Jembatani Jurang Generasi dengan VR

Jembatani Jurang Generasi: Pemuda Bali Ini Mengenalkan VR pada Lansia


Fenomena kesenjangan generasi atau generational gap memang tidak terhindarkan. Lahir dan tumbuh dengan suasana yang berbeda, membuat jurang generasi atau kesenjangan generasi menjadi semakin terasa. Hal ini juga membuat komunikasi antar-generasi kehilangan benang merah. Berdasarkan hal tersebut Martha, mahasiswa asal Gianyar, Bali melakukan proyek sederhana untuk menjembatani jurang generasi. Kegiatan menjembatani jurang generasi ini juga biasanya disebut dengan intergenerational activity. 

Gede Martha merupakan seorang mahasiswa yang berkuliah di salah satu universitas swasta di Denpasar. Proyek sederhana yang Martha kerjakan ini merupakan bagian dari project Community Seniors Involved International (CSII) dari Act Global, sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang bergerak di bidang kepemudaan di Denpasar. Tahun lalu, Martha bahkan sempat terbang ke Filipina untuk berdiskusi lebih dalam perihal isu ini. 

Saya berbincang bersama Martha mengenai inisiatif yang dia kerjakan. Jelasnya, kegiatan yang dirinya lakukan adalah memperkenalkan teknologi virtual reality (VR) kepada para lansia. Tujuannya adalah supaya lansia dan anak-anak muda Gianyar bisa merasakan pengalaman jalan-jalan keluar negeri menggunakan VR. Untuk proyek ini, Martha menggunakan aplikasi bernama Wander.

Kegiatan ini dia lakukan di lingkungan Klenteng Cong Po Kong Bio Gianyar, Bali tanggal 9 Mei 2022 lalu. Alasan di balik kegiatan yang dia kerjakan ialah untuk memberikan pengalaman bagaimana rasanya ke luar negeri. Pengalaman yang sulit dirasakan oleh banyak orang.

“Peserta lansia adalah kenalan ayahku dari Klenteng Cong Po Kong Bio, sedangkan peserta pemuda merupakan mahasiswa dari STMIK Primakara,” jelas Martha. 

Lanjut Martha, lansia di lingkungannya kebanyakan mengisi hari-hari dengan berorganisasi di Klenteng Cong Po Kong Bio Gianyar. Selain itu, ada juga yang bekerja sebagai pemangku setempat. “Para lansia yang sudah pensiun, biasanya tinggal di rumah bersama keluarga mereka,” papar Martha. 

Ada 7 lansia yang berpartisipasi dalam sesi ini, yaitu Mustika (77 tahun), Ratnawati (68 tahun), Nyoman Yudiana (77 tahun), Ketut Suartika (63 tahun), Rusmini (72 tahun), Suarta (65 tahun), dan Suyatno (68 tahun). Di waktu yang berlainan, Martha juga mengajak beberapa teman sebayanya untuk mencoba teknologi VR. 

Lebih lanjut mengenai bagaimana kegiatan yang dia kerjakan. Martha menjelaskan bahwa proses pengerjaan proyeknya dimulai dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada para lansia dan pemuda tentang luar negeri dan VR. Setelah mendapatkan jawaban, Martha memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan VR untuk merasakan simulasi berjalan di luar negeri. 

Lansia Mencoba VR

Ketujuh lansia yang ikut mencoba virtual reality kompak mengatakan tidak tahu menahu apa itu virtual reality. Selain itu, sebagian besar dari mereka juga belum pernah merasakan pengalaman ke luar negeri. Inilah momen para lansia mencoba menggunakan teknologi virtual reality dengan simulasi berjalan-jalan di luar negeri. 

 

Made Mustika sudah berusia 78 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai seorang pemangku. Dia mengatakan bahwa dirinya pernah ke luar negeri, dan tak tahu-menahu apa itu VR. Tapi ketika ditanya apakah bersedia mencoba teknologi VR untuk pengalaman ke luar negeri, dia mengangguk. 

Saat memakai VR, Made Mustika terlihat terpukau. Sambil menahan VR yang terpasang di kepalanya, dia mencoba melihat sekeliling. Made Mustika bahkan mencoba untuk berdiri dan terus mengamati keadaan sekitar di dalam dunia virtual yang dia masuki. Ditanya perasaan setelah menggunakan VR, Made Mustika menjawab pendek, “bagus.”

 

Ratnawati, 69 tahun, Belum pernah ke luar negeri, dan ingin ke luar negeri. Sehari-hari merupakan seorang pedagang. Dirinya juga tidak tahu dan belum pernah mendengar apa itu VR. 

“Ini dimana?” tanya dalam bahasa Bali saat VR sudah dikenakan di kepalanya. Kemudian dia dijelaskan bahwa dunia virtual yang dia masuki adalah Singapura. Sambil sedikit terlihat gugup, Ratnawati mulai melihat ke kiri dan ke kanan, mengamati kota yang tidak pernah dia kunjungi kecuali melalui alat bernama VR ini. “Senang ke luar negeri dan rasanya lebih gampang ke luar negeri,” itulah jawabnya ketika ditanya perasaan setelah bertualang di Singapura melalui VR. . 

 

“Coba mendongak dan lihat langit,” ujar suara pria ketika Nyoman Yudiana, 78 tahun, mulai mengenakan VR di kepalanya. Dia pun mulai menghadap ke atas serta melihat suasana dunia virtual yang dia masuki. Dia sedikit bergumam mengenai apa yang dia lihat. 

Sebelumnya, Nyoman Yudiana sendiri tidak tahu apa itu VR. Dia juga tidak tahu bahwa ke luar negeri sekarang bisa melalui teknologi yang disebut dengan virtual reality. Dia sendiri sebenarnya ingin ke luar negeri secara langsung, tapi karena kendala ekonomi, keinginan itu belum terpenuhi. Saat bisa mengunjungi luar negeri secara virtual dia berujar mantap, “Seneng.” 

 

“Wah ini baru enak (rasanya) ini,” sambil membenarkan alat VR yang terpakai di kepalanya. Diminta untuk sedikit melangkah, ia berkata “Ini kalau saya jalan bisa bertabrakan,” ujarnya sambil tertawa dan mulai mengamati sekeliling. Beberapa kali dia berujar bahwa pemandangan di dunia virtual yang dia masuki sangat indah. 

Sekilas itulah reaksi saat Ketut Suartika mencoba teknologi VR. Di usianya yang ke 64, dia mengaku belum pernah ke luar negeri, dan ingin ke luar negeri. Saat disebutkan mengenai teknologi VR, dia menyebut dirinya tidak tahu apa itu VR. Kesan setelah menggunakan VR menurut Ketut Suartika rasanya luar biasa. “Seperti memang kita ada dan terlibat di sana, tadi kan di Prancis, rasanya luar biasa,” jelasnya. 

 

Made Rusmini, 72 tahun diajak berjalan-jalan ke Inggris. Dalam dunia virtual yang dia masuki, dia mulai mengamati suasana sekitar. “Ini jalur sepeda, ini jalur trotoar (pejalan kaki),” jelasnya saat mencoba mendeskripsikan apa yang dia lihat. 

Sehari-hari Made Rusmini merupakan ibu rumah tangga (IRT). Dia sendiri belum pernah ke luar negeri dan tidak tahu mengenai teknologi yang disebut sebagai VR. Ditanya perihal bagaimana perasaannya setelah menggunakan VR, dia menjawab senang. 

 

“Di luar negeri ini ya?” tanyanya sembari  tangannya menunjuk saat alat VR mulai terpasang di kepalanya. Suarta berusia 65 tahun saat pertama kali menggunakan VR. Dia tidak mengetahui bahwa ada teknologi yang bisa membawa ke luar negeri meskipun secara virtual. Dia sendiri belum pernah berkunjung ke luar negeri, karenanya saat mendapatkan kesempatan ke luar negeri menggunakan VR, dirinya merasa senang. Beberapa kali dirinya bergumam dan mengagumi gedung-gedung tinggi yang dia lihat kala berkunjung ke Hongkong melalui teknologi VR. 

 

Duduk di kursi plastik berwarna putih, Suyatno, diajak untuk mengunjungi Singapura. Saat alat VR yang Martha bawa mulai dipasangkan di kepala Suyatno, dia mulai mengamati sekelilingnya. Dia bertanya kembali untuk memastikan dirinya sedang berada di mana. Menginjak usia 68 tahun, dirinya belum pernah ke luar negeri. Dia juga tak tahu mengenai teknologi yang bernama VR. Ditanya perasaanya setelah menggunakan VR dia menjawab  “senang” dengan datar. 

Martha mengakui banyak mengambil pelajaran dari proyek ini. Menurutnya, sebagai generasi muda yang hidup di dunia yang disokong berbagai kemudahan dari teknologi yang canggih ini harus lebih banyak berterima kasih. Sebagai pemuda yang besar di era teknologi sudah menjadi bagian hidup sehari-hari, Martha merasa mensyukuri bahwa dirinya lahir di era yang serba mudah. Dalam proses pengerjaan proyek ini, Martha juga mendapatkan pesan dari para lansia untuk tetap berhati-hati menggunakan teknologi hari-hari ini. 
Terhubung antar-generasi

Dengan dunia yang semakin mengarah pada kehidupan yang lebih individualistik, hubungan antar generasi rasanya kian penting. Kesendirian dan isolasi sosial memantik pentingnya generasi saling berbaur dan terhubung. Menurut sebuah lembaga yang mengurusi lansia di Australia, hubungan antar generasi mempunyai beberapa manfaat, diantaranya; meningkatkan kesehatan, membangun hubungan yang lebih dalam, belajar dan berbagi hal baru, mendengar pelajaran-pelajaran tentang hidup dan cerita-cerita dalam keluarga, serta lebih memahami mengenai penuaan, bukankah kita semua akan menua?

Terkait hal tersebut, Martha juga menyampaikan perlunya hubungan dan keterkaitan antara generasi. Dia mengatakan bahwa dari proyek sederhana yang ia lakukan ini ini, generasi muda dapat mengerti lebih banyak tentang kehidupan di masa lalu dan belajar dari hal tersebut. “Generasi muda dapat menjadi lebih bijaksana dalam memilih keputusan mereka melalui pengalaman generasi lansia,” jelasnya. 

Sebagai pertanyaan penutup, saat ditanya mengenai apa yang akan dia lakukan saat tua nanti, Martha mengatakan, “Hmm gimana ya, mungkin aku pas tua mau tetap selalu punya rasa untuk ingin tahu seperti aku muda sekarang ini. Aku ingin coba menjadi berbeda dari orang tua di zaman sekarang yang tertutup sama perkembangan zaman.”