Mengapa Orang Tua Anda Membenci Musik Yang Anda Suka?

Ini cerita masa kecil saya, ketika rasa penasaran masih begitu besar dan ego masih mendidih.

Suatu ketika pada pertengahan 2000-an saya pulang ke rumah membawa sekeping kaset With Teeth milik Nine Inch Nails. Ada rasa puas yang besar karena itulah pertama kalinya saya berhasil mendapatkan album milik band pimpinan Trent Reznor tersebut. Sebelumnya, saya cuma pernah membaca nama mereka di majalah serta novel anak-anak Animorphs. Saya sama sekali tidak terbayang seperti apa musik mereka. Yang saya tahu, musik mereka sulit dicerna.

Masalahnya, sulit dicerna yang seperti apa? Pertanyaan itulah yang hendak saya jawab ketika membeli kaset tersebut. Waktu itu harga kaset artis luar negeri harganya sekitar Rp23.000. Untuk ukuran sekarang memang cukup murah tetapi tidak pada masa itu. Lagipula, saya masih duduk di bangku SMA sehingga butuh upaya ekstra untuk mengumpulkan uang sekian.

Sesampai di rumah, saya langsung memasukkan kaset ke dalam tape deck peninggalan ayah. Tak lama, saya langsung paham bahwa Nine Inch Nails memang bukan band yang tak bisa didengarkan semua orang. Kalau boleh jujur, saya sangat kesulitan menikmati alunan musik mereka. Yang terdengar kala itu hanyalah bebunyian acak yang entah bagaimana bisa disebut lagu.

Namun, sekali lagi, ini terjadi ketika saya masih bocah, ketika rasa penasaran masih begitu besar dan ego masih mendidih. Meski kesulitan setengah mampus, saya tak peduli. Terus saja kaset itu saya putar di ruang tengah rumah. Alhasil, bebunyian tak jelas pun memenuhi rumah, dan pada momen itulah ibu saya menggerutu, "Lagu apa, sih, ini? Enggak jelas."

Dalam hati saya mengakui bahwa ibu saya benar. Akan tetapi, namanya juga remaja, semua yang dibilang orangtua pasti terdengar salah. Mendengar itu, saya balik menggerutu. Saya lupa apa yang persisnya saya katakan tetapi kira-kira begini: "Ah, ibu aja yang nggak ngerti."

Lambat laun, saya akhirnya bisa sedikit mengerti mengapa banyak orang terobsesi dengan Nine Inch Nails. Namun, momen pencerahan itu baru saya dapatkan bertahun-tahun kemudian, ketika sudah duduk di bangku kuliah. Di kesempatan pertama, sebenarnya saya sama bingungnya dengan ibu saya.

Yang kemudian menjadi perbedaan adalah saya masih mau mencoba mendengarkan Nine Inch Nails. Saya tidak menjadi antipati meskipun dikecewakan pada kesempatan pertama. Terlebih, setelah itu saya mengetahui bahwa With Teeth, meski solid, bukanlah karya terbaik Reznor dan kawan-kawan. Predikat itu sendiri jadi milik Pretty Hate Machine dan Downward Spiral.

 

Suka Nirvana, Benci Nine Inch Nails

Nine Inch Nails sendiri sudah muncul ketika ibu saya masih muda—bahkan ketika saya belum lahir. Namun, mengapa ibu tidak bisa menoleransi mereka? Saya tahu persis ibu menyukai lagu-lagu milik Red Hot Chili Peppers dan Nirvana, tetapi mengapa tidak dengan Nine Inch Nails?

Well, mungkin Nine Inch Nails kelewat ekstrem. Akan tetapi, poinnya adalah, mengapa orangtua tidak mau mendengarkan musik yang terdengar asing bagi mereka? Nirvana, Red Hot Chili Peppers, dan Nine Inch Nails berasal dari era yang sama, tetapi cuma Nine Inch Nails yang benar-benar menawarkan sesuatu yang baru. Mengapa sesuatu yang baru ini begitu dihindari?

Kasus seperti ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Orang tua di tahun 50-an menganggap rock and roll sebagai musik setan. Lalu, anak muda yang tumbuh dengan rock and roll membenci musik yang datang setelahnya. Ketidaksukaan ini menjadi siklus dan tak banyak yang berhasil keluar darinya. Lalu, apa yang membuat ini semua terjadi?

Nah, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Seth Stephens-Davidowitz, jawaban dari pertanyaan itu adalah karena selera musik terbentuk di usia yang sangat muda. Kata Stephens-Davidowitz, selera musik perempuan terbentuk pada umur 11-14 sementara laki-laki pada umur 13-16. Dengan kata lain, musik yang didengar setelah itu lebih sulit dicerna. Semakin tua seseorang, semakin sulit mereka menyukai musik baru—dalam artian musik yang terdengar asing.

Stephens-Davidowitz bisa menarik kesimpulan demikian lewat analisis data Spotify dan tangga lagu Billboard. Dari situ dia berhasil memetakan kelompok umur penggemar lagu-lagu yang masuk Top 200 Billboard. Hasilnya, ya, seperti itu tadi.

"Ambil contoh lagu 'Creep'," kata Stephens-Davidowitz seperti dikutip dari Alternative Press. "Ini adalah lagu terpopuler ke-164 di kalangan pria yang saat ini (pada 2018, red) berumur 38 tahun. Akan tetapi, lagu ini tidak cukup populer di kalangan orang-orang yang lahir 10 tahun sesudahnya atau sebelumnya. Orang-orang yang menyukai 'Creep" rata-rata berusia 14 tahun saat lagu itu dirilis, dan ini adalah pola yang konsisten."

Teori Stephens-Davidowitz itu diperkuat oleh temuan lain dari layanan streaming musik Deezer. Menurut mereka, mayoritas orang berhenti mendengarkan musik baru ketika mereka berumur 30,5 tahun. Temuan itu sendiri didapatkan lewat sebuah survei yang dilakukan terhadap 1.000 penduduk Britania Raya. Deezer mendapati bahwa 60 persen responden hanya mau mendengarkan musik yang itu-itu lagi dan cuma 25 persen dari mereka yang sudi mencoba musik baru.

Tak hanya itu, Deezer juga melaporkan bahwa usia emas pencarian musik baru seseorang adalah 24 tahun. Tujuh puluh lima persen responden tadi mengatakan bahwa mereka mendengarkan 10 atau lebih lagu baru dan 64 persen dari mereka menemukan setidaknya 5 artis baru. Namun, setelah itu ‘kemampuan’ orang untuk mencari musik baru semakin menurun dan terus menurun.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa selera musik seseorang terbentuk ketika mereka berada di usia pra-remaja. Setelah itu mereka terus mencari dan pencarian tersebut mencapai puncak pada usia 24 tahun. Ada waktu sekitar satu dekade bagi orang-orang untuk benar-benar menjelajahi selera musik mereka. Namun, setelah usia 24 tahun, secara perlahan eksplorasi tersebut berkurang hingga akhirnya berhenti pada usia 30 tahun.

Tentu saja tidak semua orang mengalami perjalanan yang sama. Akan tetapi, itulah yang dialami kebanyakan orang. Kesibukan bekerja, mengurus anak, sampai terlalu banyaknya opsi yang mereka miliki membuat orang malas mencari referensi musik baru. Kembali ke kasus ibu saya, ketika Nine Inch Nails merilis album untuk pertama kali pada 1989 beliau sudah bekerja dan ketika album Downward Spiral dilepas beliau sudah harus mengurus dua anak. Analisis ini pun masuk akal.

Dengan begitu, maklumilah apabila orangtua mencibir lagu-lagu kesukaan Anda. Tak menutup kemungkinan, ketika tua nanti, Anda akan melakukan hal serupa. Ini sebuah siklus dan tidak banyak orang yang bisa keluar darinya.