Menghitung Jasa Lingkungan Kelelawar Penjaga Karst Gunungsewu

MENGHITUNG JASA LINGKUNGAN PENJAGA KARST GUNUNGSEWU

Karst Gunungsewu merupakan salah satu kawasan karst di Indonesia yang paling lengkap dikaji oleh para peneliti. Franz Wilhelm Junghuhn peneliti berkebangsaan Jerman yang berkunjung ke Kabupaten Gunungkidul pada tahun 1835 pernah mendeskripsikan  keunikan alam Karst Gunungsewu. Junghuhn menuliskan dalam laporannya mayoritas kawasan Karst Gunungsewu tertutup hutan lebat, kecuali wilayah di dekat garis pantai. Sementara wilayah yang dekat pemukiman penduduk berubah fungsi menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Kajian kebumian spesifik atas wilayah ini di masa-masa awal dilakukan oleh  Bothe (1929), Lehman (1936), Van Bemmelen (1949), dan Balazs (1968). 

Para peneliti meyakini perubahan lanskap Karst Gunungsewu dari hutan lebat menjadi perbukitan (yang terlihat) gersang saat ini adalah akibat ulah manusia.  Deforestasi menyebabkan tanah penutup di perbukitan mengalami erosi dan terakumulasi ke lembah-lembah. Menyisakan sedikit lapisan tanah pada lekuk batuan di perbukitan. Sifat fisik batugamping juga menyebabkan air tanah terakumulasi pada goa-goa di bawah tanah, sehingga sulit dimanfaatkan karena keberadaan goa-goa tersebut harus ditemukan terlebih dahulu dengan metode-metode survei tertentu. Kondisi alam ini menyebabkan masyarakat Karst Gunungsewu harus beradaptasi dengan mengembangkan pertanian lahan kering di areal perbukitan dan pertanian sawah tadah hujan di areal lembah. 

Dari pendataan goa yang telah dilakukan berbagai pihak sejak tahun 1970-an, sedikitnya terdapat 617 goa di Karst Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul. Namun kurang dari 1/3 dari jumlah total goa-goa tersebut yang telah dipetakan. Selain menyimpan potensi hidrologi dan wisata, goa-goa di Karst Gunungsewu juga menjadi hunian kelompok kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) maupun kelelawar pemakan buah (Megachiroptera). Kedua kelompok kelelawar ini sering dijumpai tinggal di goa yang sama, meskipun dalam kawanan berbeda. 

Dalam berbagai kajian, kelelawar sering disebut memiliki jasa lingkungan bagi pertanian dan perkebunan, melalui analisa Sistem Informasi Geografis, kajian ini mencoba melakukan perhitungan valuasi ekonomi jasa kedua kelompok kelelawar tersebut di Kabupaten Gunungkidul. 

Kelelawar Pemakan Serangga

6

Dari data identifikasi fauna goa yang telah dilakukan di Gunungkidul, setidaknya terdapat 13 buah goa yang dihuni oleh Rhinolopus canuti yaitu: Kalisuci, Jlamprong, Toto, Gremeng, Ndilem, Trinting, Grudo, Seropan, Tong Pocot, Cerme, Gilap, Cokro dan Bribin I. Sedangkan kelelawar Hipposideros larvatus sedikitnya menghuni delapan buah goa yaitu : Gilap, Plalar, Sodong, Grudo, Jlamprong, Gebyok/Cekelan, Toto dan Senen. 


Tabel lokasi hunian Hipposideros larvatus:

No

Nama_Goa

Ordo/Class

Family

Genus 

Species 

1

Gilap

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

2

Plalar

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

3

Sodong

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

4

Grudo

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

5

Jlamprong

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

6

Gebyok_Cekelan

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

7

Toto

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus

8

Senen

Chiroptera

Hipposideridae

Hipposideros

Hipposideros_larvatus


Tabel lokasi hunian Rhinolopus canuti:

No

Nama_Goa

Ordo/Class

Family

Genus 

Species 

1

Kalisuci

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

2

Jlamprong

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

3

Toto

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

4

Gremeng

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

5

Ndilem

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

6

Trinting

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

7

Grudo

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

8

Seropan 

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

9

Tong_Pocot

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

10

Cerme

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

11

Gilap

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

12

Cokro

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

13

Bribin I

Chiroptera

Rhinolophidae

Rhinolophus

Rhinolophus_canuti

Sektor pertanian merupakan penyumbang perekonomian terbesar Kabupaten Gunungkidul (25.5%). Seiring perubahan daya dukung lingkungan, sektor pertanian rentan mengalami gangguan, terutama akibat serangan hama serangga. Sebagai salah satu predator alami di alam, kelelawar memiliki jasa lingkungan yang signifikan terhadap sektor pertanian. Dengan melakukan analisa geoprocessing berdasarkan parameter daya jangkau terbang kelelawar Rhinolopus canuti dan Hipposideros larvatus dari lokasi-lokasi huniannya, maka dapat dilakukan perhitungan nilai ekonomi kelelawar pemakan serangga yang berguna bagi aktivitas pertanian, perladangan dan perkebunan. 

Hasil analisa geoprocessing terhadap daya jelajah kelelawar terhadap peta tata guna lahan yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial tahun 2019, luasan tataguna lahan yang masuk dalam radius jelajah kelelawar Rhinolophus canuti dan Hipposideros larvatus yang menghuni 17 goa adalah:

Sawah = 1.227,37 hektar
Sawah tadah hujan = 25.102,87 hektar
Ladang = 51.480,33 hektar
Perkebunan = 11.921,56 hektar


Total luasan lahan dalam radius jelajah terbang Rhinolopus canuti dan Hipposideros larvatus = 89.732,13 hektar

Mengacu pada kebiasaan penggunaan pestisida para petani beras merah di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, untuk mengatasi hama serangga petani menggunakan pestisida dengan merk “Decis” dengan harga Rp.30.000/kemasan 50ml. Kebutuhan pestisida per 1 hektar adalah 180 ml di mana petani melakukan penyemprotan sebanyak 3x dalam satu musim tanam (Puspitasari, 2020).

Menggunakan referensi harga pestisida “Decis” sebagai produk substitusi dari fungsi kelelawar, maka nilai ekonomi dari fungsi kelelawar sebagai pemberantas hama serangga dalam satu musim tanam pada tataguna lahan sawah, sawah tadah hujan, ladang dan kebun adalah: Rp 30.000 x 3,6 botol (kemasan 50ml) x 89.732,13 ha = Rp. 9.691.070.256,-. Dalam satu musim tanam petani melakukan penyemprotan sebanyak 3x, maka nilai ekonomi kelelawar sebagai pemberantas hama serangga bagi sawah, sawah tadah hujan, ladang dan perkebunan di Kabupaten Gunungkidul : Rp. 14.506.191.504,00 x 3 = Rp. 29.073.210.768,-

 

Kelelawar Pemakan Buah

Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) merupakan salah satu fauna penyerbuk penting bagi tanaman buah. Kelelawar diyakini menjadi fauna penyerbuk lebih dari 1000 spesies tanaman buah di kawasan tropis, termasuk buah-buahan yang penting bagi sosio-ekonomi masyarakat yaitu durian dan mangga. Selain membantu penyerbukan durian dan mangga, dalam berbagai penelitian kelelawar juga berperan penting bagi penyerbukan buah-buahan seperti jambu biji, petai, nangka, dan buah naga.

Belum banyak penelitian tentang kelelawar pemakan buah di kawasan Karst Gunungsewu khususnya di Kabupaten Gunungkidul, namun sedikitnya ada tiga spesies yang telah dikenali para peneliti di kawasan ini, antara lain: Cynopterus brachyotis (14km) dan Rousettus leschenaulti (11.7km) di Goa Kalisuci, dan Rousettus amplexicaudatus (25 km) di Goa Lawa (dalam Semiadi et al, 2011). Nilai jasa penyerbukan yang dilakukan oleh kelelawar pemakan buah belum pernah diteliti secara khusus di Indonesia, tapi umumnya hilangnya fauna penyerbuk di Asia akan berdampak pada turunnya nilai produksi tanamanan buah tropis sebesar 30.25%.

Kajian khusus peran kelelawar dalam penyerbukan buah naga telah dilakukan oleh Tremlett et al (2019) di Mexico, di mana tanpa bantuan penyerbukan oleh kelelawar, produksi buah berkurang sebanyak 35% dan 46%. 

Berdasarkan laporan Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2022 produksi tanaman buah yang membutuhkan bantuan penyerbukan oleh kelelawar agar berbuah maksimal di Kabupaten Gunungkidul adalah:

Jenis Buah 

Hasil Produksi/tahun 2021 (Kwintal)

Perkiraan Harga Pasar (kg)

Perkiraan Pendapatan 


Durian

275,9

Rp. 30.000,00

Rp. 827.700.000,00


Jambu Biji 

15.935,43

Rp.  6.700,00

Rp. 10.676.684.500,00


Mangga 

102.599,35

Rp. 12.000,00

Rp. 123.119.220,000,00


Nangka

22.134,35

Rp. 15.000,00

Rp. 33.201.525.000,00


Petai

10.847,28

Rp. 100.000,00

Rp. 108.472.800.000,00


Total Perkiraan Pendapatan

Rp. 276.297.929.500,00

Apabila habitat kelelawar pemakan buah terganggu dan mengakibatkan terganggunya fungsi penyerbuk, maka produktivitas buah-buahan di Kabupaten Gunungkidul akan turun 30,25% berdasarkan Bauer, Marie and Wing (2010), sehingga potensi kerugian ekonomi dari lima jenis buah-buahan tersebut dapat dihitung: Rp. 276.297.929.500,- x 30.25% = Rp. 82.889.378.850,- per tahun.

Apabila dihitung menggunakan hasil pendekatan Tremlett et al (2019), maka  potensi kerugian ekonomi akibat hilangnya fungsi penyerbuk kelelawar pada lima jenis buah tersebut:

Rp. 276.297.929.500,- x 35% = Rp. 95.704.275.325,-
Rp. 276.297.929.500,- x 46% = Rp. 127.097.047.570,-
Potensi kerugian nilai ekonomi yang diakibatkan oleh hilangnya fungsi penyerbukan kelelawar di Kabupaten Gunungkidul diperkirakan mencapai Rp 95.704.275.325,- hingga Rp. 127.097.047.570,- per tahun.