Lagu Boleh Gelap, tapi Masa Depan Bernadya Cerah

Lagu Boleh Gelap, tapi Masa Depan Bernadya Cerah

  • Lagu Bernadya untuk patah hati

  • Bernadya Sialnya Hidup Harus Tetap Berjalan review

  • Kisah di balik lagu Bernadya

  • Lagu Bernadya terbaru

  • Kisah cinta Bernadya

  • Album Sialnya Hidup Harus Tetap Berjalan

 

  • Ingin sempurna di matamu, hanya itu yang aku mau

 

  • Belum ada satu bulan. Ku yakin masih ada sisa wangiku di bajumu

 

  • Sifat baikmu yang orang tahu, itu karanganku

 

  • Untungnya bumi masih berputar, untungnya ku tak pilih menyerah

 

  • Sudah hilang semua mimpi yang kita bangun dulu

 

  • Apa mungkin kamu yang tak lagi cinta?


 

Sejak album Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan dari Bernadya dirilis akhir Juni lalu, lirik-lirik inilah yang menggema di kepala. Kadang sebatas senandung kecil di kamar mandi, kadang jadi kawan perintang sunyi di kamar pukul 2 pagi. Kadang adang lirik-lirik ini menjelma teriakan saat sedang mengendarai motor. Beberapa teman dekat heran. Heran dalam artian: kok bisa ya orang gondrong pecinta musik rock kayaknya saya jatuh cinta dengan lagu pop Bernadya? Saya akan menjawab keheranan teman-teman saya itu melalui artikel ini.

 

Sebenarnya, dalam beberapa tahun terakhir saya banyak mendengarkan solois industri musik Indonesia. Mulai dari Tulus, Yura Yunita, Nadin Amizah, Dere bahkan sampai Mahalini pun saya dengarkan dengan khusyuk. Sebagian lagu saya suka. Sebagiannya hanya dengar sekali lantas lupa seiring berjalannya waktu.

 

Tapi Bernadya tidak. Ia semacam candu yang membuat saya ketagihan mendengarkan lagu-lagunya. Saya punya analisa kenapa saya menyukai album Bernadya:


 

Lirik:

 

  • Bahasanya gamblang. Dalam artian, ia tak usah berusaha tak berusaha bikin lirik yang ndakik-akik. Hari ini, banyak penyanyi yang mencoba membikin lirik dengan mencatut satu dua kata biar terlihat keren. Lagu “Asmara kalibrasi” adalah puncaknya. Siapa yang langsung mengerti lirik ini: Asmara telah terkalibrasi frekuensi yang sama? Tiap dengar lagu ini, kening saya mengkerut.

 

  • Bernadya tak berusaha menjadi puitis, tapi tak juga murahan. Kesederhanaan berbahasa itulah jadi jurus jitu Bernadya meluluhkan hati pendengarnya.

 

  • Tema yang dekat. Apa sih yang paling banyak dibahas dalam industri musik? Ya cinta. Apalagi tema-tema cinta galau mulai dari hubungan toxic, patah hati, rasa sakit dikhianati atau usaha melupakan mantan. Hal ini disadari betul oleh Bernadya. “Aku secara gak langsung suka mendengarkan lagu-lagu yang fokus di lirik seperti Tulus. Jadi kayak bercerita,” kata Bernadya saat ditemui di Ampera, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Agustus lalu.

 

  • Album terlintas ini seperti novel dan punya jalan cerita di masing-masing track. Dimulai dari sialnya, di ujung track Bernadya berseru: untungnya. Lagu-lagu ini menempatkan Bernadya sebagai tukang cerita. Dan ia adalah pencerita yang ulung. Bagi orang yang sedang bersedih, Bernadya mewakili perasaan-perasaan yang tak terungkapkan, tak terjelaskan.

 

  • Sedih tapi menawarkan optimisme. Lagu “Untungnya”, “Hidup Harus Terus Berjalan” jadi cara mangkus menawarkan optimisme dan harapan di antara kesedihan-kesedihan lagu-lagu lain. 

 

Ada waktu-waktu, hal buruk datang berturut-turut

Semua yang tinggal juga yang hilang, seberapa pun absurdnya pasti ada makna

 

Badai pasti berlalu, bukan? Gelap tak selamanya, bukan? Begitulah kira-kira cara Bernadya menutup album.

 

Musik:

 

  • Pemilihan produser. Seluruh lagu ditulis oleh Bernadya. Lagu yang bagus akan makin bagus ketemu produser yang paham arah lagunya. Dari segi musik, Petra Sihombing dan Rendy Pandugo sebagai produser musik tahu betul cara meramu dan menangkap apa yang ingin Bernadya sampaikan di lagu-lagunya.

 

  • Pemilihan kord yang berulang-ulang dan mudah dimainkan. Lagu-lagu Bernadya adalah lagu pop yang bisa dimainkan siapa saja. Kordnya gampang: empat kord yang diulang-ulang. Formula ini sering dipakai oleh banyak band pop seperti Peterpan, Noah atau band-band pop 2000-an lainnya. Tentu saja berhasil. Dari tempat paling gaul sekalipun, sampai ke poskamling, semua orang bisa memainkan dan menyanyikan. Inilah investasi terbesar Bernadya yang memungkinkan dia jadi penyanyi yg makin besar nantinya.

 

  • Mengedepankan gitar. Lagu Bernadya seperti “Kini Mereka Tahu”, “Untungnya”, Hidup Harus Terus Berjalan”, atau “Kata Mereka” Ini berlebihan terasa betul dominasi gitar dalam aransemennya. Dengan demikian, lagu-lagu Bernadya secara tidak langsung meluaskan sendiri pasarnya. 

 

  • Jujur, saya tak terlalu suka dengan suara dari penyanyi-penyanyi diva. Selain sulit dinyanyikan, suara diva ini membuat saya berjarak. Bernadya bernyanyi tak merdu seperti diva lulusan Idol. Ia juga tak punya nada tinggi yang bikin orang-orang fals seperti saya tak tertarik menyanyikannya.

 

Panjangkah Umur Bernadya di Industri Musik?

 

Empat tahun lalu, Bernadya masih bocah SMA di Surabaya. Mungkin mimpi menjadi penyanyi sudah ia rawat dan dekap erat-erat. Saat itu, Juni Records memintanya untuk fokus sekolah. “Biarin dia lulus dan fokus sekolah dulu,” ujar founder Juni Records, Adryanto Pratono. Kesabaran pihak Juni berbuah manis. Selepas lulus SMA Bernadya makin fokus dengan musiknya. Album debutnya mencapai lebih dari 100 juta streams di Spotify, dengan single utama Kata Mereka Ini Berlebihan.

 

Jadwal panggungnya padat. Di media sosial seperti Instagram dan TikTok, wajahnya kerap wara-wiri. Kesuksesan ini sudah diprediksi senior Bernadya, Raisa. Ia tak  terkejut. Dia sudah memperkirakan sejak awal bahwa penyanyi 20 tahun itu akan disukai penikmat musik Indonesia.

 

“Sudah di-expect (diperkirakan) dong. Kalau nggak expect ngapain kita sign (tanda tangan kontrak dengan Bernadya). Setiap kita sign artis, pasti kita menaruh ekspektasi, kita pasti memberi apapun yang kita bisa buat mereka, dan kita pasti juga memberi kebebasan, ”kata Raisa.

 

Menurut saya, jalan Bernadya di industri musik bakal terbuka lebar. Di umur yang baru 20 tahun, Bernadya tampaknya masih bisa mengembangkan terus potensi yang ia miliki. Ia punya bakat menciptakan lagu. Ia punya potensi menulis lirik yang sangat dekat. Sebagai gen Z, ia juga paham betul cara bermain sosial media.

 

Kombinasi tersebut, menurut hemat saya merupakan modal mangkus buat Bernadya bertahan di industri musik. Apalagi, Bernadya seakan terlepas dari dikotomi kuno antara musik independen dengan musik label. Kehadirannya diterima semua pihak. Ia bisa bernyanyi di festival anak muda yang penontonnya pada mabuk, ia juga bisa bernyanyi di televisi yang ditonton oleh seluruh anggota keluarga. Bernadya berdiri di tengah-tengah.

 

Bagi pasar Danilla, Nadin Amizah atau Dere misalnya, lagu-lagu Bernadya mungkin dirasa cocok. Pecinta musik yang mengaku dirinya indie, edgy, cult atau kata ganti lain yang bermacam namanya, rasanya tak perlu malu mendengarkan Bernadya. Tentu saja penyanyi Tiara, Lyodra, Ziva Magnolya atau Mahalini, tak mendapat privilege itu. “Mereka–penyanyi-penyanyi itu terlalu industri, terlalu tv banget,” kata seorang kawan.

 

Tentu saja, meski jalan mulus dan pasar terbuka luas bagi Bernadya, hal yang perlu disadari betul adalah menjaga konsistensi di musik. Popularitas pada titik tertentu memang menyenangkan. Tapi di titik yang lain, popularitas itu bisa jadi menghancurkan dan membuat orang berpaling dari akal. Bisa jadi, setelah ketenaran sebagai penyanyi direngkuh, berbagai tawaran lain datang ke Bernadya? Main film atau sinetron misalnya. Menurut saya, kalau main film sesekali ya tidak apa-apa. Tapi sebagai seorang fans, saya pasti sedih kalau di kemudian hari saya melihat Bernadya sibuk main sinetron, terus digosipin dan masuk infotainment. Duh, amit-amit. Semoga nggak, ya.

 

Saya yakin Juni Records sebagai label yang menaungi tahu betul cara menjaga dan mengembangkan potensi yang Bernadya miliki.