Ingin Konsumsi Etis Tapi Tersandung Oleh Harga

Suatu hari, saya berjalan-jalan ke sebuah acara yang mengusung tema green economy. Sebuah sikat gigi kayu yang ramah lingkungan memikat hati saya, harganya sudah di atas Rp 100 ribu. Berbeda jauh dengan sikat gigi pada umumnya yang cuma Rp 15 ribu. Barang-barang lainnya pun juga demikian, semua harganya cenderung mencekik kantong. Kalau begini, yang bisa pakai produk-produk itu hanya orang yang mampu-mampu saja dong?

Harga Produk Ramah Lingkungan yang Selangit
Seiring berjalannya waktu, produksi dan populeritas produk ramah lingkungan memang semakin melejit. Di Indonesia sendiri, sekitar 96,7 persen generasi Millenial dan Gen Z memilih produk yang ramah lingkungan. Faktor yang mendorong adalah kesadaran pentingnya untuk memilih, membeli, dan mengkonsumsi produk-produk ramah lingkungan. Mereka juga sudah aktif menerapkan gaya hidup #BijakBerplastik. Bayangkan, Gen Z sendiri berjumlah 74,93 jiwa dan Millenial berjumlah 69,36 juta, berarti nyaris 144,29 juta dari 279,5 juta orang di Indonesia sudah melek lingkungan.

Namun, masalahnya, kesukaan mereka terhadap produk ramah lingkungan harus bertepuk sebelah tangan. Menurut sebuah penelitian, produk ramah lingkungan lebih mahal sekitar 70-80 persen dari produk konvensional. Nah, untuk jenis produk ramah lingkungan yang dibeli masyarakat sendiri ada: makanan (56,7%), produk rumah tangga lainnya (47,8%), dan pakaian (37,4%). Sementara, selisih produk konvensional dengan ramah lingkungan dari ketiga barang itu (makanan, rumah tangga, dan pakaian) bukan main jauhnya.


Disclaimer: harga ini diambil saat dollar Amerika sekitar Rp 16 ribu pada 30 Mei 2024.

Produk Makanan
Harga Konvensional
Harga Organik dan Ramah Linkungan
Perbedaan Persentase
Beras
Rp 22,523.87
Rp 64,345.54
185 persen
Spageti dan sejenisnya
Rp 16,091.02
Rp 26,549.00
65 persen
Tomat kalengan
Rp 12,872.81
Rp 19,308.36
50 persen
Susu krim (bebas susu)
Rp 106,176.15
Rp 353,986.71
233 persen
Tahu
Rp 58,718.63
Rp 77,233.46
31,5 persen
Seledri
Rp 62,740.45
Rp 112,641.08
79,5 persen


Produk Perawatan
Harga Konvensional
Harga Organik dan Ramah Lingkungan
Perbedaan Persentase
Deodoran
Rp 62,762.17
Rp 112,606.15
79,5 persen
Pasta gigi
Rp 88,514.84
Rp 160,061.59
80 persen
Sabun cuci tangan
Rp 44,903.39
Rp 128,707.13
187 persen
Pelembab
Rp 128,755.27
Rp 320,963.40
150 persen
Tisu toilet
Rp 193,039.11
Rp 547,116.37
183 persen

Produk Fashion
Harga Konvensional
Harga Organik dan Ramah Lingkungan
Perbedaan Persentase
Sepatu kets
Rp 1,930,625.95
Rp 1,930,625.95
0 persen
Kaos
Rp 32,173.55
Rp 513,250.27
1495 persen
Pelindung kepala
Rp 257,429.60
Rp 1,448,041.51
462.5 persen
Kaos kaki
Rp 16,091.02
Rp 160,094.77
895 persen


Sumber: Ecocation

Penyebab utamanya jelas karena produk ramah lingkungan lebih mahal—baik dari biaya produksi maupun tenaga kerjanya. Contohnya, katun organik lebih mahal daripada katun konvensional karena proses penanamannya tanpa pestisida. Ada upaya lebih dari proses pembuatan produk ramah lingkungan yang membuatnya jadi lebih mahal. Belum lagi faktor kualitas dan keamanannya yang tinggi karena tak mengandung bahan-bahan berbahaya.

Tapi di satu sisi, ada juga perdebatan bahwa sebenarnya produk hijau tidak mahal, hanya saja produk konvensional bisa murah karena dibayar dengan kerusakan alam. Ketika kita membeli barang konvensional yang murah, sebagian harganya sudah ‘disubsidi’ oleh alam. Contohnya adalah produk fast fashion. Disebut fast fashion karena harganya murah dan mengikuti siklus tren yang semakin lama semakin cepat berganti. Dua hal ini yang menyebabkan limbah tekstil semakin menumpuk dan menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran laut.

Maka tidak berlebihan untuk mengklaim bahwa produk ramah lingkungan memang ditujukan untuk orang-orang kaya. Orang-orang ini sadar bahwa uang yang mereka punya bisa digunakan untuk membuat statement bahwa mereka melek lingkungan. Hal ini adalah bagian dari paham ethical consumerism (konsumsi etis), dimana moral punya kaitan dengan pola konsumsi. 

Sulitnya Ekonomi Kelas Bawah Untuk Berkontribusi pada Keberlanjutan Lingkungan
Tingginya harga produk ramah lingkungan membuat produk ini tak bisa dijangkau oleh banyak orang. Boro-boro beli sikat gigi seharga Rp 100 ribu, wong, kehidupan paling dasarnya saja sudah ngos-ngosan. Pun saya juga yakin kelas menengah Indonesia banyak yang tidak bisa membeli—kalau tidak mau disebut ogah—membeli sikat gigi seharga itu. 

Ya ini tidak mengherankan, mengingat rata-rata pendapatan pekerja korporat Indonesia tahun 2023 ada di angka Rp 3,18 juta. Sedangkan rata-rata pendapatan pekerja bebas di tahun yang sama ada di angka Rp 1,6 juta. Kalau kemampuan ekonominya hanya segini, kebayang kan kalau yang bisa membeli sikat gigi tadi paling hanya segelintir orang saja?

Kalau sudah begini, keberlanjutan lingkungan lagi-lagi hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berduit. Kita yang biasa-biasa saja ya… Harus puas dengan produk konvensional yang berkontribusi ke kehancuran alam.