Bercinta di Bui Israel

Esek-Esek di Bui Israel
Oleh Buyung Sutan Muhlis

Penjara-penjara di Israel rentan skandal seks. Narapidana laki-laki bisa berhubungan intim dengan sipir perempuan, entah itu atas dasar suka sama suka ataupun spionase.

Sepekan sebelum serangan mendadak pasukan Hamas pada 7 Oktober 2023, pers ramai memberitakan keputusan pemerintah setempat yang melarang penempatan para tentara perempuan di penjara-penjara Israel. Keputusan itu punya sangkut-paut dengan sebuah laporan tentang seorang perempuan anggota Prajurit Pasukan Pertahanan Israel (IDF), yang sedang menyelesaikan dinas wajib militernya sebagai penjaga penjara. Ia diduga telah terlibat melakukan hubungan intim dengan salah seorang narapidana paling berbahaya selama setahun terakhir.

Tak lama setelah laporan mengenai hubungan tersebut muncul, Komandan Layanan Penjara Israel (IPS), Katy Perry, dan Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan semua tentara perempuan IDF akan segera berhenti bertugas sebagai penjaga di penjara keamanan. 

Tentara perempuan yang tidak disebutkan namanya itu, tidak sendirian. Disebut-sebut, ada empat tentara perempuan lainnya yang juga bercinta dengan lelaki yang sama. Penjara Ramon di Israel Selatan pun berubah menjadi gudang esek-esek. 

Awalnya, pemberitaan media tidak menyebut nama terpidana bersangkutan. Alasannya, Pengadilan Magistrate Petah Tikva menutup banyak rincian kasus saat itu, termasuk identitas narapidana terorisme.

Namun selang dua hari kemudian, jurnalis Michael Horovitz menulis lebih detail perkembangan skandal seks tersebut. Bahwa tahanan yang diduga pelaku skandal seks itu adalah Mazen Al-Qadi, yang dihukum dalam serangan teror tahun 2002.

Qadi berusia 43 tahun, anggota Brigade Martir Al-Aqsa yang berafiliasi dengan Fatah. Dia terlibat dalam serangan 5 Maret 2002 di restoran Pasar Makanan Laut di  Tel Aviv yang menewaskan tiga orang dan melukai 35 lainnya. Beberapa hari setelah peristiwa itu ia ditangkap dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Ia dibui di penjara Ramon, dekat Mitzpe Ramon di gurun Negev.

Qadi disebut-sebut memiliki ponsel. Tidak dijelaskan dari mana ia memperoleh benda tersebut yang digunakannya untuk berkomunikasi dengan perempuan sipir yang kini menjadi tahanan rumah. Tak menutup kemungkinan ponsel itu akan diusut aparat Israel. Bukan mustahil pula ponsel ini akan dihubung-hubungkan dengan bobolnya pertahanan negara itu dalam peristiwa 7 Oktober 2023. Sejak awal persidangan, Qadi sendiri telah dipindah ke sebuah sel yang lokasinya dirahasiakan.

Selain para terduga skandal seks, tiga pejabat IPS juga akan diperiksa. Mereka dicurigai mengetahui hubungan Qadi dengan lima perempuan tersebut.

Namun, teman-teman Qadi satu sel menyangkal affair tersebut. “Kontak apapun, baik suka sama suka atau tidak suka sama tidak suka antara seorang tahanan dan staf penjara tidak dapat kami terima. Itu bertentangan dengan nilai-nilai kami, agama kami, tradisi kami, dan adat istiadat kami,” tulis Horovitz mengutip para terpidana.

Mucikari Tentara

Seks di penjara-penjara Israel bukan cerita baru. 

Elana Maryles Sztokman, seorang sosiolog Amerika, penulis, dan aktivis feminis Yahudi, mengecam tindakan perwira IDF yang dengan sengaja mengirim tentara perempuan di bawah komandonya untuk diperkosa oleh seorang teroris Palestina di sebuah penjara di Gilboa. 

Dalam catatannya, komandan Penjara Gilboa Freddy Ben Shitrit, yang saat itu tidak bertugas, membenarkan bahwa penjaga perempuan sering digunakan sebagai “alat tawar-menawar” dengan narapidana. Shitrit mengatakan penjara tersebut “menjadi mucikari tentara” dan “mereka menyerahkan tentara perempuan kepada teroris untuk tujuan seksual.

Menurut perempuan penerima anugerah Jewish Book Council Award itu, antara 2014-2017, Hila, perempuan muda yang sedang menjalankan wajib militernya sebagai sipir, berulang kali diinstruksikan komandannya untuk melayani secara seksual seorang tahanan Palestina bernama Mahmoud Atallah. Sosok ini telah dijatuhi hukuman karena pembunuhan dan teror. 

Hila ditinggalkan sendirian bersama sang terpidana di area tanpa kamera, di tempat dia kemudian diperkosa. Atallah sendiri saat itu diijinkan berjalan-jalan tanpa diborgol.

Ada lima tentara perempuan lainnya yang juga dijadikan ‘umpan’. Mereka dijanjikan hak-hak istimewa oleh sang komandan.

“Komandan saya, atasan saya, orang-orang yang saya pikir seharusnya melindungi saya, menyerahkan saya kepada teroris ini. Mereka memastikan bahwa saya akan sendirian bersamanya, bertentangan dengan pedoman yang jelas, agar dia menyiksa saya dengan kejam dan melakukan pelecehan seksual terhadap saya berulang kali. Dan bukan hanya saya, juga banyak sipir penjara perempuan lainnya. Dia bisa saja membunuh saya, atau menyandera saya, hanya kami berdua, tanpa borgol atau jeruji. Dia adalah seorang terpidana pembunuh! Seorang teroris! Apa yang mereka pikirkan pada diri mereka sendiri? Bahwa dia 'hanya' akan bersenang-senang denganku? Tidak apa-apa? Tidak apa-apa mengorbankan prajurit perempuan demi mendapatkan informasi? Diam? Uang? Saya bahkan tidak dapat membayangkan apa yang mereka dapatkan sebagai imbalan atas jenazah seorang prajurit perempuan,” kata Hila yang dikutip Sztokman.

Hila melaporkan pemerkosaan tersebut ke pihak berwenang setelah bebas tugas pada 2017. Namun upaya itu tidak membuahkan hasil. Aparat peradilan disebut-sebut telah diperintahkan untuk bungkam.

Sztokman mengaku, skandal mucikari tentara di penjara Gilboa adalah kasus yang paling membuatnya terkejut setelah bertahun-tahun meneliti pelecehan seksual. 

Di luar skandal seks petugas penjara dengan narapidana, di sejumlah penjara setempat juga berkali-kali terjadi pelecehan seksual yang dilakukan para pegawai tetap dan komandan. Yang mengejutkan, 38 persen dari 13.000 tentara wajib militer yang bertugas di Sistem Penjara Israel mengatakan mereka mengalami pelecehan seksual.

Laporan Pengawas Keuangan Israel Matanyahu Engelman mengatakan kasus tersebut adalah puncak gunung es. Ini menunjukkan realitas organisasi yang meresahkan; satu dari empat petugas mengalami pelecehan seksual. 

Laporan itu kemudian menjadi rekomendasi pendirian komite gabungan yang dibentuk oleh Kementerian Pertahanan dan Keamanan Publik Israel. Komite ini mulai melakukan pemecatan terhadap tentara-tentara yang bermasalah, khususnya terkait kasus tersebut, sejak pertengahan 2012. Mereka digantikan para penjaga yang lebih profesional.

Namun belum kelar beres-beres itu, muncul kasus lain yang tak kalah heboh, terkait perselingkuhan tentara perempuan. 


Buyung Sutan Muhlis, seorang kutu buku. Pernah menjadi wartawan di beberapa media cetak dan daring. Penulis lepas, dan menulis beberapa buku, diantaranya De Ampenan (2019), Satria Bongancina (2021), dan Layar Nasib (2022).
Alamat        : Jl. Danau Segara Anak II No. 6, Pagutan Permai, Mataram 
No. HP/WA    : 0818363088
Email        : [email protected]
Rekbank    : 735001014494538, BRI
NPWP        : 425195377911000