Bagaimana Cara Orang Kaya Ngemplang Pajak

 

Bagaimana Cara Orang Kaya Ngemplang Pajak?


Jusuf Hamka, salah satu bos jalan tol di negeri ini, dalam sebuah acara pada Maret tahun lalu menceritakan pengalamannya mengikuti program tax amnesty jilid I kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia mengaku langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setelah mendengar program tersebut untuk menebus “dosa-dosa pajaknya”. 

“Saya bawa daftar harta saya, saya bilang ‘ibu saya sudah 35 tahun tidak tertib pajak. Saya mau ngaku dosa. Ini daftar harta saya. Bantuin dong.’”, kata Jusuf menirukan ulang ucapannya kepada petugas KPP. 

Singkat cerita, Jusuf menerima e-billing tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang mesti dibayarkan dari petugas KPP. Jumlahnya Rp 55 miliar. Satu jam setelahnya, ia langsung membayar tagihan tersebut secara kontan. “Akhirnya saya jadi pembayar pertama,” kata Jusuf dengan bangga.

Di samping kesediaan Jusuf mengikuti program tax amnesty jilid I, cerita tersebut mengungkap pula bahwa masih ada orang kaya di negeri ini tak taat pajak. Ironisnya, Jusuf bukan satu-satunya. Berdasarkan data Dirjen Pajak saat penutupan masa tax amnesty jilid I pada 31 Maret 2017, tercatat 956 ribu wajib pajak mengakui dosa pajaknya. 

Dari para pendosa pajak tersebut, Dirjen Pajak mencatat total harta yang dilaporkan mencapai Rp 4.855 triliun. Terdiri dari Rp 3.676 triliun harta di dalam negeri, Rp 1.031 harta di luar negeri, dan Rp 147 triliun dari repatriasi harta di luar negeri. Sementara, total pemasukan negara dari tax amnesty jilid I mencapai Rp 135 triliun. 

Catatan hasil tax amnesty tersebut tentu saja tak menggambarkan jumlah sesungguhnya orang kaya negeri ini yang tak tertib pajak. Berdasarkan laporan Asia-Pacific Wealth Report 2018 oleh Capgemini, terdapat 124.090 orang miliuner di negeri ini atau yang kerap disebut sebagai High Net Worth Individual (HNWI). 

Mereka berkewajiban membayar PPh sebesar 35%. Bila dipukul rata kekayaan minimum Rp 5 miliar, maka masing-masing dari mereka mesti membayar pajak sebesar Rp 1,75 miliar. Sehingga potensi penerimaan negara dari mereka sebesar Rp 217,35 triliun. Namun, kenyataannya tak demikian. Dari laporan penerimaan pajak sepanjang 2020, realisasi PPh 25/29 orang pribadi non-karyawan hanya Rp 11,56 triliun. Jauh lebih rendah dibandingkan PPh 21 orang pribadi karyawan yang mencapai Rp 140,78 triliun. 

Artinya, banyak orang kaya di luar sana yang sengaja tak membayar atau ngemplang pajak. Sebuah hal yang juga membuktikan bahwa ketakutan terbesar orang kaya bukanlah jatuh miskin, tapi harus terpaksa membagi kekayaannya termasuk lewat pajak. 

Ketakutan semacam itu pula yang menjangkiti orang-orang kaya di belahan dunia lain. Begitulah kemudian kita melihat cara-cara kotor orang kaya menyembunyikan hartanya dari pajak yang menghasilkan skandal macam Panama Papers dan Pandora Papers. 

Inilah beberapa cara orang kaya mengemplang pajak: 


NO

Cara Ngemplang Pajak

Teks

1.

Strategi “Buy, Borrow, and Die”

Ini strategi yang umum digunakan orang kaya di Amerika Serikat, seperti Elon Musk, Jeff Bezos, Michael Bloomberg, dan Warren Buffett seperti terungkap dalam laporan investigasi Propublica pada 2018 lalu. 

Pertama, mereka membeli aset, seperti perusahaan, dengan kekayaannya. Selama aset tersebut tidak dijual, meskipun nilainya melonjak seperti terjadi pada saham Jeff Bezos di Amazon, hukum AS tak memajaki pertambahan nilai aset tersebut.  

Kedua, meminjam uang ke bank dengan menjaminkan aset yang dimiliki. Di AS dan banyak negara lain, uang hasil pinjaman tak kena pajak. Sehingga, para orang kaya itu tetap bisa menikmati hartanya lewat pinjaman tanpa harus pusing memikirkan pajak. 

Ketiga, setelah puas menikmati harta, para orang kaya itu membuat surat wasiat mewariskan hartanya kepada penerusnya setelah mereka mati. Di AS dan negara lain, harta waris tak kena pajak. Jadi, mereka tetap bisa membangun kerajaan bisnisnya turun-temurun tanpa harus membayar pajak.

2. 

Menyembunyikan Harta di Negara Tax Haven

Cara ini seperti halnya yang terungkap dalam skandal Panama Papers dan Pandora Papers. 

Praktiknya, orang-orang kaya membuat perusahaan cangkang di negara bebas pajak atau tax haven seperti British Virgin Island dan Panama. Perusahaan ini bisa mereka kendalikan langsung atau melalui nominee orang dekatnya. 

Melalui perusahaan cangkang tersebut, para orang kaya melakukan transaksi bisnis bebas pajak, seperti membeli properti. Hal ini sebagaimana dilakukan Sulaiman Marouf, orang dekat Bashar Al-Assad ketika membeli properti di London menggunakan perusahaan cangkang Regent Court Investment Limited yang berbasis di British Virgin Island.  

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan adalah salah satu orang kaya Indonesia yang disebut dalam Pandora Papers. Ia tercatat menjadi Dirut Petrocapital SA, perusahaan cangkang yang berbasis di Panama. 

3.

Menyuap Petugas Pajak

Yang terakhir ini bisa dibilang cara paling radikal. Ironisnya, cara ini sering terjadi di Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terjadi 13 kasus korupsi perpajakan sepanjang 2005-2019. Setidaknya 24 orang pegawai pajak terlibat dalam seluruh kasus tersebut. Sementara total nilai suap mencapai Rp 160 miliar. 

Salah satu kasus adalah yang menjerat Gayus Tambunan. Ia adalah seorang pegawai negeri di Dirjen Pajak yang menerima suap dari banyak pengusaha untuk memanipulasi laporan pajak mereka. Misalnya, ia memanipulasi pajak PT Surya Alam Tunggal dan PT Megah Citra Raya. 

Dari aksinya tersebut, Gayus menerima suap sebesar Rp 925 juta, US$ 1.459, dan 9,6 juta dolar Singapura. 


Ibarat pepatah, di mana ada kemauan di situ ada jalan, orang kaya saja tentu ngemplang pajak tak terbatas pada tiga cara tersebut. Dengan harta, kuasa, dan akses yang dimiliki, mereka bisa melakukan apapun untuk menyembunyikan hartanya dari negara. Tapi, seperti pepatah lainnya pula, sepandai-pandai tupai melompat pasti bakal terjatuh juga. Jadi, sebelum jatuh, yuk bayar pajaknya!