Easy A
Oleh: Candra Aditya
I’m a big fan of coming-of-age films. Meskipun tidak banyak sinefil yang menganggap genre ini menarik (termasuk juga pembuat film Indonesia) tapi saya selalu menyempatkan menonton film remaja terbaru (kecuali mungkin film remaja buatan Indonesia karena mayoritas pembuat filmnya seperti tidak tahu bagaimana cara remaja berinteraksi).
Nonton film remaja selalu memberikan saya kenyamanan yang kompleks. Dalam konteks film remaja, semuanya terasa lebih fiksi daripada apapun. Tidak ada remaja yang berjerawat, semua orang good looking (bahkan orang tuanya juga) dan secara status ekonomi hampir semua berkecukupan. Masalah karakternya rata-rata soal asmara. Tapi entah kenapa saya tidak peduli. Ketika menonton film remaja, saya percaya percaya saja dengan apapun yang pembuatnya bilang.
“Ini lho, Lindsay Lohan di-bully.” Saya percaya 100%.
Mungkin karena topik film remaja yang selalu itu-itu saja, tidak heran kalau kebanyakan dari mereka tidak menjadi tontonan yang bertahan lama. Hanya beberapa film remaja yang akhirnya tetap enak ditonton setelah bertahun-tahun. Dalam artikel ini saya akan menjelaskan kenapa Easy A tidak hanya pantas dinobatkan menjadi salah satu film remaja terbaik tapi juga (menurut saya) pantas memenangkan Oscar (oke ini berlebihan but I don’t care).
***
Easy A bercerita tentang seorang remaja bernama Olive Penderghast yang biasa saja (meskipun yang memerankannya adalah Emma Stone). Dia tidak populer, dia tidak punya pacar, dia suka berkhayal tentang temennya yang cakep. Sahabatnya adalah Rhiannon (Aly Michalka), yang self-proclaim sebagai seorang slut. Sebagai satu-satunya teman dekat, Olive selalu mencoba untuk hadir dalam hidup Rhiannon. Tapi masalahnya orang tuanya terlalu aneh dan disfungsional (mereka hippies yang tidak ragu-ragu menanggalkan baju di depan tamu). Olive menggunakan alasan bahwa dia sibuk padahal Rhiannon sadar benar kalau Olive tidak punya kehidupan sosial.
Disinilah Easy A dimulai. Olive berbohong bahwa dia dekat dengan cowok dan mengarang sebuah cerita bahwa dia dan gebetannya ini having sex untuk pertama kalinya. Obrolan yang sangat privat ini kemudian menjadi kontroversial karena Marianne Bryant (the perfectly cast Amanda Bynes) mencuri dengar pembicaraan ini di toilet. Marianne adalah seorang pemimpin grup relijius di sekolah Olive (bayangkan ketua rohis atau semacamnya). Olive dengan singkat langsung menjadi bahan gosip dan dikenal semua orang. Tidak lama bagi teman-teman Olive, sampai akhirnya sahabatnya sendiri, untuk ngecap Olive sebagai “l*nte”.
***
Ketika saya pertama kali menonton Easy A 13 tahun lalu, saya tahu bahwa ini bukan film remaja biasa. Bert V. Royal sebagai penulis skrip mempunyai selera humor yang spesifik. Dialog dalam Easy A tidak hanya sangat catchy tapi juga tidak termakan umur. Jokes-jokes-nya selalu on point. Dan dia memberikan karakterisasi yang tiga dimensional kepada hampir semua karakter yang ada. Bahkan karakter yang hanya mendapatkan satu line mempunyai fungsi yang jelas dalam Easy A.
Tapi seiring berjalannya waktu Easy A, menurut saya, menjadi semakin relevan. Keberadaan Twitter dan akun base membuat apa yang dirasakan (dan nantinya dilakukan oleh Olive) menjadi semakin make sense. Apa yang dirasakan oleh Olive, dituduh jual diri hanya karena satu orang mendengarnya having sex membuat saya selalu déjà vu setiap kali melihat satu tweet dari akun base muncul di timeline saya. Seperti halnya sekolah SMA, di akun base semuanya fair game untuk dikomentari. Entah itu Anda kecapekan naik KRL atau bahkan menyediakan masakan untuk suami, semuanya bisa menimbulkan keributan yang besar.
Di akun base mungkin saya belum mendengar cerita tentang seorang yang di-julid-in netizen dan akhirnya memutuskan fight back. Tapi mungkin dengan menonton Easy A, kalian bisa mendapatkan sedikit inspirasi. Dalam film ini, Olive akhirnya memutuskan untuk membantu temannya yang gay yang pura-pura menjadi straight for a little while (karena tentu saja coming out selalu ada di tangan si orang tersebut) dengan berpura-pura having sex di pesta temannya. Rhiannon meskipun menyebalkan tetap menempati tempat yang spesial di hati Olive. Dia masih belum peduli dengan orang-orang lain memberinya label yang buruk. Tapi begitu Rhiannon mengatakan bahwa Olive adalah ‘perek’ maka Olive memutuskan untuk balas dendam: dengan tampil seperti apa yang mereka tuduhkan.
Adegan Olive memakai lingerie dengan kacamata hitam berjalan di lorong sekolah dengan backsound lagu Sexy Silk adalah salah satu sekuens sinema paling menggetarkan yang saya lihat dan saya nonton Ashiap Man. Jeniusnya adegan ini adalah baik Olive (dan juga penulis skripnya) membuktikan bahwa orang-orang yang menuduhnya sebagai ‘cewek gampangan’ ini tidak akan senang dengan ini. Mereka tidak akan senang dengan apapun. Mereka julid ketika Olive diam-diam saja dan mereka makin marah ketika dandanan Olive seakan mau menunjukkan “Ya, aku memang sugar baby”. Haters will be haters.
***
Satu lagi hal yang mungkin membuat Easy A menjadi salah satu film favorit saya (to the point saya memajang posternya di kamar) adalah karena film ini memiliki karakter orang tua paling aduhai, paling best, paling top dalam dunia film remaja. Diperankan oleh Patricia Clarkson dan Stanley Tucci, orang tua Olive adalah jenis orang tua yang diinginkan oleh remaja manapun dalam hidupnya.
Mereka punya selera humor yang luar biasa bagus. Mereka terlihat sangat akrab dan saling mencintai. Mereka tidak ragu-ragu untuk menunjukkan kasih sayang itu kepada anak-anak mereka. Dan yang terpenting: mereka tidak pernah sekali pun menghakimi kelakuan anaknya. Mereka menerima semua kesalahan anak-anak mereka dengan tangan terbuka. Mereka komunikatif dan mereka adalah problem solver.
Melihat bagaimana Olive berinteraksi dengan keduanya membuat saya iri setengah mati, kapan pun saya menonton film ini. Andaikan semua orang mempunyai orang tua seperti mereka, saya yakin akun-akun base yang diisi dengan orang-orang bitter itu tidak akan pernah ada. Karena apa? Karena mereka tidak membutuhkan validasi orang lain dengan membuat tweet tweet julid nggak penting.
Easy A dapat disaksikan di Netflix