Bagaimana Musisi Jazz Ini Menyikapi Tahi Kucing

Bagaimana Musisi Jazz Ini Menyikapi Tahi Kucing

Hanya segelintir yang tahu betapa dahsyat Charles Mingus, tetapi nyaris semua orang tahu betapa nyebelinnya tahi kucing.

Pada 1920-an di Amerika Serikat, musisi jazz kerap mendapat julukan cat, kucing. Keduanya dianggap memiliki banyak persamaan: sama-sama suka keluyuran malam, banyak akal, lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri, sulit berkomunikasi, agak menyingkir dari masyarakat, tetapi ketika di atas panggung musisi jazz sanggup menyedot seluruh perhatian pendengar. Menyaksikan dan mendengarkan bagaimana musisi jazz beraksi menghibur pemirsa di atas panggung tak ubahnya melihat kucing yang lucu dan menggemaskan yang berguling-guling meminta perhatianmu.

Kucing memang lucu, tetapi saya sendiri tidak menemukan di mana letak lucunya tahi kucing.

Tahi kucing adalah malapetaka, terutama jika si pemilik hanya ingin dapat kelucuan si kucing tapi tidak ingin mendapat tahinya. Beberapa orang memilih untuk menghabiskan energi dengan memarah-marahi kucing yang berak sembarangan, selain cuma bikin kamu terlihat bodoh (baik di mata manusia lain maupun di mata kucing) marah-marah hampir pasti tidak akan bisa menyelesaikan masalah tahi kucing.

Charles Mingus punya solusi lain.


Charles Mingus dan Kucingnya

Charles Mingus adalah musisi jazz brilian. Dia hidup bersama Nightlife, kucing kesayangannya. Di atas panggung, Mingus dikenal sebagai komposer inovatif serta pemain bass virtuoso yang canggih. Di luar panggung, Mingus adalah pecinta kucing.

Namun, seperti banyak hubungan antarmakhluk hidup, hubungan Mingus dan kucingnya tak melulu berjalan mulus. Mingus sering dibikin kesal gegara litter box milik Nightlife cepat penuh dengan tahi. Dan ini sangat sering terjadi. Cukup sering untuk membuatnya berpikir ekstra bagaimana agar tahi tersebut tak lekas memenuhi litter box. 

Sebagaimana musik jazz yang penuh improvisasi, Mingus juga melakukan improvisasi untuk mengatasi masalah tahi ini. Ia menemukan jalan keluar! dan membagikan medote yang ia temukan ke publik–melalui sebuah tulisan berjudul The Charles Mingus Cat-alog for Toilet Training Your Cat. Tulisan Mingus tersebut saya terjemahkan untuk anda–pembaca artikel ini secara cuma-cuma.

Pertama, kamu harus melatih kucingmu untuk menggunakan tempat kotoran yang dibuat dari kardus, jika belum dilakukan. (Jika kotakmu tidak memiliki bagian bawah satu potong, tambahkan kardus yang cocok di dalamnya, sehingga kamu memiliki bagian bawah palsu yang halus dan kuat. Dengan cara ini, kotak tidak akan menjadi lembab dan jatuh dari bagian bawah. Toko buku akan memiliki kardus datar tambahan yang bisa kamu potong sesuai ukuran di dalam kotakmu.)
Pastikan untuk menggunakan koran yang sudah dirusak, bukan pasir kucing. Berhentilah menggunakan pasir kucing. (Saatnya tidak bisa memasukkan pasir ke toilet)
Setelah kucingmu terlatih untuk menggunakan kotak kardus, mulailah memindahkan kotak itu di sekitar ruangan, menuju kamar mandi. Jika kotak itu berada di sudut, pindahkan sedikit dari sudut itu, tapi tidak terlalu jelas. Jika kamu memindahkannya terlalu jauh, ia mungkin akan buang air di sudut asal. Lakukan secara bertahap. Kamu harus membuatnya berpikir. Kemudian ia akan secara bertahap mengikuti kotak saat kamu memindahkannya ke kamar mandi. (Penting: jika sudah di sana, pindahkan keluar dari kamar mandi, sekitar, dan kembali. Dia harus belajar mengikuti. Jika terlalu dekat dengan toilet, pada awalnya, ia tidak akan mengikutinya ke atas tempat duduk toilet saat kamu memindahkannya ke sana.) Seekor kucing akan mencari kotaknya. Dia menciumnya.


Pertama, buatlah litter box dengan kardus dan latihlah kucingmu untuk menggunakan litter box itu. Gunakan koran robek sebagai alas, jangan pakai pasir kucing. Mulai saat ini, berhentilah pakai pasir kucing! (Pasir kucing nggak bisa kamu masukkan ke dalam toilet)

Setelah kucingmu terlatih menggunakan litter box, pindahkan litter box itu ke kamar mandi. Taruh litter box di sudut kamar mandi. Sesekali pindahkan beberapa meter dari sudut, tetapi jangan terlalu jauh. Kalau kamu memindahkan terlalu jauh, kemungkinan dia akan berak di tempat litter box sebelumnya. Lakukan secara bertahap. Kamu harus bikin kucing kamu berpikir bahwa dia sedang diajak bekerja sama.

Kemudian secara bertahap, kucingmu akan tahu jika litter box-nya berada di kamar mandi. (Catatan: jika litter box sudah kamu taruh di kamar mandi, keluarkan dan masukkan lagi ke kamar mandi. Kucingmu harus belajar mengikuti ke mana litter box-nya pergi. Seekor kucing dengan sendirinya akan mencari litter box-nya. Dia bisa menciumnya.

Sekarang, jika kamu sudah meletakkan kardus litter box di kamar mandi, mulailah memotong tepi kardus bagian bawah hingga sisi-sisinya menjadi lebih rendah. Lakukan ini secara bertahap. Akhirnya, saat kucingmu sering masuk kamar mandi, bersiaplah untuk meletakkan litter box itu di atas kloset. Kamu bisa mengikat tali di sekitar litter box ke kloset agar kucing tak jatuh. Kucingmu, yang melihat litter box di atas kloset, otomatis akan melompat ke kloset.

Jangan ganggu kucingmu (jika ia sudah di dalam kamar mandi). Biarkan dia menikmati cara berak yang baru itu selama satu atau dua minggu. Seiring berjalannya waktu, buatlah lubang kecil sebesar buah apel di tengah-tengah kotaknya. Dengan demikian, ia akan mulai membidik lubang dan mungkin mencoba membuatnya lebih besar. Saat dia meloncat dan sudah tak takut pada lubang, pada titik ini kamu menang. Bagian tersulit sudah lewat. Sisanya tinggal masalah waktu. 

Sekarang potong litter box itu sepenuhnya sampai tak ada pinggiran yang tersisa. Letakkan karton datar atau kertas koran yang tertinggal di bawah penutup dudukan kloset.

Mari kita lihat, apakah dia akan memasukkan tahi ke dalam lubang?

Oh ya, jangan heran kalau kamu mendengar ada bunyi siramannya di dalam air. Seekor kucing bisa belajar melakukan hal tersebut. Hal ini lantaran didorong oleh instingnya untuk menyembunyikan tahi mereka. Mungkin saja awalnya dia tak sengaja menekan tombol kloset, lalu dia akan mengingatnya dan akan mengulangi kembali dengan sengaja. Butuh waktu sekitar tiga atau empat minggu untuk melatih kucing saya berak di toilet. Sebagian besar waktu dihabiskan untuk memindahkan kotak secara bertahap ke kamar mandi. Lakukan dengan sangat perlahan dan jangan bikin kucing kamu bingung. Hal utama yang harus diingat adalah jangan terburu-buru atau bikin dia bingung.

Semoga beruntung,
Charles Mingus.


Tahi Kucing Membawa Berkah

Mingus patut berbahagia atas penemuannya tersebut. Tumpukan tahi kucing di litter box terselesaikan tanpa ada pihak yang terluka. Cerita kucing Mingus menjadi sejarah. Setali tiga uang dengan sejarah kucing-kucing lainnya. Kucing tak pernah menggagas perang. Kucing pun tak ikut merusak alam. Paling banter, yang dilakukan kucing cuma berak sembarangan. Dan itu sudah bikin manusia jengkel.

“Bangsat, gue nginjek tahi kucing.”

Sering kali kalimat tersebut kita dengar atau kita ucapkan sendiri. Tidak seperti anjing, kucing tak perlu minta majikan jalan-jalan supaya bisa bisa berak. Seorang pemilik kucing membagikan testimoni yang menyebut ia beruntung memelihara kucing.

“Pada hari-hari hujan, hari-hari yang dingin, dan badai salju, kami menyaksikan tetangga kami yang punya anjing jalan-jalan. Kami beruntung, kucing secara naluriah menggunakan litter box yang disediakan.”

Kamu mungkin bertanya-tanya, siapa sih yang memikirkan masalah tahi kucing ini?


Orangnya itu bernama Edward Lowe.

Di masa lalu, orang menyediakan kotak kayu berisikan abu sebagai tempat berak kucing. Itu pun ditaruh di depan rumah. Suatu waktu, ia pernah diminta tetangga membersihkan kotak kayu berisikan abu dan tahi kucing. Di momen itu, Edward Lowe menganggap abu tak efektif jadi tempat berak kucing. Ia dapat ide: mengganti abu dengan tanah liat yang disebut Fuller's Earth.

Cara tersebut ternyata jitu. Di tahun 1947, Edward Lowe makin serius dengan penemuannya tersebut. Ia mulai mengemas tanah liat penyerap dalam kantong 5 pon dan menawarkan produknya ini ke toko-toko hewan dengan nama Kitty Litter.

Awalnya, hampir semua pemilik toko tak yakin bahwa  Kitty Litter bakalan laris. Apalagi, harganya yang dibanderol 65 sen per kantong dinilai terlampau mahal. 

Tapi Edward tak patah arang. Ia yakin dengan produknya. Ia lantas membujuk pemilik toko untuk memajang Kitty Litter. Ia benar, di kemudian hari produknya laris manis di pasaran. Setelah produknya makin berkembang, ia mendirikan Edward Lowe Industries, Inc. pada tahun 1964 untuk memproduksi dan mendistribusikan produk Kitty Litter yang sukses dan mendunia. Tahi kucing membawa berkah dan membuat Edward Lowe kaya raya.

Sampai sini, saya sadar jika jika persoalan tahi kucing bisa teratasi dengan berpikir–sebagaimana yang dilakukan Charles Mingus dan Edwar Lowe. Mungkinkah di masa depan akan hadir pula teknologi sepatu “anti tahi kucing”? Di mana si sepatu akan mencopotkan diri dari kaki penggunanya sepersekian detik sebelum kaki si pengguna menginjak tahi kucing. Sepatu tetap bersih dari tahi kucing.