Kelakuan Turis Asing yang Bikin Kita Pusing

Kelakuan Turis Asing yang Bikin Kita Pusing

Jujur saja, kelakuan turis asing akhir-akhir ini semakin menyebalkan. Yang terbaru, ada yang ingin adu otot dengan Pecalang karena diminta memperlambat kendaraannya saat ada upacara keagamaan. Ini bukan yang pertama, dan tentu saja bukan yang terakhir. 

Ada-ada saja kelakuan turis yang bikin kewalahan warga. Sayangnya, Kantor Imigrasi melarang warga memviralkan kelakuan aneh para turis ini.


Daftar Kelakuan Aneh 

Ditilang Malah Marah-Marah
Seorang turis mengendarai motor tanpa mengenakan helm. Dihentikan, si turis malah menunjuk-nunjuk polisi. Tapi dia hanya salah satu contoh.

Satlantas Polres Badung, Bali, bahkan mencatat 125 turis ditilang karena tak pakai helm. Padahal sebagian dari mereka membawa helm saat berkendara. Alasannya, lebih nyaman tak menggunakan helm. Ada juga pelanggaran menggunakan plat nomor palsu dan tanpa surat izin mengemudi.

Tapi baru-baru ini ada contoh baik dari salah satu turis di Bali. Chris Hemsworth dan istrinya berkendara menggunakan helm di Bali.

Protes Dengar Suara Ayam Berkokok

Kalau berlibur ke Bali untuk wisata alam, seharusnya tak perlu marah-marah mendengar suara ayam. Tapi, gerombolan turis ini sungguh aneh, mereka kompak bikin petisi karena terganggu suara ayam berkokok pada pukul empat atau lima pagi.

Mereka meminta ayam-ayam itu dipindahkan. Bahkan salah satu turis menawarkan uang Rp 500 ribu kepada pemilik ayam. Sang pemilik menolak. Mereka juga menuduh adanya judi lewat sabung ayam di Bali.

Cebok Pakai Air Suci

Seorang turis mengunggah video mereka ketika berkunjung di Monkey Forest, Ubud, Bali. Turis perempuan tampak menungging dan turis laki-laki menyiram pantat turis perempuan itu pakai air suci. Video itu langsung viral.

Tokoh terkenal dari Bali seperti Jerinx dan Ni Luh Djelantik angkat suara. Turis itu pun akhirnya meminta maaf. Namun, menurut Gubernur Bali, I Wayan Koster, kejadian serupa berpotensi terulang, ada baiknya bila turis yang melecehkan tempat suci dideportasi.

Marah-Marah Sampai Aniaya Warga

Berita soal penganiayaan turis terhadap warga lokal begitu membludak di internet. Dimulai dari cekcok mulut yang berujung si turis melemparkan rokok ke dalam mobil warga lokal, turis yang mabuk dan menganiaya warga lokal, sampai warga lokal yang dikeroyok turis karena melerai percekcokan. Untungnya turis-turis ini tak lepas begitu saja dari jerat hukum.

Overstay di Indonesia
Selain kasus kekerasan terhadap warga lokal, kasus turis yang overstay di Bali juga bejibun. Banyak yang tinggal di Bali melebihi batas waktu yang telah diizinkan. Ada yang overstay sampai 776 hari dan ada juga yang overstay sampai kehabisan duit. 

Satu kasus yang paling terkenal adalah Kristen Gray dan kekasihnya, turis dari Amerika. Gray membuat thread di Twitter yang mengajak WNA untuk tinggal di Bali karena biaya hidupnya murah dan ramah LGBTQ. Ia juga menghasilkan uang di Bali dengan cara menjual e-book dan memasang tarif konsultasi untuk masuk ke Bali. Buntut dari kasus ini adalah dideportasinya Gray dari Indonesia.

Kantor Imigrasi Larang Viralkan Turis

Berkat kekuatan media sosial, kelakuan aneh-aneh turis asing jadi terkuak. Tetapi, Kantor Imigrasi justru melarang warga Indonesia untuk memviralkan kelakuan turis yang di luar batas. Lebih baik, warga Indonesia lapor langsung ke kantor imigrasi atau pihak berwajib bila melihat kelakuan turis di luar batas, kata mereka. Alasannya agar citra Bali―dan Indonesia tentunya―tidak tercoreng. 

“Karena apa yang telah diviralkan oleh netizen ini, seolah-olah Bali ini sangat-sangat tidak aman dan ini berdampak negatif untuk iklim pariwisata di Bali,” kata Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali.

Bila itu berdampak pada pariwisata Bali, maka akan memengaruhi kesejahteraan hidup warga Bali yang bergantung pada sektor pariwisata. Apalagi saat ini kondisi pariwisata Bali sedang membaik pasca pandemi.


Sumber: Kemenparekraf

Sumber: Kemenparekraf

Meski begitu, banyak warganet yang tak terima dengan aturan itu. Ramai-ramai mulai mengkritik bahwa lewat diviralkan, justru turis jadi belajar “do’s and don’ts” saat di Indonesia. Turisnya yang salah, kenapa warganya yang justru diatur? 

I Wayan Koster pun membuat aturan bahwa turis asing tak boleh lagi menyewa atau meminjam kendaraan bermotor. Mereka hanya boleh naik mobil dari travel agent. Sebenarnya, aturan ini merugikan perusahaan rental di Bali. Tapi, apa boleh buat? Daripada turis-turis ini terus-terusan bikin ulah di jalanan.

Fenomena No Viral No Justice di Indonesia

Permasalahannya, di Indonesia sendiri banyak pelanggaran yang baru dapat tanggapan dari pihak berwajib kalau peristiwa itu sudah viral. Hal ini membuat masyarakat Indonesia lebih memilih mengadu di media sosial daripada ke polisi. Bahkan, sempat viral tagar #percumalaporpolisi dan #satuharisatuoknum. Isinya beramai-ramai orang membongkar pengalaman buruk mereka akibat kebobrokan polisi.


Sumber: Liputan6

Masyarakat mulai memandang bila suatu kasus hendak selesai, maka harus viral terlebih dahulu. Sebab, kasus yang viral mendapat sorotan banyak orang sehingga memunculkan dukungan massa. Mau tak mau, polisi dituntut untuk lebih peduli. Memangnya mau digeruduk beramai-ramai oleh warganet?

Fenomena ini juga muncul karena tak dilaksanakannya asas equality before the law. Asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Equality before the law mengandung makna semua manusia sama dan setara di hadapan hukum. Sederhananya, bagi orang-orang yang tak punya power untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan di mata hukum, jalan pintas yang mereka tempuh adalah meminta bantuan massa dari media sosial. Lagipula kecepatan penyebaran media sosial yang juga tak main-main. Bantuan pun akan cepat datang.

Warganet yang merasakan kekhawatiran akan suatu masalah, bisa mendapatkan validasi dari media sosial. Ketika masalah itu akhirnya viral, opini yang awalnya bersifat subyektif jadi diterima sebagai suatu realitas yang dilegitimasi oleh massa, karena banyaknya jumlah orang yang merasakan keresahan yang sama. 

No viral no justice pun memunculkan suatu kultur baru yakni civic engagement, kondisi ketika masyarakat ikut andil dalam menegakkan keadilan melalui ruang digital. Civic engagement juga menjadi bentuk kontrol sosial lewat kultur media. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki sikap kritis terhadap isu yang menyangkut kepentingan publik.

Akhirnya, media sosial pun memiliki peran baru sebagai pengawas negara, alat pemberi sanksi sosial, dan juga alat penegakkan keadilan.

Kalau kamu sendiri, lebih memilih lapor polisi atau lapor ke Twitter?