabowo, politisi Gerindra. 
Budisatrio Djiwandono, keponakan Prabowo, politisi Gerindra.
Pandu Patria Sjahrir, keponakan Luhut Pandjaitan, terlibat dalam TKN Prabowo. 
Bayu Priawan Djokosoetono (anak Chandra Suharto Djokosoetono, cucu dari Mutiara Fatimah Djokosoetono), keluarga pemilik Blue Bird dan Ketum Jaringan Pengusaha Nasional (JAPNAS).
Athari Gauthi Ardi (anak Epyardi Asda, Bupati Solok), anggota DPR Komisi V
Dyah Roro Esti (anak Satya Widya Yudha, anggota Dewan Energi Indonesia), anggota DPR Komisi VII.
Erwin Aksa (anak Aksa Mahmud, pemilik Bosowa Group), penerus trah bisnis Bosowa, Waketum Golkar.
Rizki Natakusumah (anak Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Wakil Ketua MPR dan mantan Bupati Pandeglang), anggota DPR.

Anak-Anak Capres yang Terlibat dalam Kegiatan Politik Ayahnya

Kembali menengok pada pilpres 2024 ini, ada 3 orang yang naik panggung pilpres: Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Anak Prabowo, Didit Hediprasetyo sudah mendalami dunia fesyen dan belum terendus ikut campur tangan pada dunia politik ayahnya. Sementara anak Anies, Mutiara Baswedan, turut andil dalam pemenangan ayahnya. Ia bertugas menjadi periset dalam TPN AMIN dengan memberi masukan terkait informasi terkini yang berhubungan dengan gagasan perubahan yang digaungkan. Mutiara aktif mengikuti kedua orang tuanya untuk berkampanye. Terkait privilese atau menyoal nepo baby, Mutiara menampik adanya hal itu. “Privilese serba instan, sih, enggak ada. Lebih ke privilese belajar dari Abah dan Mama,” tegas Mutiara dalam acara CNN.

Sementara, persoalan apakah Mutiara akan terjun politik? Kata Anies, untuk saat ini jangan. Sebab Anies mengharapkan anaknya mengalami proses dan melihat bagaimana rasanya terjun langsung ke masyarakat. 

Kedua, ada Alam Ganjar yang memiliki sumbangsih besar untuk persona ayahnya. Alam sendiri menyatakan aktif terlibat dalam pilpres Ganjar Pranowo. Mulai dari persiapan materi hingga busana yang dikenakan oleh Ganjar pada debat perdananya. Sejak Ganjar mencalonkan diri menjadi capres, nama Alam terus melejit di media sosial. Ia juga diundang ke banyak podcast untuk memberikan gagasan politiknya.

Alam sendiri menyatakan dengan tegas ingin membantu ayahnya berkampanye meski tak secara langsung. Apabila Ganjar membutuhkan ide-ide untuk Gen Z, Alam akan jadi salah satu sumber inspirasi untuk Ganjar. Sementara untuk terjun ke politik, saat ini Alam belum mau, tapi ia berucap “never say never” pada suatu kesempatan. Sekarang memang dia ogah menjajal langsung dunia politik, tapi kalau Ganjar sudah pensiun, Alam lebih terbuka untuk terjun ke sana. Terkait izin dari ayahnya, tidak masalah kalau Alam memang mau masuk politik. Tapi lagi-lagi, senada dengan Anies, yang penting berpengalaman dulu.

Rasa-rasanya dengan sederet drama nepo baby ini, segenap nama tadi harus menjadi kompas bagi masyarakat akan banyaknya dinasti politik di Indonesia sejak lama. Bukankah menakutkan apabila negara demokrasi ini justru jadi arena perebutan kekuasaan antara satu keluarga dengan keluarga lain? Saya bergidik merinding mengetik ini~