Kasus-Kasus Pembunuhan Jaman Dulu di Indonesia, Apa Saja Motifnya?

Kasus-Kasus Pembunuhan Jaman Dulu di Indonesia, Apa Saja Motifnya?

Baru-baru ini, berkat bantuan media sosial, tersiar kabar di sana sini soal kasus-kasus pembunuhan. Mulai dari motif perampokan dengan modus melalui aplikasi kencan, pembunuhan dengan gimmick pesugihan melalui dukun serta berbagai motif lainnya.Bentuk kebengisan manusia memang beragam, dan yang terpenting, kasus pembunuhan tak akan lekang oleh waktu. Selama masih ada manusia, beragam kasus pembunuhan bisa saja terjadi. Mungkin, tak ada salahnya kalau kita menilik kasus-kasus [pembunuhan jadul di Indonesia?

Tiga Manusia Sok Gagah Siksa dan Bunuh Orang Tak Dikenal
Tanggal dan tempat kejadian:
26 Desember 1966 di Selatpanjang, Kepulauan Meranti, Riau. 
1.0004964784169648, 102.72583739355908
Pelaku:
M. Syafei dan Praka E, seorang sukarelawan Badak Sumut yang diketahui merupakan organisasi keamanan kompleks.
Herry Singh, seorang pedagang keturunan India di Selatpanjang.
Korban:
Korban tak dapat diidentifikasi dan keluarga tidak dapat ditemukan. Diketahui korban adalah seorang laki-laki dengan gangguan jiwa.
Latar belakang kejadian:
Sebagai anggota Badak Sumut yang sedang berpatroli, pelaku mulanya berniat usil terhadap korban untuk “gagah-gagahan”.
Kronologi:
Pada mulanya, M. Syafei selaku anggota Badak Sumut sedang berpatroli di pusat keramaian pasar Selatpanjang yang terletak di Kepulauan Meranti, Riau. Di tengah patrolinya, ia melihat seorang laki-laki tengah mendorong sebuah gerobak. Tak ada angin tak ada hujan, Syafei langsung menghampiri dan mengolok laki-laki tersebut. Tak lama, datanglah Praka E, anggota Badak Sumut lainnya dan temannya Herry Sing yang bukan anggota Badak Sumut. Ketiganya beramai-ramai mengangkat tubuh laki-laki tadi dan melemparkannya ke laut. 
Korban berusaha berenang mendekati sebuah kapal. Mereka bertiga menolong korban untuk naik, tapi dengan kejinya mereka kembali menceburkan korban. Kekejaman mereka tak berhenti sampai situ; ketiganya kembali menarik korban ke atas kapal, menarik celananya sampai lutut, lalu mengikatnya dan menceburkannya kembali ke laut. 
Sang korban masih terus naik ke permukaan untuk bernafas, tapi Syafei melempar kepalanya dengan batok kelapa hingga korban tak muncul lagi ke permukaan laut.
Penyelesaian kasus:
M. Syafei dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan membayar semua ongkos perkara. Selepas masa hukumannya, ia ingin tobat, bekerja sebagai ustad dan mengajar di madrasah. Sedangkan kedua pelaku lainnya saat itu masih dalam pengusutan. 
Sumber:
Detektip & Romantika edisi 0207 tanggal 23 Maret 1973.

Ranem, Sang Kembang Lokalisasi yang Dibunuh di Sunan Kuning
Tanggal dan tempat kejadian: November 1971 di Semarang, Jawa Tengah.
-6.987940912149732, 110.38070210283243
Pelaku: 
SG selaku pelaku utama, laki-laki yang ingin menggunakan jasa korban, tapi ditolak. Pelaku berikutnya ada BG, PTN, MYD, SMT, ES, dan KTR. Keenam pelaku lainnya merupakan teman SG yang dijanjikan uang bila membantu SG membunuh Ranem.
Korban: 
Ranem, pekerja seks di lokalisasi Sunan Kuning.
Latar belakang kejadian:
Kembang lokalisasi itu bernama Ranem. Ia pergi dari kampung halamannya di Solo untuk menetap dan bekerja di Sunan Kuning, Semarang. Parasnya cantik, usianya muda, tapi sombong dan suka meremehkan beberapa pelanggannya. Namun kecantikannya membuat para laki-laki tetap kembali karena keburu terpikat. 
Tabiat ini pula yang akhirnya membuatnya bernasib nahas. Adalah SG, salah satu pelanggan Ranem yang dendam kesumat karena tak terima diremehkan. 
Kronologi: 
Seorang penjual tempe bernama Akijak menemukan sebuah sapu tangan penuh darah di Kali Silayur. Ia tak menganggapnya serius, sehingga sapu tangannya itu dibuang begitu saja. 
Selang beberapa waktu dari penemuan sapu tangan itu, warga sekitar dikejutkan dengan penemuan mayat seorang perempuan tanpa kepala di dekat Kali Silayur. Mayat tanpa busana tersebut langsung dimakamkan di sana.
Berita penemuan mayat yang belum diketahui identitasnya itu terdengar oleh para penghuni Sunan Kuning. Para pekerja seks di Sunan Kuning mencurigai bahwa mayat yang ditemukan itu adalah Ranem yang menghilang. Teman-temannya yang melihat jasadnya meyakini bahwa mayat itu adalah Ranem. Makam di Kali Silayur dibongkar dan jasad Ranem dipindahkan untuk disemayamkan di dekat Sunan Kuning.
Selagi kuburan digali, para petugas kepolisian terus mencari di mana kepala Ranem. Misi pencarian berjalan tak biasa. Banyak hal-hal mistis terjadi, salah satunya arah makamnya berpindah arah. Warga menganggapnya sebagai arwah Ranem ingin memberitahukan dimana kepalanya berada.
Semula, ketika dimakamkan di dekat Kali Silayur, warga menguburkan mayat Ranem dengan arah membujur ke utara. Namun setelah digali, posisi mayat berubah membujur ke selatan. Para penggali berfirasat bahwa itu petunjuk di arah mana kepala Ranem berada. Benar saja, beberapa meter ke arah selatan Kali Silayur, ditemukan kepala Ranem dengan seluruh gigi yang nyaris rontok.
Penyelesaian kasus:
Polisi terus melakukan penyelidikan. Sedangkan para warga daerah Silayur ikut serta melakukan pengungkapan kasus meski caranya tak masuk akal: dengan menggunakan jelangkung. Mereka mendatangkan roh korban untuk memberi petunjuk. Dari cara itu, diketahui bahwa korban sempat diajak keliling Semarang naik mobil Jeep.
Tak lama waktu berselang, polisi menangkap seorang perampok berinisial KTR. Ketika KTR ditahan, dia mengenakan celana pendek yang masih ada bekas-bekas darah kering. Lalu, malam harinya saat ia tertidur, ia kerap terkejut dan terbangun, seakan-akan ketakutan. 
Menurut petugas yang memeriksanya, KTR terkadang menyebut-nyebut kasus pembunuhan Ranem dan beberapa nama pembunuh lainnya. Berangkat dari petunjuk berupa kondisi psikologis KTR yang nampak terganggu, polisi mencoba memperlihatkan seorang perempuan di depan KTR. KTR begitu ketakutan. Polisi mencari nama-nama yang disebut KTR, tapi sayangnya mayoritas pelaku sudah melarikan diri ke luar kota. 
Penyelidikan berbuah hasil; polisi berhasil menangkap SG, sang inisiator pembunuhan. Terungkap bahwa pembunuhan dimulai ketika sekelompok laki-laki mengajak Ranem keluar dari lokalisasi menggunakan mobil Jeep. Ia diajak keliling Semarang lalu mereka menginap di sebuah hotel di Jl. Dr. Cipto.
Setelah dua hari di hotel, Ranem kembali diajak jalan-jalan ke Bandungan dan bermalam kurang lebih selama tiga hari. Saat ia diajak pulang ke Semarang, Ranem diajak mampir dulu ke sebuah rumah di Jatingaleh, lalu Ranem dijemput lagi untuk meneruskan perjalanan pulang. 
Di tengah perjalanan, mobil berhenti di daerah Gombel. Di sana, Ranem dipaksa turun. Percekcokan pun terjadi. Ranem terus melawan hingga ia dipukul dan jatuh tersungkur. Tubuh Ranem diseret ke dalam Jeep. Di situ, SG dibantu oleh KTR memotong kepala Ranem dan merampas barang milik Ranem. 
Selama perjalanan, KTR dan PTN melukai tubuh Ranem. Jeep terus meluncur ke Semarang hingga mereka membuang mayatnya di Kali SIlayur. Selepasnya, mereka pergi ke Poncol untuk mencuci Jeep itu dari  noda-noda darah.
SG mulanya menjanjikan akan memberikan hadiah pada teman-temannya apabila berhasil membunuh Ranem. Tapi ternyata itu hanya janji manis belaka. Para antek-antek SG hanya menerima Rp 24 ribu (setara Rp 900 ribu sekarang), itu juga hasil dari menjual barang-barang Ranem yang dirampas SG.
Selama penyidikan, SG menyangkal segala tuduhan padanya. Meski begitu, kesaksian banyak orang memberatkannya. Barang bukti berupa palu, pisau, dan Jeep disita oleh pihak berwajib.
Sayangnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut soal hukuman yang diberikan ke gerombolan SG. 

Sumber:
Detektip & Romantika edisi 0207 tanggal 23 Maret 1973


    
Maunya Mendamaikan Tapi Membunuh Petugas Keamanan
Tanggal dan tempat kejadian:
9 Agustus 1981, Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta
-6.295233604864882, 106.87022364680935
Pelaku: 
Otong dan Budi Suartono, siswa SMA
Korban: 
Sugiarto, petugas keamanan di Pasar Induk
Latar belakang kejadian:
Otong tak sengaja menyenggol Sugiarto dan dibalas dengan pukulan oleh Sugiarto. Pertikaian pun terjadi. 
Kronologi:
Malam itu, Otong dan temannya, Tony Maksum baru saja keluar dari asrama Kodim di Kramat Jati. Merek berniat mencari teman mereka bernama Udin di Kramat Jati, sebab, Udin dan Tony baru saja bertikai. Otong bermaksud mendamaikan keduanya. 
Setelah tengok sana-sini, Udin rupanya tak nampak di pasar itu. Otong justru tak sengaja menyenggol Sugiarto. Sugiarto yang kesal, membalasnya dengan pukulan. Pertikaian pun terjadi. Otong yang badannya kecil tak sanggup melawan Sugiarto yang lebih besar. Apalagi saat itu, Tony hanya diam saja. Dengan ketakutan, Otong lari terbirit-birit ke pasar. Ia menemui temannya, Budi Suartono. Dikatakannya pada Budi, “Gue pinjam pisau”. Permintaan itu pun dipenuhi Budi.
Otong kembali menghampiri Sugiarto yang saat itu sedang berdiri di depan Toko Emas Kramat Jati. Tak pakai babibu, ditancapkanlah pisau itu pada Sugiharto hingga ia tergeletak.
Petugas keamanan lainnya, Mat Desar, mendengar teriakan “ada pembunuhan!” ia segera berlari menghampiri lokasi kejadian. Desar menyuruh orang-orang membawa Sugiarto ke rumah sakit, sedangkan Desar sendiri hendak mencari pelaku penikamannya. Namun di tengah jalan, Sugiarto sudah keburu meninggal.
Otong, Tony, dan Budi langsung bersembunyi pasca penikaman itu. Namun ketiganya tertangkap setelah Otong diserahkan ke polisi oleh orang tuanya.
Penyelesaian kasus:
Otong dan Budi mengakui perbuatannya dan mengakui menyesal atas kejadian tersebut. Otong dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, sedangkan Budi hanya satu tahun. 
Namun, pembela dan pledoinya meminta Hakim memberikan hukuman yang lebih ringan sebab peristiwa itu terjadi karena korban sebagai orang yang lebih tua, telah melakukan penganiayaan terhadap Otong dan ia memiliki hak untuk menuntut balas perlakuan tak adil pada dirinya.
Akhirnya, hukuman pun diubah, diputuskan Otong dipenjara 2 tahun 9 bulan, sedangkan Budi dihukum 10 bulan.

Sumber:
Detektip & Romantika edisi 0847 pada tanggal 5 Mei 1982

“Tolong! Tolong!”: Tidak tahunya Dia Sendiri Pembunuhnya
Tanggal dan tempat kejadian: 19 Desember 1972, Kiaracondong, Bandung
-6.927843608232125, 107.64430803865653
Pelaku: 
SUD, pembantu rumah tangga korban. 
FAT, kekasih SUD (saat itu masih dalam penyelidikan apakah FAT terlibat dalam rencana pembunuhan)
Korban: Lina Kusdiati (Ciam Coen Lian)
Latar belakang kejadian:
Pelaku hendak kawin dengan pacarnya tapi tak punya biaya, sebab itu pelaku merampok dan membunuh majikannya. Namun dibalik itu, ada motif yang masih menjadi tanda tanya bagi polisi, yakni isu soal warisan. 
Polisi meyakini ada dua motif yang melatarbelakangi pembunuhan. Yang pertama, jelas karena SUD mencari dana untuk kawin. Kedua, ada kemungkinan SUD hanyalah alat bagi anggota keluarga Lina untuk mendapatkan warisan. 
Lina adalah putri satu-satunya yang hidup dari keluarga Tuan Ciam En Ko yang kaya raya. Keluarga Lina yang tersisa hanya ibu tiri dan saudara tiri dari satu ayah. Namun motif kedua ini dirasa polisi masih sayup-sayup sehingga diperlukan penyelidikan lebih lanjut.
Kronologi:
Pada Selasa malam itu, sebuah Nissan Toyota menabrak sebuah becak dan meluncur nyemplung selokan. Abang tukang becak beserta penumpangnya luka-luka. Lalu, dari dalam mobil keluar seorang laki-laki yang berteriak minta tolong. Orang-orang berkerubungan melihat ke dalam mobil. Seorang perempuan tergeletak penuh darah berkat luka tusukan. Laki-laki yang tadi berteriak tiba-tiba saja lenyap, entah kemana.
Korban segera dilarikan ke rumah sakit. Dalam proses penyelidikan, di bawah jok mobil Nissan Toyota tadi ditemukan SIM berlumuran darah milik Ny. Lina Kusdiati. Polisi mencocokkan foto pada SIM itu dengan korban yang berlumuran darah tadi, rupanya SIM itu memang milik korban.
Kejadian pembunuhan bermula di malam Selasa. Ny. Lina bersama SUD setelah mengantarkan kenalannya Ny. Dewi, berniat mengunjungi rumah Ny. Katamso, seseorang yang punya hubungan karib dengan Ny. Lina. Nissan yang tadi ditabrakkan pun juga milik Ny. Katamso. Namun Ny. Katamso tak ada di rumah. Mereka pun berencana untuk pulang saja.
Dalam perjalanan, Ny. Lina yang menyetir karena SUD tak lancar mengendarai mobil. Memasuki jalan Supratman yang begitu sunyi, SUD langsung mengeluarkan pisau untuk menusuk Ny. Lina. Ny. Lina berhasil membela diri dan merebut pisau itu, bahkan pisau itu sempat melukai lengan SUD. SUD memukul Ny. Lina hingga terpelanting keluar mobil. SUD menyusul keluar dan langsung menusuk Ny. Lina.
SUD membawa Ny. Lina ke dalam mobil. Ia akhirnya mengendarai mobil dengan kemampuan yang pas-pasan. SUD terus menengok ke jok belakang melihat kondisi Ny. Lina, apalagi, ia masih terus-terusan merintih. SUD memutuskan untuk menusuk kembali Ny. Lina secara bertubi-tubi.
Sesampainya di jalan Kiaracondong, ia menengok ke belakang terus. Pada saat itulah SUD menabrak tukang becak hingga nyungsep ke selokan. 
Penyelesaian kasus:
Polisi melakukan penyelidikan dengan menanyai keluarga Ny. Lina. Menurut pengakuan mereka, SUD memiliki seorang kekasih bernama FAT dan hendak menikahinya. Berbekal informasi itu, polisi datang ke rumah FAT dan mendapati bahwa FAT dan SUD sudah kabur menuju Cirebon. Patroli jalanan pun dikerahkan.
Pada suatu ketika di daerah Tanjungsari, seorang petugas menanyai, “Apakah ada yang bernama SUD?” lantas seorang perempuan menyeletuk pada seorang pria, “Kok kenal polisi, sejak kapan?” Pria itu akhirnya ditarik keluar dan ditanya apakah ia adalah SUD? “Tidak,” jawabnya. Polisi terus mendesak hingga laki-laki tadi akhirnya mengakui bahwa ia adalah SUD. 
Ia bersama FAT dibawa ke kantor polisi di Tanjungsari. SUD terus mengelak telah membunuh Ny. Lina. Tetapi, celana jeans birunya dan lengannya yang berdarah menjadi bukti bahwa sesuatu telah terjadi. Ia juga membawa uang sebesar Rp 41 ribu lebih yang telah berlumuran darah serta STNK atas nama Ny. Katamso.
SUD didakwa telah merencanakan pembunuhan terhadap majikannya, ia diajukan ke pengadilan. Sementara, FAT turut ditahan untuk dimintai keterangan dan dipastikan apakah ia ikut terlibat dalam hal-hal tertentu.
Sumber:
Detektip & Romantika edisi 0200 tanggal 2 Februari 1973