Masih Efektifkah Mendongkrak Suara Lewat Artis?

Masih Efektifkah Mendongkrak Suara Lewat Artis?

Satu tahun jelang Pemilu 2024, aroma pesta demokrasi di Indonesia kian kuat dirasakan. Setelah hiruk pikuk verifikasi partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024, media kembali diramaikan dengan proses pendaftaran calon legislatif (caleg) di tingkat DPR pusat, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Selain wajah-wajah lama penghuni kursi nyaman Senayan, publik juga dikejutkan dengan kemunculan wajah-wajah baru yang cukup familiar.

Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Menteng, Jakarta Pusat terlihat lebih sibuk selama dua minggu terakhir. Terhitung per 1 Mei sampai 14 Mei 2023, KPU memang membuka pendaftaran untuk para bakal calon legislatif di kantor pusat mereka. Selama periode pendaftaran itu, 18 parpol nasional peserta Pemilu 2024 sudah mendaftarkan ratusan nama calon legislatif yang akan berebut kursi DPR RI. Begitu juga dengan caleg DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang mendaftar di kantor KPU daerah masing-masing.

Proses pendaftaran bakal calon resmi berakhir pada 14 Mei 2023. Setelah ini, KPU di tiap-tiap tingkatan akan melakukan verifikasi administrasi. Tahapan tersebut berlangsung selama lebih dari satu bulan, yakni 15 Mei hingga 23 Juni 2023. Sejauh ini memang belum diketahui berapa total caleg yang akan melenggang di arena pertarungan Pemilu 2024. KPU selaku otoritas pelaksana pemilu sedang menjalani tahap verifikasi administrasi. Rencananya, sesuai linimasa pendaftaran, KPU akan mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) pada 19-Agustus 2023.

Lalu, apa yang menarik dalam pendaftaran caleg kali ini?

Fenomena Musiman Artis Nyaleg

Belum diketahui berapa caleg yang akan lolos tahapan seleksi dan menjadi peserta Pemilu 2024. Berkaca pada hasil Pemilu 2019, saat itu ada 7.968 caleg yang lolos menjadi peserta. Sembilan partai yang lolos ambang batas pemilu atau parliamentary threshold sebanyak empat persen suara pada 2019 kompak mengajukan 580 nama bakal caleg ke KPU. Kesembilan partai yang mengajukan 580 calon itu adalah Gerindra, PAN, PDIP, Nasdem, PKS, PKB, Demokrat, Golkar, dan PPP.

Partai lain yang tidak lolos ke Senayan juga berusaha all out dengan mengirimkan kuota maksimal bakal caleg sebanyak 580 nama. Tercatat PSI, Perindo, PBB, Hanura, Partai Ummat, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh cukup percaya diri dengan mengirimkan 580 bakal caleg. Sementara satu partai lain yaitu Partai Gelora hanya mengirim 481 nama. Dengan perhitungan itu, maka jumlah bakal caleg yang masuk pendaftaran sebanyak 10.341 nama bakal caleg.

Ribuan nama yang diajukan parpol sebagai bakal caleg terdiri dari berbagai latar belakang. Tokoh daerah sebagai kader yang sudah berjuang di kalangan akar rumput tentu memiliki keunggulan teritorial di daerahnya masing-masing. Bagi partai, mengangkat nama putra daerah dianggap menjadi jalan tercepat untuk meraup suara di daerah pemilihan (dapil). Ada juga pensiunan militer dan perwira aktif yang masuk ke dalam bursa bakal caleg karena dianggap menguasai wilayah. Tapi selain dua kondisi itu, ada beberapa parpol mengambil jalan pintas dengan mengajukan caleg dari kalangan artis dan menteri aktif.

Dirangkum dari pemberitaan beberapa media, tercatat 66 nama artis dan menteri aktif yang tersebar ke sembilan partai. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tercatat diajukan partainya, PDIP untuk maju ke Senayan. Sedangkan Nasdem mengajukan dua menteri sekaligus, yaitu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G. Plate.


Grafik 1. Sebaran caleg dengan latar belakang artis di tiap parpol. Dari berbagai sumber, diolah oleh Jangkara
Partai penguasa, PDIP terlihat sangat getol untuk mengatrol raihan suara dengan menggandeng 16 artis sebagai caleg di Pemilu 2024. Jumlah itu paling tinggi dibandingkan partai-partai lain. Wajah-wajah lama seperti Rano Karno, Rieke Dyah Pitaloka, dan Harvey Malaiholo masih diandalkan PDIP sebagai mesin suara di dapil masing-masing. Muncul juga nama baru seperti Once Mekel, Marcell Siahaan, Denny Cagur, hingga mantan atlet bulutangkis Taufik Hidayat sebagai vote getter baru.

PAN, yang dulu dikenal sempat menghebohkan dengan mencalonkan Eko Patrio untuk pertama kalinya saat ini mengirimkan sepuluh nama artis. Mereka mengandalkan wajah-wajah lama seperti Eko Patrio, Primus Yustisio, dan Desy Ratnasari. Pada edisi kali ini, PAN memperluas cakupan dengan memasukkan Uya Kuya dan istrinya, komedian Opie Kumis, Pasha Ungu, dan artis muda Verrel Bramasta. Jumlah ini sama dengan yang diajukan Partai Nasdem dan Perindo.

Partai milik Prabowo Subianto, Gerindra terpantau mengajukan lima nama bakal caleg pada Pemilu 2024. Angka itu sama dengan yang diajukan Partai Demokrat. Nama-nama seperti Ahmad Dhani dan Jamal Mirdad adalah kader asli Gerindra yang sudah bergabung ke partai berlambang Garuda sejak tahun 2015. Selain itu, Ahmad Dhani juga dikenal memiliki kedekatan pandangan politik dengan Prabowo sehingga memuluskan langkahnya menjadi pengurus Partai Gerindra. Tiga partai lain yang mengajukan caleg artis adalah Demokrat dengan lima artis, PSI dengan tiga artis, dan PKS dengan satu artis.

Selain partai di atas, Perindo besutan Hary Tanoesoedibjo (HT) cukup agresif menggandeng nama-nama tenar dari berbagai latar belakang untuk maju ke Senayan. Mereka terlihat memaksimalkan sumber daya internal dari MNC Group dengan mengajukan empat nama anchor news sebagai caleg. Keempatnya adalah Prabu Revolusi, Aiman Witjaksono, Ratu Nabila, dan Dian Mirza. Keempat nama itu relatif dikenal masyarakat karena acapkali tampil di layar kaca.

Perindo juga mengajukan beberapa nama eks gubernur seperti mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuanku Guru Bajang Zainul Majdi yang populer di kalangan muslim, mantan Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo, dan mantan Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry. Sektor militer juga tidak lupa digarap Perindo dengan mengajukan mantan Kepala BNN Anang Iskandar, mantan Pangdam Kasuari Letjen. (Purn) Ali Hamdan Bogra, dan mantan Pangdam Diponegoro Mayjen. (Purn) Wuryanto. Lewat strategi teritorial ini, Perindo terlihat berupaya mengatrol suara di Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, NTB, dan Papua Barat lewat tokoh-tokoh yang banyak bersinggungan dengan daerah tersebut. HT tentu berharap popularitas mereka bisa mendongkrak suara partai.

Kesan berbeda coba disampaikan Partai Buruh yang berusaha populis dengan tidak mendaftarkan artis dan pengusaha dalam daftar bakal caleg mereka. Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebut latar belakang ke 580 calegnya adalah aktivis serikat buruh, petani, nelayan, guru dan tenaga honorer, buruh migran, pekerja rumah tangga, serikat miskin kota, miskin desa, akademisi, dosen, guru, aktivis perempuat, PRT, kalangan milenial dan gen z, aktivis lingkungan hidup, penggiat HAM, dan pensiunan PNS.

Termasuk juga para pekerja informal seperti ojol, pedagang kaki lima, dan sebagainya. Potensi suara yang bisa diraup partai baru ini sangat besar mengingat besarnya jumlah buruh di Indonesia. Sebab, isu-isu populer seperti redistribusi kekayaan, kesetaraan kesempatan setiap orang, dan jaminan hidup dasar menjadi bahan kampanye mereka untuk menarik minat simpatisan.

Kelompok militer terkesan tenggelam dalam pencalegan kali ini. Faktanya tidak demikian, sebab sejumlah partai seperti PDIP dan Perindo masih mengajukan sejumlah nama pensiunan TNI-Polri dalam berkasnya. PDIP misalnya mengajukan 17 nama pensiunan selain nama petahana seperti purnawirawan TB Hasanuddin dan Mayjen Purnawirawan Sturman Panjaitan. Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristanto menyebut perekrutan pensiunan TNI — Polri ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan.

Artis Bukan Jaminan

Fenomena mengajukan nama artis untuk mendongkrak suara partai bukan hal baru. Catatan kumparan.com menyebut 91 artis maju sebagai caleg dalam Pemilu 2019, tetapi hanya 14 yang lolos ke Senayan. Sebanyak 77 orang atau 84,62 persen diantaranya gagal melaju. Rasio kegagalan ini tentu saja sangat tinggi dan menunjukkan status artis bukan jaminan untuk lolos ke Senayan.

Ada beberapa faktor yang membuat mereka gagal lolos. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menyebut mereka memang populer sebagai artis, tetapi kepopuleran tidak sebanding dengan elektabilitas. Sebab dibutuhkan lebih dari popularitas agar bisa dipilih masyarakat. Siapa yang meragukan popularitas Ahmad Dhani? Nyatanya, Dhani kalah dalam pertarungan di Dapil 1 Jawa Timur saat Pemilu 2019. Dhani justru kalah dari rekan satu partainya, purnawirawan TNI bernama Rahmat Muhajirin yang meraih 86.274 suara. Angkanya dua kali lipat dari raihan suara Dhani yang hanya 40.148 suara.

Meski demikian, kapasitas sebagai legislator tidak melulu ditentukan latar belakang para caleg. Banyak juga artis yang sukses berkarier sebagai politisi karena mereka memang memiliki kapasitas. Politisi PDIP Rike Diah Pitaloka misalnya, sukses menjadi politisi setelah menjadi aktivis dan pemeran film. Kariernya di politik juga cukup gemilang, tidak aseal setor wajah rupawan di kertas suara. Ia menjadi Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Rieke juga gencar mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dan memperjuangkan perlawanan kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO).

Di sisi lain, parpol tidak bisa serta merta ditunjuk gagal dalam melakukan kaderisasi. Sebab, kaderisasi bisa berjalan melalui skema internal dengan jalur karier dari ranting terbawah, dan kaderisasi eksternal dengan merekrut tokoh publik untuk kemudian dididik sesuai visi partai. Sayangnya, banyak parpol dan artis yang melewati tahapan pendidikan ideologis ini sehingga menimbulkan kekosongan ide saat menjadi legislator.

Sebaliknya, figur yang menapaki karier dari bawah di sebuah partai tidak selalu menjadi tokoh populer. Pemahaman ideologi parpol dan penguasaan lapangan di daerah pemilihan biasanya masih lebih baik ketimbang para artis, meski mereka kalah populer. Nah, rendahnya popularitas “prajurit karier” inilah yang memaksa parpol bersikap pragmatis dalam mendulang suara. Salah satu caranya dengan mengajukan artis sebagai caleg.

Pantauan Media

Tidak bisa dipungkiri, pendaftaran caleg artis mendatangkan trafik yang tinggi bagi media dan parpol itu sendiri. Hasil pemantauan Newstensity dengan kata kunci “Pemilu 2024” dan “Caleg” menunjukkan tingginya atensi media pada isu ini. Volume pemberitaan sempat naik saat pembukaan pendaftaran 01 Mei 2023, kemudian berangsur turun hingga satu minggu kemudian.

Grafik 2. Linimasa pemberitaan pendaftaran caleg
Lonjakan berita terjadi pada 08 Mei 2023 saat PKS menjadi partai pertama yang mendaftarkan bakal calegnya. Jumlah pemberitaan terus menanjak jelang penutupan pendaftaran. Pada 11 Mei, giliran PDIP yang mendaftarkan bakal calegnya sekaligus membuka gelombang pendaftaran parpol lain diikuti PAN, PSI, Nasdem, Gerindra, dan Golkar. Selama empat hari terakhir pendaftaran, volume pemberitaan terjaga di kisaran 1.400–2.000 berita setiap harinya. Adapun berita pendaftaran artis baru muncul pada 11 Mei 2013 saat PDIP membuka keran pendaftaran. Dari sinilah pembahasan artis sebagai caleg mulai mengemuka. Topik ini sendiri meraih 1.058 berita atau 7,3 persen dari seluruh pemberitaan pendaftaran caleg.

Dari analisis word cloud berita, PAN dan PDIP menjadi dua parpol yang paling banyak disebut media, masing-masing dengan 337 dan 312 berita. Selain isu caleg dari kalangan artis, topik lain yang muncul adalah rasio keterwakilan perempuan yang didaftarkan parpol. Sejumlah parpol menyebut sudah mengisi minimal 30 persen partisipasi perempuan dalam daftar yang mereka ajukan. Tidak hanya perempuan, kalangan milenial juga menjadi target tersendiri untuk meraup suara. Dibuktikan dengan tingginya frekuensi penyebutan di berita.


Grafik 3. Word cloud pemberitaan
Setali tiga uang dengan media massa, arus percakapan di Twitter juga tidak kalah ramai dengan pola linimasa yang hampir sama. Hasil pantauan Socindex dengan kata kunci “caleg” menghasilkan 23.586 engagament, 6.081 talks (post and comment), dan melibatkan 17 juta audiens. Isu ini berpotensi mampir ke 108 ,7 juta akun (buzz reach).


Grafik 4. Linimasa di Twitter
Volume komunikasi Twitter juga serupa dengan linimasa pemberitaan media mainstream. Kenaikan volume baru dijumpai saat PKS mendaftar caleg di 08 Mei 2023 lalu mengalami volume spike saat PDIP dan partai-partai lain mulai mendaftarkan calegnya yang sebagian diisi kalangan artis. Masuknya para artis dan tokoh publik lain ini memantik percakapan warganet.


Grafik 5. Statistik engagement di Twitter
Menariknya, kontestasi para pendukung parpol juga menyebar ke Twitter. Tercatat perang tagar antar-partai dengan empat tagar teratas menjadi milik Demokrat, PKS, PDIP, dan Nasdem. Demokrat menjadi jawara dalam kontestasi ini dengan 280 tagar #PDBersamaRakyat yang terkesan familiar dan menyatu bersama rakyat. Adapun tagar #PDIPerjuangan ada di posisi ketiga dengan 187 penyebutan.


Grafik 6. Top tagar di Twitter
Epilog

Apapun latar belakang seseorang, selama memenuhi syarat yang berlaku tentunya berhak untuk mengajukan diri sebagai legislator. Medan pembuktian berada di kursi wakil rakyat dengan menunjukkan kapasitasnya lewat dialektika legislasi. Sayangnya, glorifikasi berlebihan media pada pendaftaran artis sebagai caleg justru melupakan esensi penting dari pemilu. Alih-alih membedah ide dan kapasitas caleg, media malah berputar-putar pada status yang melekat. Siapapun yang terpilih semoga bisa mewakili aspirasi rakyat!