Bukan Donatur, Jangan Ngatur

Bukan Donatur Dilarang Ngatur: Tren Kebebasan atau Justru Sekadar Imajinasi?

Di era modern, banyak perempuan muda menggaungkan slogan "Bukan Donatur Dilarang Ngatur" sebagai bentuk kebebasan dari campur tangan siapa pun, terutama pria. Pesannya jelas: jika kamu bukan donatur, jangan coba-coba ikut mengatur hidup seseorang. Namun, apakah slogan ini benar-benar mewakili kebebasan sejati atau justru menjadi jebakan baru dalam sistem kapitalisme?

Dalam konteks sosial saat ini, banyak perempuan menganggap bahwa kebebasan finansial adalah kunci utama kemandirian. Apa itu donatur dalam perspektif ini? Donatur adalah seseorang yang memberikan bantuan dalam bentuk finansial, materi, atau sumber daya lainnya tanpa mengharapkan imbalan. Tetapi, bagaimana jika kebebasan yang didapat justru tetap mengarah pada ketergantungan terhadap sistem ekonomi yang objektif?

Antara Kebebasan dan Pengaturan: Siapa yang Sebenarnya Berkuasa?

Tren sugar relationship misalnya, menjadi contoh nyata bagaimana perempuan sering kali dikaitkan dengan investor adalah pihak yang mengeluarkan modal dan memiliki kendali terhadap sesuatu. Dalam hal ini, seorang sugar daddy bisa dianggap sebagai investor yang ‘menanamkan modal’ dengan imbalan tertentu.

Sebagian orang melihat hubungan semacam ini sebagai bentuk kebebasan finansial, tetapi apakah benar-benar begitu? Dalam kenyataannya, banyak perempuan yang akhirnya tetap ‘diatur’ oleh mereka yang memiliki kekuatan finansial lebih besar. Tanpa disadari, perempuan masih berada dalam lingkaran sistem yang sama, hanya dalam bentuk yang berbeda.

Bahkan dalam survei terbaru, ditemukan bahwa perempuan generasi Milenial mematok standar kekayaan empat kali lebih tinggi dibandingkan perempuan Gen Z. Ini membuktikan bahwa standar kebebasan finansial terus berubah sesuai dengan bagaimana sistem ekonomi bekerja.

Ucapan Terima Kasih kepada Donatur: Realita atau Formalitas?

Ketika berbicara soal kontribusi, ucapan terima kasih kepada donatur sering kali menjadi formalitas. Namun, dalam konteks kehidupan sosial, peran donatur bisa menjadi pisau bermata dua. Jika donatur hanya dihargai berdasarkan sumbangan finansialnya, apakah itu berarti kebebasan finansial benar-benar terwujud?

Feminisme modern yang tidak berbasis pada kelas sosial telah terseret dalam pusaran kapitalisme, di mana perempuan tetap diukur berdasarkan berapa banyak yang bisa mereka hasilkan atau konsumsi. Seperti yang dikatakan oleh Judith Butler dan Simone de Beauvoir, perempuan sering kali terjebak dalam sistem yang tidak memberikan kebebasan sejati, melainkan hanya ilusi kebebasan yang ditentukan oleh uang.

Pengaturan Sosial: Perempuan dan Kapitalisme

Dalam studi terbaru tentang kesetaraan gender, ditemukan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam aspek partisipasi ekonomi perempuan. Pengaturan dalam struktur sosial tetap menempatkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki.

Menurut laporan McKinsey Global Institute, partisipasi tenaga kerja perempuan di Indonesia stagnan selama 20 tahun terakhir, hanya berkisar di angka 51%. Di Eropa, angka partisipasi tenaga kerja perempuan mencapai 67,7%, tetapi tetap lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 78,55%.

Jika perempuan terus menilai kebebasan mereka berdasarkan uang, bukankah ini berarti mereka masih dikendalikan oleh sistem yang sama? Feminisme sejati seharusnya membebaskan perempuan dari segala bentuk objektifikasi, bukan hanya menciptakan standar baru yang tetap berbasis materi.

Kesimpulan: Apakah Kita Benar-Benar Bebas?

Slogan "Bukan Donatur Dilarang Ngatur" memang terdengar seperti manifesto kebebasan, tetapi apakah kebebasan tersebut benar-benar ada? Jika perempuan masih harus membuktikan nilai mereka berdasarkan aspek finansial, apakah mereka benar-benar telah merdeka?

Ucapan terima kasih kepada donatur bukan hanya tentang menghargai bantuan, tetapi juga tentang menyadari bahwa kebebasan sejati bukan hanya soal finansial, tetapi juga tentang keberanian untuk hidup tanpa dikendalikan oleh sistem kapitalisme atau patriarki.

Jadi, pertanyaannya bukan lagi apa itu donatur, tetapi apakah kita benar-benar bebas atau hanya berpindah dari satu bentuk ketergantungan ke bentuk lainnya?