Makananku, Ceritaku: Sejarah Mie

Saat saya menyeruput sebuah mie ayam dengan topping bakso, tiba-tiba saja teman di sebelah saya menyeletuk, “Yang bikin mie pertama kali tuh, siapa ya?”. Pertanyaan itu sederhana, tapi malah terus-terusan menghantui kepala saya. Ya bagaimana tidak, sebagai seorang penggila mie—terutama mie kuah yang dimakan pas hujan-hujan, aduh sedapnya! Dari pertanyaan itu, lahirlah artikel ini yang mengupas tuntas asal makanan gemas-gemas kenyal ini.

 

Perdebatan Klaim Asal Usul Mie

 

Berbagai negara memperebutkan predikat mereka sebagai penemu mie. Ada yang bilang dari Tiongkok karena artefak mie pertama kali ditemukan di sana atau Eropa dengan klaim bahwa mie sangat cocok dengan saus tomat mereka. Berdasarkan sumber yang tersebar, paling banyak menyebutkan bahwa mie berasal dari Tiongkok.

 

Beginilah ceritanya. Catatan tertua mengatakan bahwa mi berasal dari Dinasti Han, Tiongkok sejak 2000 tahun lalu. Selain catatan tertua, rupanya ditemukan pula artefak mangkuk yang terbalik, di dalamnya terdapat helaian mie yang masih utuh. mie itu terbuat dari bahan gandum yang lunak, karena di Tiongkok, bahan baku yang tersedia adalah gandum lunak, bukan gandum keras. Gandum digiling menjadi tepung untuk membuat adonan, yang lantas ditarik dan dibentangkan menjadi pipih. 

 

Setelahnya, jalur perdagangan membuat makanan pipih itu menjadi beken. Penelitian sempat menyebutkan bahwa Marco Polo—pedagang dari Venesia yang melewati Jalur Sutra—membawa makanan itu ke Italia. Lalu Italia menjiplak mie dari Tiongkok menjadi pasta. Tapi penelitian itu dibantah setelah ditemukannya fakta bahwa pasta sudah berkembang di Italia sebelum Marco Polo lahir. Pasta ini sebuah modifikasi yang terinspirasi dari makanan Timur Tengah yang bernama rishta, bentuknya mirip kwetiau. 

 

Berasal dari literatur Yunani, nama pasta semula berasal dari kata 'itri' atau ‘itria' yang berarti adonan tepung dan air yang digulung menjadi lembaran tipis dan dipotong-potong. Lantas, apa kaitannya pasta yang dipengaruhi makanan Timur Tengah dengan catatan Yunani? Saya rasa, kita tak bisa melupakan bahwa Suriah pernah menjadi daerah koloni Romawi yang kebudayaannya juga banyak dipengaruhi Yunani. Dari situlah mie asal Timur Tengah ini menjadi ‘role model’ untuk pasta Eropa. Penyebutan itria tadi disebut menjadi rista dalam bahasa Arab.

 

Mie dari Tiongkok Berbeda dengan Pasta

Perdebatan antar para peneliti akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa memang bangsa pertama yang membuat mie adalah Tiongkok, tapi bisa jadi, di belahan bumi lainnya, bangsa Eropa juga mengembangkan mie yang tak dipengaruhi dan tak ada kaitannya dengan mie Tiongkok. Para peneliti menyebutkan bahwa sangat mungkin apabila ada makanan yang serupa, berkembang di waktu yang sama, namun di wilayah yang berbeda, tanpa ada kaitannya sama sekali.

 

Lagi pula, kedua bahan yang digunakan dalam pembuatan mie atau pasta memang berasal dari gandum, tapi dengan jenis gandum yang berbeda—yang tentunya menyesuaikan dengan ketersediaan sumber daya alam mereka. 

 

Selain itu, baik mie dan pasta memiliki makna yang berbeda pula dari asal tempat lahir mereka. Di Tiongkok, mie jadi simbol santapan untuk acara penting, misalnya ulang tahun. Mi dilambangkan sebagai panjatan doa agar panjang umur. Seiring berjalannya waktu, berkembang kepercayaan bahwa memotong mie saat memakannya akan memperpendek umur. Kepercayaan yang disebut sebagai longevity noodles mulai berjalan—mengikuti arus perdagangan—ke wilayah tetangganya, seperti Jepang dan Korea.

 

Beda halnya dengan di Italia. Di sana, pasta menjadi simbol sebagai lambang kekayaan pada abad ke-13. Cuma orang kaya saja yang bisa makan pasta. Meski berbeda makna simbolik, tapi kedua jenis olahan gandum ini akhirnya sama-sama tersebar luas dan menjelma ke dalam berbagai bentuk. Di Asia, ada ramen, soba, ramyeon, dan sebagainya. Sementara di Eropa, lahirlah makaroni, tortellini, ravioli dkk.

 

Pemisahan itu bisa dilihat dari jenis mie-nya. Mie asal Eropa kebanyakan lebih keras dibanding mie Asia yang lembek. Lalu penggunaan bumbunya juga berbeda. Misalnya di Eropa, lebih banyak menggunakan saus-saus semacam tomat atau carbonara. Sementara di Asia yang kaya rempah-rempah, rasa mie-nya cenderung gurih atau jika berkuah, kebanyakan akan berkuah bening. 

 

Mayoritas peneliti bersepakat menganalogikan mie dan pasta sebagai sepasang ‘teman’ bukan ‘saudara’, karena meskipun keduanya dari bahan yang sama, tapi memiliki perbedaan yang signifikan. Namun tetap saja, klaim pengolahan gandum menjadi makanan pipih nan panjang-panjang pertama kali disematkan kepada Tiongkok, seperti yang saya sebut di awal.

 

Terlepas dari mana saja asalnya, saya sungguh berterima kasih pada semua pihak yang telah menemukan dan mengembangkan mie jadi sedemikian enaknya. Poin plusnya, mie jadi opsi penyelamat perut anak kos di akhir bulan.