Beberapa Bahaya Suntik Putih yang Perlu Kamu Tahu

Perkenalkan Vina (26), ia bekerja sebagai pegawai swasta selama 3 tahun. Selama itu pula, ia rutin melakukan infus whitening di klinik kecantikan di kotanya. Alasannya, karena ia bekerja sebagai seorang sales yang harus berurusan dengan banyak klien. Ia ingin memiliki kulit lebih cerah agar terlihat menarik dan berkelas ketika berada di antara bos dan kliennya.

 

Apa yang dialami Vina termasuk colourism, yaitu bentuk diskriminasi berdasarkan warna kulit di antara golongan ras atau etnis yang sama. Di banyak negara di belahan dunia Selatan, di mana orang kulit putih adalah minoritas, diskriminasi warna kulit masih ada sebagai sisa-sisa kolonialisme. Orang-orang dengan warna kulit yang lebih terang mendapat privilese dalam pendidikan, pekerjaan, dan representasi media. Di India, penyelenggara kontes kecantikan dikritik karena hanya memilih kontestan yang memenuhi cita-cita kecantikan eurosentris, dan di Brasil warga negara berkulit gelap memiliki kesempatan lebih langka untuk mencapai mobilitas sosial ke atas.

Di Indonesia, colourism dimulai oleh penjajah Belanda lewat politik rasial. Hal ini ditegaskan oleh Gubernur Jendral J.J Rochussen dengan menekankan nilai superioritas kulit putih secara moral serta intelektual terhadap bangsa kulit berwarna (Yulianto, 2007). Ajaran ini dilanjutkan oleh penjajahan Jepang di tahun 1942-1945 lewat standar idealisme kecantikan mereka. Namun, ideal baru ini tetap saja menganggap kulit putih sebagai standar ideal (Saraswati, 2013). Gambaran tentang perempuan berkulit putih yang "baik" dan cantik ini memberikan pengaruh positif tentang kulit putih. Sedangkan kulit gelap di Indonesia dianggap melambangkan hal yang jelek, terbelakang, rendah, dan buruk dalam segala aspek.

Meskipun dikotomi kelas akibat warna kulit tak lagi benar, anggapan bahwa kulit putih merupakan “ras unggul” masih berlanjut. Sayangnya, sekarang nilai tersebut dipromosikan oleh influencer atau jenama yang mempromosikan produk pemutih dan pencerah kulit kepada pengikut mereka. Salah satu produk yang sering dipromosikan adalah suntik putih yang bahkan keamanan penggunaannya belum dipastikan.

Maka tidak heran apabila Vina dan banyak perempuan di Asia dan Afrika lainnya berupaya mencerahkan kulit mereka. Pasar produk pencerah kulit global diperkirakan akan mencapai sekitar USD 8.895 juta atau sekitar 133.336.050.000.000 rupiah pada tahun 2024, dengan CAGR sedikit di atas 6,5% antara 2018 dan 2024. 

Apa Itu Suntik Putih?

Suntik putih atau injeksi whitening adalah injeksi cairan kombinasi dari vitamin C, glutathione, dan kolagen yang dianggap mengurangi jumlah melanosit (sel kulit gelap) tubuh dan membantu perbaikan kolagen di kulit. Selain dianggap mampu membantu mencerahkan kulit dalam waktu singkat, sebagian orang menilai cara ini lebih hemat dibandingkan membeli produk perawatan kulit dan perawatan klinik rutin.

Sebenarnya suntik putih berfungsi meratakan warna kulit, contohnya memudarkan bekas jerawat. Sayangnya, banyak iklan yang justru menampilkan keseluruhan warna kulit naik 3-4 tingkat lebih cerah, sampai menyediakan alat pengukur kecerahan kulit.

Sebuah ulasan di dalam Scientific reports (2020) menunjukkan fungsi kandungan vitamin C berpotensi mencegah timbulnya kerutan di wajah dan kaya antioksidan yang menstimulasi produksi kolagen. Ini mungkin bisa membantu kulit terlihat lebih cerah. Glutathione sendiri sebenarnya antioksidan alami yang diproduksi di dalam tubuh. Fungsinya sebagai penangkal radikal bebas dan menjaga sistem kekebalan tubuh. Terakhir, kolagen berfungsi untuk menjaga elastisitas dan kekenyalan kulit, bukan untuk mencerahkan atau memutihkan kulit seperti yang dipercaya masyarakat.

Terdengar cukup menjanjikan bukan manfaat cairan dari suntik putih? Namun, dosis dari ketiga cairan yang digunakan dalam prosedur suntik putih tersebut terlalu besar dan bisa menimbulkan berbagai masalah dan efek samping (Sonthalia, 2018)

Bagaimana Suntik Putih Memicu Autoimun?

Penyakit autoimun merupakan kondisi saat sistem kekebalan tubuh atau imun salah memberikan sinyal untuk menyerang tubuhnya sendiri. Sampai sekarang penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti. 

Namun ada sejumlah faktor risiko, seperti riwayat kesehatan keluarga, merokok, obesitas, pemakaian obat-obatan untuk sistem kekebalan tubuh, cahaya matahari, paparan bahan kimia, infeksi, dan kondisi lainnya. Jenis autoimun sendiri ada banyak, meliputi gangguan sistemik pada tubuh seperti rematik, lupus, diabetes mellitus tipe 1, dan sebagainya. 

Lalu bagaimana injeksi pemutih bisa memicu autoimun? Berikut penjelasannya:

1. Glutathione

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Autoimmunity Reviews (2009) menunjukkan bahwa glutathione memiliki beragam efek pada sistem kekebalan tubuh, baik merangsang atau menghambat respons imun untuk mengendalikan peradangan dalam tubuh.

Glutathione merupakan antioksidan yang diproduksi dari tiga asam amino, yakni glisin, glutamin, dan sistein. Riset sebelumnya menyebutkan bahwa, proses pembentukannya sendiri terjadi dalam organ hati. 

Glutathione juga bisa diperoleh dari luar tubuh melalui makanan atau obat. Penelitian tersebut menduga bahwa glutathione tidak bertindak sebagai antioksidan, ketika adanya peningkatan pembentukan reactive oxygen species (ROS). ROS dapat disebabkan oleh bahan kimia yang bersumber dari luar tubuh seperti vitamin, ionisasi, atau herbisida (Arief & Widodo, 2018).

Selain itu,  jurnal Autoimmunity Reviews meyakini gejala autoimun seperti peradangan bisa disebabkan terjadinya gangguan antioksidan. Terutama karena perubahan jumlah kadar glutathione.

Beberapa tanda dan gejala autoimun adalah kelainan pada kulit hingga nyeri di tiap sendi tubuh. Ini terjadi karena bertambahnya peradangan yang disebabkan respons imun menyerang sel tubuh sendiri.

2. Kolagen

Sebuah laporan yang diterbitkan dalam jurnal Journal of Allergy and Clinical Immunology menunjukkan adanya sebuah kasus autoimun pada wanita kulit putih berusia 41 tahun yang mengalami urtikaria (biduran) kronis selama 14 minggu. Kondisi ini terjadi 6 minggu setelah ia menerima beberapa kali suntikan kolagen untuk tujuan kosmetik. 

Sebuah ulasan dari The Indian journal of medical research (2019) mencatat sekitar 45% pasien dengan biduran kronis punya gangguan autoimun, sedangkan 55% sisanya bersifat idiopatik atau tidak diketahui dengan jelas penyebabnya.

Namun, penelitian-penelitian mengenai efek glutathione dan kolagen pada autoimun masih sangat terbatas. Maka penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan. 

Efek Samping Infus Whitening Lainnya

Vitamin C umumnya aman apabila dipakai dalam dosis normal. Vitamin C pun sebenarnya mudah untuk larut dalam air dan akan dibuang lewat urine jika jumlahnya berlebih. 

Namun, bagi orang yang sensitif terhadap vitamin C, seperti hemochromatosis, harus berhati-hati dengan pemakaian vitamin C. Dalam keadaan ini, mengonsumsi vitamin C secara berlebihan dapat menyebabkan kelebihan zat besi. Pada akhirnya, ini menyebabkan kerusakan serius pada jantung, hati, pankreas, tiroid, dan sistem saraf pusat (SSP).

Selain itu ada sejumlah efek samping lain yang mungkin bisa terjadi seperti:

  • pengikisan gigi,
  • sakit perut,
  • nyeri dada,
  • diare,
  • kelelahan,
  • pusing atau sakit kepala,
  • sesak napas,
  • mual atau muntah,
  • ruam kulit yang bikin wajah memerah,
  • iritasi kulit, dan
  • gangguan perkemihan.

Efek samping di atas muncul apabila kamu memakai vitamin C dalam dosis tinggi, yakni mencapai 1.000 – 1.800 mg dalam tiap ampul berukuran 5 mL. Ini adalah jumlah dosis vitamin C yang umum digunakan pada suntik putih. Sebagai perbandingan, kebutuhan asupan vitamin C orang dewasa menurut Angka Kebutuhan Gizi (AKG) yaitu hanya sebesar 75 - 90 mg per hari.

Karena inilah BPOM melarang semua produk pemutih yang diberikan via suntikan. Pemberian obat melalui jalur intravena bukan ditujukan untuk perawatan estetika dan kesehatan, tapi untuk pasien yang lemah atau kritis dan tidak dapat diberikan obat melalui jalur oral. BPOM hanya memberikan izin pada produk suplemen pemutih yang diminum bukan jenis suntikan/infus. Walaupun tidak diberi izin resmi oleh BPOM, masih banyak klinik dan salon yang tetap menerapkan layanan jasa suntik/infus pemutih. Harganya bermacam-macam mulai dari 400 ribu rupiah untuk satu kali treatment. 

Negara juga telah mengatur setiap praktik yang dilaksanakan oleh ahli kesehatan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, khususnya ditekankan pada Pasal 26 ayat 1, dimana setiap tenaga kesehatan wajib menjalankan tugas sesuai kompetensi dan kewenangannya. Cukup banyak ditemukan bidan yang membuka praktik suntik putih ilegal walaupun hal tersebut melanggar kode etik profesinya dan tidak masuk ke dalam kewenangan dan kewajiban ahli kebidanan. Tenaga kesehatan yang ditemukan melanggar dapat dihukum kurungan penjara maupun denda. 

Suntik putih tidak bisa asal-asalan

Jika kamu sudah tahu risiko yang mungkin terjadi, tetapi masih ingin mencobanya, coba pertimbangkan hal berikut.

  1. Pilih dokter yang kompeten. Hanya dokter profesional terlatih yang diizinkan melakukan suntik ini. Hindari suntik putih mandiri yang tidak terjamin keamanan dan kebersihan alatnya. 
  2. Tes alergi. Tes kulit perlu dijalankan untuk mengetahui apakah tubuhmu tidak menimbulkan reaksi alergi atau efek samping apapun pada bahan yang akan digunakan.
  3. Sebelum kamu memutuskan untuk melakukan suntik putih atau infus whitening. Kamu perlu menimbang manfaat dan efek samping suntik putih. Apalagi efek injeksi whitening hanya bersifat sementara, alias tidak permanen sehingga bisa menimbulkan efek kecanduan.

Menyadari bahwa suntik putih bukanlah solusi mutlak untuk mencerahkan warna kulitmu akan lebih bermanfaat daripada menanggung efek samping yang mungkin terjadi. 

Akan lebih baik jika kita menyadari bahwa standar kecantikan tersebut adalah akal-akalan industri kecantikan dan patriarki yang berakar dari White supremacy yang akan terus mendapat keuntungan dari perasaan takut perempuan.