Ngidam Gaet Generasi Muda, Apa Janji-janji Capres Untuk Kesehatan Mental?

Ngidam Gaet Generasi Muda, Apa Janji-janji Capres buat Kesehatan Mental?

“Tidak ada gunanya memiliki keterampilan yang tinggi kalau mentalnya tidak sehat, fisiknya tidak sehat, percuma. Hati-hati mengenai ini, ini sudah lama kita lupakan," ucap Jokowi pada akhir tahun 2022. Ucapannya membuat saya berpikir, memang seharusnya, kesehatan mental jadi isu yang disadari oleh pemerintah sejak dulu. Apalagi sekarang marak sekali ledekan, “Anak zaman sekarang dibentak dikit langsung ke psikolog!” Saya hanya bisa bergumam dalam hati, “Lah, apa salahnya ke psikolog?”

Kesehatan Mental di Era Jokowi
Kurang lebih lima tahun silam, ketika Jokowi hendak menuju dua periode, isu kesehatan mental tak luput dari pandangannya meski tak dibahas secara mendalam. Kala ia berkampanye, data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa di Indonesia lebih dari 19 juta penduduk usia di atas 15 tahun terkena gangguan mental emosional dan 12 juta orang di atas 15 tahun mengalami depresi. Ternyata tak sedikit jumlah orang yang sudah depresi sejak remaja.

Selanjutnya, saat itu Indonesia juga dinilai masih minim pengimplementasian soal UU Kesehatan Jiwa. Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menunjukkan, bahwa ada 987 dokter jiwa di Indonesia. Sementara mereka menangani lebih dari 250 ribu penduduk. 

Ironisnya, standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seorang dokter seharusnya melayani 30 ribu penduduk. Berarti Indonesia masih memiliki sumber daya yang sedikit untuk menangani masalah kejiwaan. Namun di 2023, jumlah psikiater meningkat jadi 1.053. Tapi… angkanya tetap saja tak sebanding dengan pasien yang harus ditangani. 

Sumber: Ikatan Psikolog Klinis

Saya melakukan riset soal visi misi Jokowi-Ma'ruf Amin tentang kesehatan mental, hasilnya lebih banyak mengantarkan saya pada penekanan revolusi mental—yang artinya warga Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa—daripada kesehatan mental.

Meski begitu, seiring berjalannya waktu, mungkin Jokowi menyadari pentingnya kesehatan mental. Setidaknya, pada Agustus 2023, Jokowi meninggalkan warisan, sebuah pembaharuan dari UU Kesehatan Jiwa. Salah satu hal yang mencolok adalah penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Tapi yang paling signifikan lagi, UU Kesehatan Jiwa yang baru menekankan adanya sanksi bagi orang yang memasung para ODGJ, mengingat memang selama ini stigma orang dengan permasalahan jiwa adalah harus dipasung.

Jika Anda googling di internet, tak banyak program di era Jokowi terhadap penanganan kesehatan mental. Ya memang, Jokowi sendiri lebih menekankan pada semboyan, “kerja, kerja, kerja” dan juga penekanan kesehatan secara fisik karena pada periode keduanya, Indonesia dibabat oleh Covid-19.

Janji-janji Capres Untuk Kesehatan Mental di 2024-2029
Kini, ketiga capres sedang beradu berebut suara. Nomor urut satu ada Anies-Cak Imin, kedua Prabowo-Gibran, ketiga Ganjar-Mahfud. Sepertinya, melihat dari apa yang sudah terjadi di lapangan, ketiganya berebut suara menyasar Gen Z, generasi yang dianggap lebih aware soal kesehatan mental. 

Dari data indeks kesehatan mental di Indonesia, sampai pada 2023, terdapat 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7 persen. Yang perlu disorot lebih lanjut, setiap tahunnya, penduduk Indonesia bisa bertambah hingga 3 juta jiwa. Berarti, kalau kondisinya begitu-begitu saja, kemungkinan penduduk mengalami depresi akan lebih besar lagi. Lalu, apa yang ditawarkan pada capres untuk menangani kesehatan mental? Disclaimer: semua program yang ditulis ini diambil dari buku visi misi masing-masing paslon.

Anies-Cak Imin
Mendorong edukasi tentang pentingnya kesehatan mental untuk menghapus stigma negatif dan membuat peer support group.
Penambahan ruang publik dan fasilitasi berbagai kegiatan masyarakat sebagai tempat mengekspresikan diri dan potensinya.
Mendorong hadirnya konselor/psikolog di puskesmas dan menyediakan layanan konseling daring gratis.
Memperkuat sistem rujukan pelayanan kesehatan jiwa di setiap provinsi melalui peningkatan layanan kesehatan jiwa di rumah sakit.

Prabowo-Gibran
Memperbaiki program kesehatan jiwa yang lebih responsif menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Ganjar-Mahfud
Penyediaan nomor darurat 24 jam 7 hari seminggu bebas biaya dan membentuk lembaga komunikasi krisis untuk menangani masalah kesehatan mental secara responsif dan holistik.
Membangun pos-pos konseling di semua kampus, layanan kesehatan jiwa di semua puskesmas, dan fasilitas layanan jiwa di seluruh rumah sakit umum.

Bagaimana nanti teknis eksekusi para capres untuk membenahi kesehatan mental? Saya juga belum tahu sampai tulisan ini dibuat, sumber riset saya terbatas pada buku visi misi mereka. Ada baiknya kita pun terus memantau ketiga paslon ini dan melihat mana yang benar-benar menunjukkan kesungguhan untuk memperbaiki kesehatan mental. Jangan gampang terbujuk jargon karena kecap selalu nomor satu~