Apa Itu Akira?

“Jadikan aku yang kedua,” kata Astrid dalam salah satu lagunya yang terkenal, “Buatlah diriku bahagia.”

Pernah nggak sih kamu ngerasa kalau kamu selalu menjadi yang kedua? Entah di kehidupan kerja, akademis, romansa, agama, dan apapun. Kamu selalu merasa biasa-biasa saja. Setelah melakukan apa yang kamu bisa, kamu hanya ada di tingkatan itu-itu saja, sementara orang-orang lain yang kamu kenal seolah terus bergerak. Lalu, kamu merasa ditinggalkan.

Bisa jadi kamu adalah seorang adik yang punya kakak hebat, atau kakak yang punya adik hebat. Semua orang, termasuk orang tua kamu selalu membandingkan kalian berdua. Kamu punya sosok ideal yang harus kamu saingi dan lampaui: bapak, kakak, atau kakak kelas kamu. Bisa jadi kamu mengagumi seseorang dan mencintainya, namun kamu merasa kalau kamu bukan apa-apa, sementara dia adalah reinkarnasi malaikat yang jatuh ke bumi, dan kamu sadar kamu bukan orang terbaik untuk dia, tapi kamu hanyalah orang kedua terbaik untuknya. 

Pengalaman menjadi yang kedua, seperti yang dilantunkan penyanyi pop Astrid di atas, mungkin sama universalnya dengan pengalaman kasih tak sampai. Kamu bisa dengan mudah menemukan tema-tema ini dalam budaya populer, mulai dari lagu-lagu pop, film, hingga anime.

Ya, termasuk Akira (アキラ). 

Kamu mungkin lekat dengan poster ini: Seseorang berjaket merah mendekati motor besar yang juga berwarna merah. Kamu jadi membayangkan dua hal: Sebuah film menegangkan tentang motor atau sebuah film kampanye PDI Perjuangan. Dari poster itu kamu tak akan membayangkan cerita romansa yang biasanya lekat dengan tema ‘yang kedua’. Tetapi, percayalah, kamu bisa menemukan tema itu merambat halus sepanjang cerita. 

Jika kamu belum pernah menikmati cerita Akira, tulisan ini akan mengenalkannya. Tetapi, jika kamu sudah menjadi fans Akira, tulisan ini akan memberikan sebuah tafsir yang mungkin belum pernah kamu baca tentang Akira.



 

Apa itu Akira?

 

Gb. 1 [01.37], judul ‘Akira’ dengan huruf kapital dan warna merah menutupi ‘kawah’ jejak bom psikis Akira

Akira adalah sebuah anime yang tayang pada 1988 dan didasarkan pada manga Akira, yang ditulis oleh Katsuhiro Otomo mulai tahun 1982. Ini adalah kisah dengan genre cyberpunk dan aksi, yang bertempat di Neo-Tokyo, sebuah imajinasi mengenai masa depan dystopia

Sejak ia mendapat perhatian dunia Barat, Akira telah dilihat dari banyak sisi oleh penggemarnya. Akira pernah dilihat sebagai sebuah anime yang menjadi penyulut ledakan animo atas anime lain, berbarengan dengan beberapa karya Ghibli. Akira juga dilihat sebagai sebuah anime dengan budget terbesar sampai hari ini (1,1 milyar ¥). Akira juga dilihat sebagai influencer, ia memberi pengaruh kreator lain dan melintasi medium hiburan, dst.

Sayangnya, seperti kebanyakan tulisan tentang anime dan gim, kadang pembacaan Akira melepaskan diri dari konteks cerita sehingga memunculkan mitos-mitos. Saya berusaha tidak melakukannya dengan terlebih dulu membedakan pertanyaan ‘Apa itu Akira?’ dan ‘Apa isi cerita Akira?’ dengan aturan yang sebisa mungkin saya patuhi: ‘Akira’ yang saya bahas bukan merujuk kepada ‘fenomena Akira di dunia nyata’, tetapi Akira sebagaimana dikisahkan oleh Otomo, baik dalam manga ataupun anime yang ia sutradarai, dengan kata lain, ‘Akira dalam dunia Akira.’ 

 

Gb. 2 [06.19] Salah satu adegan paling terkenal dari Akira, ‘Akira Sliding’

 

Akira merupakan cerita yang disusun dari perkelindanan plot dan tokoh dengan cara yang tidak biasa. Akira mengisahkan banyak hal, banyak tokoh dengan masing-masing derita di kehidupannya, banyak persoalan, tujuan, konflik dan apa saja yang terjadi di Neo-Tokyo.

Hal ini membuat penafsiran Akira jadi beragam, seperti  kaitannya dengan bom atom di Hiroshima-Nagasaki, pembacaan politis marxis, dengan psikoanalisis, spiritualisme, sosiologis, masokisme,[10] hingga penggunaan dialektika cahaya dan kegelapan.

Terlepas dari begitu banyak tafsiran , Akira sebetulnya mempunyai basis naratif yang sederhana. Akira bercerita tentang dua anggota geng motor, Kaneda dan Tetsuo. Keduanya adalah pihak yang terpinggirkan dari kemegahan kehidupan politisi dan pemerintah serta borjuasi di Neo-Tokyo, serta dari upaya dan cita-cita revolusioner kelompok anti-pemerintah yang dikecewakan oleh pemerintahan korup yang menyusun dan mengatur Neo-Tokyo. Pertemanan antara Kaneda dan Tetsuo kemudian mulai berubah sejak pertemuan tidak sengaja antara geng motor mereka dengan Kolonel, pasukan tentaranya, dan subjek eksperimen psikokinesis. Dari pertemuan ini, Kaneda dan Tetsuo terhubung, baik dengan Akira, juga dengan kelompok anti-pemerintah yang mengejar Akira.

Tetsuo, Kaneda, dan Akira

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, ada banyak cara membaca Akira. Saya mengajak kamu melihat sisi Akira yang lain: bagaimana hubungan antara Tetsuo dan Kaneda, dan bagaimana keduanya terkait dengan Akira? 

Saya kira, hubungan Tetsuo dan Kaneda bisa dekat dengan pengalaman kita, para pembaca yang juga manusia, sehingga kita bisa menelusuri Akira tanpa terjebak kepada pembacaan yang terlalu eksternal atau terlalu fokus pada world-building Akira. Menurut saya, meski pembacaan yang seperti itu penting, tetapi penting juga untuk tidak mengasingkan pembaca yang tidak mendalami isu-isu sosio-politik. Terlebih jika kita merujuk pada adegan di bawah ini.

 

Pernyataan Kaneda di atas dapat dibaca sebagai pesan dari Otomo kepada para pembaca Akira: ‘Memang benar Akira bertempat di tengah pergolakan politik, kekacauan masyarakat, dan lain-lain. Tapi, Akira, memiliki hal lain sebagai bahan obrolan.’  Jadi, mari kita membicarakan hal lain di dalam Akira dengan memusatkan perhatian pada bagaimana Kaneda, Tetsuo dan Akira terhubung di belantara kekacauan Neo-Tokyo.

Tetsuo dan Kaneda adalah teman sejak kecil. Keduanya bertemu di panti asuhan, dan sama-sama merupakan anak asuh baru. Dalam salah satu mimpinya, Tetsuo mengingat Kembali pertemuannya dengan Kaneda di panti asuhan. Setelah ia di-bully dan mainannya diambil, Kaneda menghampiri Tetsuo dan mengembalikan mainan itu dengan hidung berdarah. Kita tak bisa tak menduga Kaneda berkelahi melawan anak-anak yang menakali Tetsuo. Ini adalah momen di mana Tetsuo dan Kaneda memulai persahabatan panjang mereka.

 

Gb. 4 [01.55.56] Salah satu ingatan Tetsuo tentang pertemuannya dengan Kaneda.

Yang menarik, ingatan Tetsuo ini ditampilkan mendekati akhir anime Akira. Seperti  kebanyakan adegan sebelum mati yang kerap digambarkan dengan mengingat hal-hal berharga di kehidupan seseorang, ingatan mengenai pertemuan dengan Kaneda melambangkan betapa berharganya Kaneda bagi diri Tetsuo.

Sejak di panti asuhan hingga dewasa, Tetsuo dan  Kaneda selalu bersama. 31 tahun setelah Bom psikis Akira mengawali Perang Dunia Tiga, keduanya menjadi anggota geng motor Kapsul dan menjelajahi jalanan malam Neo-Tokyo Bersama.

Dari luar, hubungan antara Tetsuo dan Kaneda baik-baik saja. Bagi Kaneda, Tetsuo masih Tetsuo yang sama yang ia kenal di panti asuhan. Kaneda merasa ia adalah ‘kakak’ bagi Tetsuo dan terus berusaha melindungi Tetsuo dari hal-hal yang membahayakannya.

Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Semakin dewasa, Tetsuo semakin sadar bahwa ia adalah orang lemah dan tidak dapat diandalkan, ia selalu berlindung di balik ketiak Kaneda. Ia selalu kagum sekaligus iri kepada Kaneda dalam hampir segala hal. Kaneda yang begitu menguasai motor; Kaneda yang dihormati.

 

Gb. 5 [03.11] Tetsuo mengagumi spek motor Kaneda

 

Gb. 6 [03.30] Kaneda masih menganggap Tetsuo sebagai anak lemah yang belum mampu mengendarai motor sekuat itu

Kesadaran Tetsuo akan kelemahannya serta kekaguman terhadap Kaneda mendorong Tetsuo menuju keadaan ambivalen di mana ia benci sekaligus cinta kepada Kaneda. Hasrat Tetsuo atas kekuatan yang dipendam dari kecil dan terus dipupuk oleh kenyataan hubungan mereka berdua kemudian menjadi fatal dan signifikan bagi kisah Akira secara keseluruhan. 

Di malam di mana geng motor Kapsul dan Badut berkelahi, Tetsuo dengan tak sengaja hampir menabrak Takashi, salah satu subjek eksperimen psikokinesis pemerintah. Dan dari sini, mimpi Tetsuo untuk menjadi seorang yang lebih kuat dari Kaneda, bahkan menjadi kekuatan itu sendiri, perlahan mulai terwujud. Hal yang diiringi kenyataan pedih yang harus ditanggung Tetsuo dan Kaneda. Kekuatan itu Bernama AKIRA!

 

Gb. 7 [12.51] Tetsuo hamper menabrak Takashi, subjek 26. Kecelakaan ini membangkitkan kekuatan psikokinesis Tetsuo karena bereaksi terhadap Takashi

 

 

 

Akira, Kekuatan dan Keterasingan

 

Meme di atas adalah formula storytelling klasik. Otomo, melalui Akira, tampaknya ingin menyampaikan pesan yang kurang lebih mirip, “Bersama kekuatan, hadir pula derita dan kehancuran; jika ia tidak dapat dikendalikan.” 

Tetsuo kini adalah seorang subjek eksperimen psikokinesis lain, dengan nomor 41. Setelah menabrak Takashi, ia dibawa Kolonel ke laboratorium dan rumah sakit untuk dipantau perkembangan kekuatannya. Kolonel dan Dokter Onishi pada kisah Kaneda-Tetsuo di sini dilihat sebagai penghubung antara Tetsuo dan Akira—sebetulnya peran kedua orang ini menarik juga untuk dibahas secara terpisah di lain waktu.

Gb. 8 [22.55-23.01] Kolonel dan Doktor Onishi sedang berbicara, dengan Tetsuo di belakang sedang diujikan sesuai ‘Projek Akira’. Keduanya sedang membahas mengenai apakah mereka kali ini mampu mengendalikan ‘Akira’ dengan subjek 41.

“Apakah Tetsuo mampu mengendalikan Akira?” Ini adalah pertanyaan Kolonel kepada Doktor, dan sisa kisah ini berputar di pertanyaan tersebut. 

Hasrat Tetsuo untuk memperoleh kekuatan semakin mendekati kenyataan. Tapi ada hal yang sebelumnya tidak ia sadari: kekuatan yang ingin dimilikinya tidaklah gratis, harus ada hal yang dibayar dan dikorbankan Tetsuo. Sakit kepala yang tak tertahankan..

 

Gb. 9 [26.27] Tetsuo kabur dari rumah sakit dan berbicara dengan Kaori ‘ada sesuatu yang aneh di kepalanya’

Selain sakit kepala dahsyat, kekuatan yang kini dimiliki Tetsuo membuat ia tidak dapat membedakan mana kenyataan dan mana khayalan. Salah satunya adalah saat ia dan Kaori dihajar oleh geng Badut.

 

Gb. 10 [30.39] Tetsuo membayangkan isi perutnya keluar setelah pusing dahsyat

Dan satu hal lagi yang harus diderita Tetsuo: perpisahan dengan Kaneda.

Dalam salah satu mimpinya, Tetsuo melihat kehancuran segala sesuatu, dari kota, tempatnya bermain, dan kemudian badannya sendiri. Sebuah ramalan yang segera terjadi. Tetsuo harus menerima kenyataan ini. Semakin ia kuat, semakin ia sendiri, semakin ia terasing dari segala sesuatu selain dirinya.

 

Gb. 11 [36.16] Tetsuo menyaksikan segala sesuatu, termasuk dirinya runtuh, dan memisahkannya dari Kaneda

 

Gb. 12 [41.00] Kolonel di hadapan kamar beku Akira. Ini dapat dibaca sebagai berikut ‘semakin kuat sesuatu, semakin terasing ia.’

Aku adalah Tetsuo, Kita adalah Tetsuo!

Di titik ini, kita belum memahami apa itu Akira. Tapi, sebagaimana kata Kiyoko, “Akira ada dalam diri kita semua.”

Kita seringkali iri, benci, sekaligus cinta kepada orang lain. Hal yang dialami pula oleh Tetsuo di hadapan Kaneda. Kita hidup di masyarakat yang memegang etos persaingan menjadi utama. Siapa yang kuat modal, kuat tampang, kuat badan, adalah penguasa. Dan pada akhirnya, hasrat untuk menjadi yang paling kuat mengatur kehidupan kita semua. Orang berlomba-lomba mengumpulkan apa yang ia maknai sebagai kekuatan: harta, tahta, dan kapital. Kita seakan menyamakan bahwa hasrat untuk bersaing dan menjadi nomor satu, yang terkuat, sebagai naluri alami manusia.

Pernahkah kita membayangkan dunia tanpa dimotori oleh Hasrat kompetitif, tetapi  kooperatif? Tempat di mana setiap orang bisa mencintai orang lain dan saling membantu sesuai kemampuannya? Dan setiap orang tidak disebut yang kedua dan dibandingkan dengan orang lain?

Segala penderitaan yang kita alami lahir, merujuk pada kisah Akira, dari hasrat kita akan kekuatan, dan sistem masyarakat yang menuntut kita terus bersaing. Jika ada satu pesan Otomo yang disampaikan di Akira, tampaknya adalah bahwa kita harus menerima diri kita sendiri. Sebagaimana Tetsuo di akhir cerita, di titik ketika ia bukan lagi diri dan manusia.

Akira adalah kisah pelampauan hasrat yang melulu individualistik. Tetsuo akhirnya menyadari bahwa rasa sayang dan hormatnya kepada Kaneda adalah keinginan terdalamnya, dan rasa bencinya hanyalah ilusi yang dipaksakan oleh masyarakat dan dunia yang selalu ingin mengaturnya. Ketika Tetsuo mengambil jarak dari masyarakat yang serba kompetitif, ia tahu bahwa pikiran selalu menjadi yang kedua tak perlu menyiksanya jika ia menyadari bahwa ia hanya ingin bahagia.

Tetsuo kini tidak lagi terikat oleh keterbatasan badan dan diri, ia kini adalah kekuatan dan energi mutlak, sebagaimana Akira. Ia ada di setiap manusia. Aku adalah Tetsuo, kita adalah Tetsuo!