Memilih Karyawan Berdasarkan Zodiaknya, Layakkah Dilakukan dalam Proses Rekrutmen?
Perkenalkan, Mimin, gadis ayu berusia remaja. Hobinya memantau ramalan zodiak. Sejak berseragam putih abu-abu, Mimin percaya bahwa zodiak adalah penentu kepribadian seseorang. Lama-kelamaan, kepercayaan Mimin terhadap zodiak mencapai level ekstrem.
Dia pernah menolak perasaan seorang laki-laki yang sempat ditaksirnya. Menurut Mimin, zodiaknya dan zodiak lelaki itu tidak cocok sehingga mereka tidak bisa bersama. Selain itu, dia juga cukup selektif dalam memilih teman. Selagi bisa, Mimin memilih untuk berteman akrab dengan para pemilik zodiak yang dikatakan cocok dengan zodiaknya.
Tidak hanya Mimin yang masih remaja, ada pula orang dewasa yang sangat percaya pada hal seperti itu. Bahkan kepercayaan itu menyeretnya ke dalam dunia pekerjaan. Ya, zodiak ternyata sudah menjadi penentu apakah seseorang bisa diterima bekerja atau tidak di beberapa perusahaan. Iya, Anda tidak salah baca. Hal tersebut benar-benar terjadi.
Baru-baru ini, seorang warganet pengguna Twitter asal Indonesia secara anonim membagikan pengalaman kekasihnya yang mengikuti wawancara kerja. Kekasih warganet itu ditanya apa zodiaknya, yang ternyata adalah Capricorn. Menurut HRD yang mewawancarainya, dia adalah pribadi yang terlalu perfeksionis. Si HRD pun mengatakan bahwa rata-rata pemilik zodiak Capricorn yang dia temui memang orang yang perfeksionis dan menurutnya hal ini adalah masalah.
Unggahan warganet tersebut lantas menuai pro dan kontra. Ada yang tidak setuju dengan si HRD dan menyebutnya tidak profesional, ada pula yang membenarkannya, mengatakan bahwa zodiak memang mempengaruhi kepribadian seseorang dan HRD di negara tertentu seperti Cina sudah memperhatikan hal ini dalam proses perekrutan karyawan.
Que Gangjian, seorang manajer yang bekerja di sebuah perusahaan penjualan mobil di kota Changzhou, Cina, mengutamakan tiga zodiak dalam proses rekrutmen karyawan di perusahaan tersebut, di mana orang berzodiak Scorpio, Capricorn, dan Gemini lebih disukai. Menurut Que, pemilik ketiga zodiak tersebut adalah orang yang lebih gigih dan tidak mudah menyerah.
Lalu, apakah zodiak benar-benar menentukan kepribadian seseorang?
Menurut hasil penelitian Steyn (2011) dari University of South Africa, zodiak tidak menentukan kepribadian seseorang. Penelitian tersebut melibatkan 65.268 pencari kerja yang ada di Afrika Selatan, terdiri dari 59 persen wanita dan 41 persen pria dengan usia rata-rata 24,8 tahun.
Semua partisipan dalam penelitian tersebut telah menempuh pendidikan selama 12 tahun dan mampu berbahasa Inggris. Mereka kemudian dikelompokkan ke dalam 12 grup berdasarkan 12 zodiak yang kita kenal yaitu Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius, dan Pisces.
Puluhan ribu partisipan tersebut lalu diminta untuk mengisi kuesioner kepribadian di bawah pengawasan psikolog terdaftar. Setelah memperoleh data dan menganalisisnya, Steyn menyimpulkan bahwa hasil penelitiannya itu tidak menemukan bukti untuk mendukung pendapat yang mengatakan bahwa zodiak mempengaruhi kepribadian seseorang.
Sementara itu, menurut hasil penelitian Lu et al. (2020) dari Massachusetts Institute of Technology, Peking University, dan University of Maryland, terdapat diskriminasi dalam proses perekrutan karyawan di Cina, dimana pemilik zodiak Virgo adalah orang yang paling dihindari untuk dipekerjakan. Di Negeri Tirai Bambu itu, banyak HR profesional yang yakin bahwa pemilik zodiak Virgo adalah orang yang kurang menyenangkan.
Lu dan ketiga rekannya pun menemukan bahwa Virgo adalah zodiak yang dianggap paling negatif di Cina. Tidak hanya di dunia pekerjaan, tetapi juga di dunia percintaan.
Menariknya, hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa zodiak tidak menentukan kepribadian seseorang dan kinerja karyawan tidak dipengaruhi oleh zodiaknya. Oleh karena itu, Lu dan ketiga rekannya berpendapat bahwa menilai kepribadian seseorang berdasarkan zodiaknya adalah tindakan yang tidak rasional dan tidak adil.
Perlu diketahui pula bahwa penelitian tersebut dilakukan dalam skala besar, melibatkan hingga ratusan ribu partisipan di Cina.
Lalu, mengapa ada banyak orang yang percaya pada zodiak?
Mereka yang percaya pada zodiak terkena Efek Barnum, yaitu fenomena psikologi dimana seseorang yakin bahwa suatu pernyataan atau deskripsi berlaku khusus untuk dirinya. Padahal, pernyataan atau deskripsi tersebut sebenarnya juga berlaku untuk banyak orang.
Misalnya, pemilik zodiak Pisces dideskripsikan sebagai orang yang murah hati, berempati tinggi, romantis, pendengar yang baik, sensitif, dan kreatif. Pemilik zodiak Pisces yang membaca deskripsi tersebut akan merasa bahwa dirinya memang seperti itu. Padahal, karakter ini juga ditemukan pada pemilik zodiak lain.
Contoh lainnya, hari ini Anda membaca ramalan yang mengatakan bahwa pemilik zodiak Libra akan menerima kabar buruk. Ternyata, Anda selaku pemilik zodiak tersebut, terserang Covid-19 pada hari ini. Anda lantas berpikir, “Ramalan itu benar!” Padahal, orang yang terinfeksi Covid-19 pada hari yang sama bukan Anda saja dan bukan pemilik zodiak Libra saja. Jadi, itu hanyalah sebuah kebetulan.
Menariknya, menurut hasil penelitian Andersson et al. (2021) dari Lund University, orang yang percaya pada ramalan astrologi seperti zodiak, memiliki IQ yang lebih rendah dan sifat narsis yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak percaya pada astrologi.
Andersson dan kedua rekannya menemukan bahwa orang yang percaya pada ramalan astrologi cenderung lebih fokus pada diri sendiri dan menganggap dirinya sebagai orang istimewa. Mereka juga mencatat bahwa semakin tinggi IQ partisipan yang terlibat dalam penelitian tersebut, semakin rendah kepercayaannya terhadap astrologi.
Sebagai orang yang memiliki zodiak Virgo, saya merasa bersyukur karena tidak hidup di negeri Cina. Bayangkan akan jadi apa saya di negara itu, pasti nasib saya malang sekali. Semoga apa yang dilakukan oleh kebanyakan HR di Cina tidak semakin diadopsi oleh HR di Indonesia, karena mencari pekerjaan akan semakin sulit, hanya karena perkara ramalan zodiak yang kebenarannya tidak terbukti secara ilmiah.