Asal Muasal Cara Berjalan Pocong
Suatu hari, Ibu saya bercerita, sewaktu ia kecil, ia pulang mengaji menjelang Maghrib, ia jalan di sebuah kebun kosong karena malas berjalan memutar. Saat itu, ia melihat sebuah asap mengepul yang berkumpul menjadi sebuah pocong. Ibu saya hanya membeku melihatnya. Saya tanya, “Pocongnya diem aja, Bu?” Ibu saya mengangguk. Saya tanya kembali, “Dia nggak lompat?” Ibu saya menjawab, “Amit-amit, jangan sampai dia lompat-lompat di depan Ibu”. Kenangan akan cerita pocong dari Ibu saya kembali menguar ketika saya membaca sebuah thread di X soal cara jalan pocong, yang ternyata punya cara gerak yang bervariasi.
Asal Usul Kemunculan Pocong
Pocong digambarkan sebagai sosok makhluk terbungkus kain kafan yang gentayangan karena ingin tali pocongnya dilepas. Dalam budaya Indonesia, kita mempercayai bahwa orang yang meninggal masih ada di sekitar kita selama 40 hari, sehingga jasad yang terbungkus kafan putih itu bisa melipir kemana-mana.
Tapi lain cerita dengan budaya Timur Tengah—padahal sama-sama kuat menganut Islam—mereka tak mengenal keberadaan pocong. Bagi mereka, jasad orang yang sudah meninggal ya tetap meninggal, tak ada ceritanya manusia yang sudah mati bisa bangkit lagi.
Kembali lagi pada pocong di Indonesia, saya yakin dalam pikiran kita semua, pastilah pocong berjalan dengan lompat-lompat. Kenapa? Sederhananya karena itu yang ditampilkan pada film-film, buku hidayah, dan cerita yang beredar di masyarakat kita. Padahal, pada awal abad ke-20 di wilayah Melayu, pocong digambarkan berjalan tidak dengan melompat. Lalu dengan apa? Rolling alias berguling-guling, atau bahkan ada penggambaran pocong yang tak bergerak sama sekali, sudah tergeletak begitu saja. Makanya, dulu pocong juga sempat disebut sebagai hantu golek.
Alasannya, masyarakat Melayu meyakini bahwa jasad yang terbungkus kafan memang tak bisa berbuat apa-apa. Makanya, pocong memang digambarkan “nggak bisa ngapa-ngapain” selain guling-guling. Tapi kembali lagi pada cerita rakyat yang beredar juga, pocong juga disebut bergerak dengan melayang. Kalau Anda sering dengar nama Risa Saraswati, penulis novel yang memang dikenal bisa melihat hantu, ia pun mengatakan kalau cara bergerak pocong yang sebenarnya adalah melayang.
Pocong di Zaman Sekarang
Kalau kepercayaan mengatakan bahwa pocong bergerak dengan rolling atau bahkan yang bisa melihat saja mengatakan pocong bergerak dengan melayang, kenapa sekarang pocong jadi lompat-lompat?
Film “Setan Kuburan” jebolan tahun 1975 yang pertama kali menghadirkan pocong berjalan dengan loncat. Dari penelitian, saat itu, mustahil untuk membuat pocong terlihat menakutkan dengan cara terbang—mengingat terbatasnya teknologi kala itu. Lalu kalau berguling-guling? Mungkin tak akan begitu menakutkan, barangkali si pocong akan sulit mengejar targetnya. Jadilah, diciptakan sebuah pocong yang lompat-lompat dirasa jadi amunisi untuk membuat penonton ketakutan.
Sisanya, film-film di era itu cenderung dipenuhi hantu-hantu kuntilanak. Memasuki tahun 2000-an, film hantu dengan pocong sebagai bintangnya mulai berhamburan. Judulnya pun unik-unik, ada “Pocong vs Kuntilanak”, “Kepergok Pocong”, “Pocong Setan Jompo” dan sebagainya. Variasi pocong ini sungguh beraneka ragam latar ceritanya, tapi lagi-lagi, jalannya tetap lompat-lompat.
Namun ada satu film pocong yang menghadirkan si pocong dengan gerak ngesot, yakni “Pocong Ngesot”. Lalu, yang paling baru, pocong bisa terbang benar-benar ada, lewat film “Mumun” dihadirkan pocong Mumun yang berdiri melayang-layang. Luar biasa sudah teknologi kita, bisa menghadirkan pocong dengan berbagai gerakan.
Meski dalam ranah populer pocong dijadikan bahan untuk hiburan (film horor), namun pocong juga ternyata berfungsi membantu pemerintah menangani Covid-19 HAHAHAHA. BAGAIMANA CARANYA? Ini pun saya juga baru ‘ngeh’.
Ingat tidak ketika Covid-19 sedang ganas-ganasnya, banyak baliho menyuarakan “stay at home” dengan pocong sebagai brand ambassador-nya? Nah, itu dia. Cara ini dinilai efektif, pocong dipilih untuk menakut-nakuti warga agar tak keluyuran. Opsi pocong dipilih untuk merepresentasikan bahaya kematian akibat Covid-19.
Dari segala obrolan soal pocong, saya menarik kesimpulan bahwa lewat cara apapun, pocong jadi hantu menyeramkan yang dipakai dalam berbagai aspek, entah itu hiburan ataupun kampanye sosial.