Eksistensi Nabi Muhammad SAW Tidak Didikte Oleh Lukisan Rupanya

Nama samaran: Bams Susilo

Siapa di sini yang pas kecil masih penasaran dengan rupa Nabi Muhammad SAW?

Topik ini sudah menjadi perbincangan panas dari abad ke abad. Banyak orang penasaran dengan rupanya, tapi aturan yang melarang penggambaran wajah sang nabi menghentikan banyak orang untuk mencari tahu. Poin ini pula yang digunakan oleh kelompok anti-Islam untuk menggambar sang nabi. 


Bagian kiri, orang yang rese, tolong ditambah 1 lagi karakter pemerintah bilang “Ini negara sekuler…” yang cowok pelukis ada kalimatnya, “penasaran plus kagum sama nabi Muhammad” terus yang ketusuk itu paling depan kasih keterangan “orang-orang Muslim tidak bersalahan” part belakangnya ada gambar orang tua dan anak-anak keterangannya “Perdamaian dan toleransi” belakangnya baru gambar teroris keterangannya “Muslim ekstrimis”

Beberapa kasus diantaranya adalah Samuel Paty, guru sejarah dan geografi Prancis yang tewas dipenggal di tahun 2020 karena menggambar karikatur Nabi Muhammad SAW di kelasnya. Kasus pembunuhannya melahirkan berbagai macam aksi terorisme di Prancis. Selain itu, ada kasus majalah Charlie Hebdo, majalah dari negara yang sama yang menerbitkan kartun sang nabi. 

Walau memantik banyak konflik, pemerintah Prancis tidak mengkritik ataupun memberikan sanksi kepada pelaku penggambar maupun pelaku konflik yang tak terima dengan penggambaran nabi. Alasannya tak jauh dari slogan pasca-revolusi mereka: liberty, equality, fraternity. Sekularisme dan kebebasan berpendapat sangat dilindungi di sana. 

Ketiadaan aksi dari pemerintah membuat masyarakat muslim Prancis murka. Meski begitu, pemerintah tetap tak bergeming; sikapnya malah semakin keras. Presiden Macron semakin mempertegas sekularisme Prancis dan mengatakan bahwa “separatisme Islam harus ditanggulangi”. Apa tidak semakin emosi kelompok Islam?

Mundur ke belakang ke tahun 2007, seniman Swedia bernama Lars Vilks membuat umat muslim geram. Ia menggambar Nabi Muhammad SAW sebagai manusia bertubuh anjing. Tindakan negatifnya melahirkan ribuan kecaman pembunuhan. Al-Qaeda bahkan bersedia memberi imbalan untuk kepala Vilks. Berkat gambarnya itu, Vilks harus hidup dibawah pengamanan polisi selama 13 tahun.

Sudah jelas bahwa menggambar Nabi Muhammad SAW itu dilarang. Namun masih banyak orang di luar sana, terutama yang anti Islam, justru menggambarnya secara terang-terangan? Apa yang mendorong mereka menggambar hal itu?

Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah benar Islam secara  eksplisit melarang penggambaran sang nabi? Nah, di Al-Qur’an tidak ada larangan menggambar Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lainnya. Pelarangan ini datang dari ketakutan umat muslim kalau gambar-gambar nabi akan disamakan dengan berhala—dikagumi berlebihan hingga disembah.

Namun beda cerita dengan hadits. Hadits Sahih Bukhari:2225 menegaskan larangan menggambar sesuatu yang menyerupai makhluk hidup (baca: manusia dan hewan). Menggambar manusia biasa saja dilarang, apalagi menggambar sosok nabi? 

Namun apa yang membuat mereka kekeh untuk melukiskan Nabi Muhammad SAW? Banyak yang menjawab bahwa itu bentuk dari kebebasan mereka untuk berekspresi, termasuk mengekspresikan diri terkait imajinasi mereka terhadap Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang berargumen kalau menggambarkan Nabi Muhammad SAW adalah cara mereka untuk menunjukkan rasa kagum. Menariknya, ada juga yang beralasan bahwa menggambar nabi merupakan cara untuk menunjukkan bahwa nabi ada. 

Tanpa Digambar pun, Nabi Muhammad pun Terbukti Ada

Seperti yang saya sebut sebelumnya, kebebasan berekspresi barangkali adalah salah satu alasan. Ada pula yang mengatakan bahwa menggambar Nabi Muhammad juga sebagai bentuk kekaguman terhadapnya. Namunya, seringkali kebebasan berekspresi jadi alasan klise saja, aslinya memang Islamofobik. Walau begitu, adakah pula yang beralasan dengan menggambar Nabi Muhammad untuk membuktikan dia ada? Kalau pun dalam teks-teks Islam tak ada gambar Nabi Muhammad SAW, bukan berarti Nabi Muhammad SAW  tak ada. Mari tengok bukti-bukti historis yang ada—yang berhasil saya temukan dalam riset kecil ini.

Secara arkeologis, nama Nabi Muhammad terukir pada prasasti Kubah Batu tahun 691 M. Dalam prasati itu tertulis bahwa dalam hidupnya, Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT yang dapat dilihat oleh siapa saja. Namun prasati ini dibuat oleh Kalifah Muslim, Abd Al-Malik.

Buth validasi dari sumber dari perspektif non Muslim? Mari kita tengok sumber dari “Chronicle of 640” karya Thomas the Presbyter. Tulisan Thomas mencatat tentang peperangan antara Romawi dengan Arab. Nabi Muhammad disebutkan berada di 12 mil sebelah Timur Gaza. 

Selain itu, sumber kontemporer lainnya juga berasal dari “Fragment on the Arab Conquests” sekitar 636 M yang mencatat tentang konflik-konflik antara Bizantium (Romawi) dengan Arab. Dalam tulisan itu pula, nama Nabi Muhammad SAW disebut-sebut. “Fragment on the Arab Conquests” menjadi catatan dari para saksi mata atas penaklukan Romawi oleh Arab pada pertengahan abad ke 7.

Sumber dengan manuskrip bahasa Suriah yang akhirnya diteliti kembali oleh W. Wright, bertahun 636 M menyebutkan tentang Nabi Muhammad SAW dan penaklukan Suriah atas Arab yang kemudian dikenal dengan Suriah.

Saat ini, untuk terus menggali bukti-bukti konkret soal keberadaan Nabi Muhammad SAW, Arab Saudi telah mengizinkan adanya penelitian dan penggalian arkeologis di wilayahnya kecuali tempat suci seperti Mekkah dan Madinah.

Sejauh ini, saya rasa bukti-bukti tentang keberadaan Nabi Muhammad SAW yang saya paparkan bisa membantu memberi pengetahuan tambahan—di luar sumber-sumber keagamaan. 

Dan saya kembali lagi pada topik di awal artikel terkait penggambaran Nabi Muhammad SAW. Benar adanya jika semua orang memiliki kebebasan untuk berekspresi, namun kebebasan berekspresi setiap orang juga ada batasnya. Jangan sampai kebebasan berekspresi seseorang jadi mengganggu hak seseorang, kelompok agama, ras atau apapun itu yang berkaitan dengan hak dasar manusia.