Bekal Minimum Rumah Tangga Muda untuk Menghadapi Kenaikan Harga BBM

Pemerintah akan menaikkan harga BBM. Bila kamu baru berumah tangga, ada baiknya sedikit belajar dan mengantisipasi dampaknya terhadap ekonomi keluargamu. Aturlah strategi menghadapi kemungkinan terburuk, bersama pasanganmu, supaya  bisa selamat dari badai persoalan  ekonomi. Jangan sampai berujung perceraian. 

 

Bukan menakut-nakuti, berdasarkan data Mahkamah Agung, pada 2020 penyebab perceraian terbanyak kedua di Indonesia karena faktor ekonomi. Sebanyak 71.194 kasus. 

 

Hal pertama yang perlu kamu tahu: dampak kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran rumah tangga. Bisa dipastikan, jika  harga BBM naik semua harga barang dan jasa ikut naik. Karena semua barang dan jasa terkait erat dengan BBM, minimal dalam urusan distribusi. 

 

Ada harga-harga barang dan jasa tertentu yang sangat perlu kalian perhatikan. Apa saja? Mari kita lihat ke data ketika Presiden SBY dua kali menaikkan harga BBM pada Maret dan Oktober 2005. 

 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada 2005 mencapai 17,17%. Indeks Harga Konsumen (IHK)--hitungan rata-rata perubahan harga kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi penduduk dalam kurun waktu tertentu–menunjukkan kenaikan. 

 

Dari seluruh kelompok barang dan jasa, kenaikan harga tertinggi di transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mencapai 44,70%. Bila dirinci lagi, komoditas yang dominan menyumbang inflasi adalah angkutan dalam kota (0,06%), mobil (0,01%), dan jasa perpanjangan STNK (0,01%). 

 

Di peringkat kedua, kenaikan harga kelompok bahan makanan yang mencapai 15,45%. Komoditas yang paling tinggi menyumbang inflasi: beras (0,09%), daging ayam ras (0,08%), bawang merah (0,06%), ikan segar (0,05%), dan daging sapi (0,04%). 

 

 

 

Kecenderungan serupa sudah mulai terlihat belakangan. Apalagi, pemerintah berencana menaikkan harga Pertalite dan Solar lebih dari 30%, persis yang terjadi pada 2005. Padahal, tingkat inflasi tingkat inflasi kalender berjalan Januari-Juli 2022 mencapai 4,94%. Angka ini jadi yang tertinggi selama lima tahun ke belakang. 


 

Kenaikan harga barang dan jasa tertinggi berdasarkan tahun kalender 2022, adalah pada kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,46%. Komoditas yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi adalah cabai merah (0,15%), bawang merah (0,09%), dan cabai rawit (0,04%).

 

Kemarin sore, istri saya sudah mengeluh harga cabai per kilo naik seribu rupiah jadi Rp 65 ribu. Dia kasih ultimatum agar saya mengurangi makan sambel. Rasanya, baru dengar ultimatum itu saja saya hampir kehilangan semangat hidup. 

 

Di peringkat kedua, transportasi dengan tingkat kenaikan mencapai 5,09%. Komoditas yang andil paling banyak dalam inflasi kelompok ini adalah tarif angkutan udara (0,11%) dan mobil (0,01%). 

 

 

 

Sampai sini, ada baiknya kamu mulai budgeting ulang pengeluaran untuk transportasi dan makanan. Pilih transportasi yang lebih murah dan mulai survei harga bahan pangan ke pasar. 

 

Hal lain yang perlu kamu tahu, dampaknya terhadap sumber  pendapatan alias kemungkinan kena PHK. Tak ada angkatan kerja yang imun dari ancaman ini, kecuali kamu punya nama belakang Bakrie, Hartono, Tanjung, atau Tanoesoedibjo..

 

Kenaikan harga BBM yang berdampak pada kian mahalnya barang dan jasa bisa menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Persis kayak kata Iwan Fals dalam lagunya, “BBM naik tinggi, susu tak terbeli.” 

 

Penurunan daya beli ini, paling mungkin menimpa masyarakat termiskin di Indonesia. Menurut analisis Mandiri Institute pada April 2022, kenaikan harga BBM paling berpengaruh terhadap masyarakat ekonomi terbawah. Mereka harus menambah rasio pengeluarannya untuk BBM sampai 6,8% dari sebelumnya 4%. 

 

 

 

Padahal, menurut BPS, penyumbang terbesar kedua dari komponen non-makanan terhadap garis kemiskinan adalah bensin. Rasionya mencapai 3,62% untuk orang miskin di perkotaan dan 3,26% di perdesaan. 

 

Ironisnya, di manapun, termasuk di Indonesia, jumlah orang miskin selalu lebih banyak daripada orang kaya. Otomatis orang miskin punya peran besar dalam mendorong tingkat konsumsi. 

 

Ketika daya beli menurun, permintaan akan barang dan jasa anjlok. Produsen barang dan jasa bakal kehilangan pendapatan dan merugi. Sehingga, mereka harus melakukan efisiensi, termasuk yang paling buruk mem-PHK karyawannya. 

 

Dari kenaikan BBM pada 2005 lalu, sekali lagi data menunjukkan dampaknya terhadap peningkatan pengangguran. Menurut catatan BPS, jumlah pengangguran pada Oktober 2005 meningkat 1,3 juta orang dibanding Agustus 2004. Jumlah itu sudah ditambah dengan orang-orang yang kehilangan pekerjaan pada Maret 2005 akibat kenaikan harga BBM. 

 

 

 

BPS pun menyatakan dalam keterangan resminya, bahwa PHK paling banyak terjadi dari sektor industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, makanan, dll. Begitu juga UMKM yang menggunakan BBM sebagai penunjang kegiatan utamanya, seperti nelayan. Tapi, BPS tidak menyebut angka pengangguran dari sektor-sektor tersebut. 

 

Kalau di antara kalian ada yang bekerja di sektor-sektor tersebut, ada baiknya bersiap. Minimal menabung dari sekarang dan rapikan CV. Jadi, kalau sewaktu-waktu kena PHK, kamu masih punya pegangan dan siap melamar pekerjaan baru lagi. Ini juga warning kepada diri saya, sektor tempat saya bekerja bisa jadi kena imbas juga. 

 

Pada akhirnya, muara dari seluruh dampak kenaikan harga BBM adalah kemiskinan. Rasanya, saya tak perlu menjelaskan panjang lebar soal yang terakhir ini. Pandemi sudah mengajarkan bahwa manusia pada umumnya akrab dengan kemiskinan. Apalagi, menurut Bank Dunia, 115 juta penduduk negeri ini masih tergolong kelas menengah rentan yang bisa terjerembab ke dalam kemiskinan kapan pun.  

 

Pemerintah memang menyiapkan bantalan menyongsong kenaikan harga BBM, salah satunya lewat Bantuan Sosial. Tapi, apakah kalian yakin itu cukup membantu?