Ledakan Film Rusia! Nonton Film Rusia Blockbuster & Arthouse di Jakarta

Penulis: Fatullah Arief Rizki
Editor: Achmad Susanto
Ledakan Film Rusia! Nonton Film Rusia Blockbuster & Arthouse di Jakarta

Highlight

  • Kapan dan di mana Hari Sinema Rusia 2025 diadakan?

Hari Sinema Rusia 2025 akan digelar pada 5 Juli 2025 di CGV Central Park, Jakarta.

  • Apakah ada biaya untuk menonton film selama acara ini?

Tidak, semua pemutaran film di Hari Sinema Rusia 2025 adalah GRATIS untuk semua pengunjung.

  • Film apa saja yang akan ditayangkan di Hari Sinema Rusia?

Acara ini akan menampilkan beragam film Rusia, termasuk drama perang "His Name Was Not Listed," fantasi "The Enchanted Tinderbox," serta komedi romantis "Three of Us."

  • Apa itu Nusantara Insight Film Festival (NIFF)?

Nusantara Insight Film Festival (NIFF) adalah inisiatif budaya untuk gerakan diplomasi budaya jangka panjang.

 

Pengalaman Tak Terlupakan di Hari Sinema Rusia Indonesia 2025

Atmosfer CGV Central Park pada 5 Juli 2025 bergetar dengan energi berbeda. Layar-layar besar bersiap memproyeksikan kisah-kisah dari negeri beruang salju dalam perhelatan perdana Hari Sinema Rusia. Di sana, layar-layar raksasa bersiap menjadi perantara. Mereka akan mengantar kita, penonton Jakarta yang mungkin masih asing, menyusuri lorong waktu dan imajinasi Negeri Beruang Salju.

Ini bukan pemutaran film sembarangan. Perhelatan ini adalah Hari Sinema Rusia yang perdana di tanah air kita. Sebuah gaung yang digerakkan oleh ROSKINO, dengan kolaborasi penuh Kementerian Kebudayaan Rusia. Mereka menggelar acara ini sebagai sebuah jendela yang baru saja terbuka lebar. Sebuah jendela pertama yang ditawarkan khusus bagi mata dan hati penikmat film Indonesia. Melaluinya, kita diajak menyelam jauh ke dalam dinamika Sinema Rusia kontemporer. Kita akan menyaksikan apa yang menggelora di negeri itu melalui bungkusan sinema.

Dan inilah yang membuatnya hampir sulit dipercaya, acara ini gratis! Sungguh, bayangkan. Sebuah kesempatan langka untuk duduk di ruang gelap itu, menyerap karya-karya pilihan yang telah diseleksi dengan cermat oleh kurator internasional... tanpa sepeser pun perlu dikeluarkan dari saku. Sebuah undangan terbuka untuk nonton film pilihan kurator internasional tanpa mengeluarkan sepeser pun.

Dari Blockbuster Epik Hingga Cerita Arthouse Menggugah

Bayangkan layar-layar itu menjadi meja panjang, menghidangkan buffet sinematik dari Negeri Beruang Salju. Bukan sajian tunggal, melainkan pesta rasa yang merentang dari gemuruh epik hingga bisikan-bisikan sunyi. Di satu sisi, hidangan utama digelar, sebuah film berjudul "His Name Was Not Listed" (2025) karya Sergei Korotaev. Film ini bukan sekadar drama perang menyambut 80 tahun Kemenangan Besar. Ini adalah napas terakhir yang membeku di Benteng Brest. Sebuah adaptasi dari novel Boris Vassilyev yang mengisahkan batu-batu yang masih bernyawa, para pejuang Soviet yang—terluka, terbakar, kelaparan—bangkit seperti kepalan tangan dari kegelapan reruntuhan. Di tengah neraka pendudukan Jerman, Letnan Pluzhnikov menemukan cinta—seulas kelembutan yang justru mengeraskan tekadnya untuk bertahan, hingga nafas terakhirnya menjadi legenda yang tak tercatat namanya, tapi abadi getarnya.

Lalu, kita disajikan pencuci mulut yang manis dan memikat lewat film "The Enchanted Tinderbox" (2024) garapan Alexander Voitinsky. Dunia dongeng kerajaan tanpa raja, ratu yang hilang ingatan, dan sebuah pemantik ajaib yang menyembulkan Putri Dasha. Vanya, si pemberani yang ceria, terlempar dalam petualangan di mana keceriaannya diuji bukan hanya untuk menyelamatkan sang putri, tapi juga memercikkan kembali harap dan cinta di kerajaan yang kelam. Kelap-kelip fantasi keluarga yang memikat.

Selain dua film itu, yang menarik lainnya ada penayangan  "Endless Winter" (2024). Film ini bukan hanya potret pilu, tapi semacam meditasi tentang duka yang mengendap seperti salju abadi, dan pemulihan yang tumbuh pelan-pelan seperti lumut di sela-sisa musim dingin. Kemudian, dokumenter "Roman Kostomarov: Born Twice" (2024) yang mengajak kita untuk lebih dekat dengan tekad dan determinasi. Kamu bukan cuma menyaksikan kisah atlet, sebenarnya dokumenter ini lebih mirip buku harian tentang tubuh yang patah lalu bangkit, menyentuh relung terdalam tentang apa artinya menjadi manusia ketika kaki tak lagi mampu menapak es, tapi jiwa tetap meluncur mencari terang. Sebuah catatan inspiratif yang menusuk.

Layar-layar itu menjadi jendela, menjadi meja saji. Dari gegap gempita perang yang membekukan darah, ke dunia dongeng yang memantik imaji, lalu menyelam ke kedalaman duka dan keajaiban kebangkitan manusia, hingga riangnya petualangan cinta di pelosok desa. Inilah dinamika yang ditawarkan: sebuah negeri luas, bukan hanya di peta, tapi juga di gejolak jiwanya, terpantul lewat cahaya proyektor. Maukah kita mendekap dunia ini, meski hanya untuk beberapa jam di ruang gelap itu?

Kelahiran Festival Baru: Nusantara Insight Film Festival (NIFF)

Di tengah gemanya Hari Sinema Rusia, sebuah kejutan bersejarah mengemuka: peluncuran Nusantara Insight Film Festival (NIFF)! Inisiatif budaya ini bukan sekadar festival, ia adalah gerakan diplomasi budaya jangka panjang. NIFF hadir membawa misi mulia: membawa suara-suara baru Indonesia ke panggung global. Dua film perdana menjadi andalan: "12 Mile: Guiding the Archipelago" (dokudrama epik tentang Prof. Mochtar Kusumaatmadja) dan "Bestiary" (drama psikologis garapan sineas muda berbakat Julio Rionaldo). Langkah pertama NIFF dimulai dengan pertukaran budaya dengan Rusia di Moskow, melanjutkan semangat kolaborasi yang dicanangkan hari ini.

Kinosuite Consulate: Wadah Generasi Muda Membentuk Narasi Masa Depan

Acara Hari Sinema Rusia ini merupakan bagian dari program Kinosuite Consulate yang punya visi lebih besar: memberdayakan generasi muda pembuat film. "Kami tidak hanya mendukung film, tapi menumbuhkan ekosistem," tegas Julio Rionaldo, Presiden Kinosuite International. Acara ini menjadi ruang inkubasi kreatif dengan workshop inspiratif seperti "Bootstrap Cinema: Zero-Budget Indie Hustle" oleh Fadhil Abhimantra dan masterclass produksi internasional. Puluhan relawan muda dari berbagai kampus terlibat langsung, merasakan denyut nadi festival internasional sekaligus belajar membangun jembatan budaya melalui layar sinema.

Mengapa Acara Ini Bersejarah?

Di ruang gelap bioskop Jakarta itu, terselip sebuah peristiwa yang jauh lebih dalam dari sekadar tontonan gratis. Layar-layar CGV Central Park pada hari itu bukan hanya memantulkan cahaya proyektor, tapi menjadi cermin pertama yang memantulkan wajah Indonesia dalam peta pertukaran sinema global Rusia. Sebuah peta yang, selama ini, mungkin hanya samar-samar terdengar gaungnya di sini.

Ini adalah batu pertama. Sebuah fondasi diplomasi budaya yang diletakkan bersama oleh ROSKINO dan Kementerian Kebudayaan Rusia, dengan getar yang berdenyut dua arah. Karena bulan Juli 2025 nanti, giliran Festival Film Indonesia yang akan menggemakan warnanya di negeri Beruang Salju. Sebuah percakapan yang baru saja dimulai, bukan monolog.

Bagi jiwa-jiwa muda, acara ini adalah sebuah kunci. Kunci untuk membuka pintu menuju kompleksitas jiwa Rusia yang luas dan berlapis. Melalui lensa sinema mereka, dari gemuruh epik yang mengguncang kursi bioskop, hingga bisikan-bisikan intim film arthouse yang menyelinap ke relung kesadaran, pemahaman akan sinema Rusia mulai mengendap. Mengendap bukan sebagai dogma, tapi sebagai percikan-percikan dialog.

Setiap gambar yang terpancar di layar hari itu, setiap adegan, setiap tatapan, adalah lebih dari sekadar seluloid. Mereka adalah utusan budaya, serpihan percakapan lintas benua dan zaman. Sebuah undangan yang terbuka lebar: "Mari, pahami kami. Mari, lihat dunia yang lebih luas dari balik jendela kamarmu."

Pengalaman menghadiri dan menonton film-film Rusia, di tengah hiruk-pikuk Jakarta, jadi semacam menemukan keajaiban kecil. Sebuah momen yang, kelak, mungkin akan kita kenang sebagai titik awal sebuah percakapan panjang.