Mengkaji Prevalensi Obesitas di Kalangan Pekerja Indonesia

Obesitas Lebih Dari Sekedar Berat Badan

 

1. Prevalensi obesitas tertinggi di kalangan PNS, TNI, Polri, dan pegawai BUMN/BUMD mencapai 32%.

2. Kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup modern berkontribusi signifikan terhadap peningkatan obesitas.

3. Mengonsumsi makanan real food dan menghindari makanan ultra proses dapat membantu mengatasi obesitas.

 

Baru-baru ini, media sosial dihebohkan oleh laporan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tentang  prevalensi obesitas tertinggi di kalangan pekerja Indonesia. Laporan ini bersumber dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, yang menunjukkan bahwa 32% penderita obesitas berdasarkan pekerjaan berasal dari profesi PNS, TNI, Polri, dan pegawai BUMN/BUMD.

 

Para netizen berkelakar melalui media sosial Instagram"kalau polisi obesitas, bagaimana bisa mengejar tersangka? Bisa-bisa kalah cepat larinya." Lebih lanjut, netizen lain menambahkan, "mereka jarang gerak, dari rumah ke kantor naik mobil atau motor, sampai di kantor menghadap komputer." 

 

Isu mengenai obesitas pada anggota polisi bukanlah berita baru. Dalam RPJMN 2020-2024, Kemenkes menargetkan prevalensi obesitas nasional menurun ke angka 21,8%. Tapi angka obesitas nasional berada di angka 23,4%. Sedihnya lagi, populasi obesitas terbesar adalah pekerja PNS, BUMN, dan polisi sebesar 32%. 

 

Tingginya angka obesitas di tubuh Polri seharusnya menjadi perhatian serius. Pada tahun 2018, SDM Kapolri Irjen Arif Sulistyanto menyatakan bahwa Polri sedang berbenah dalam masalah kesehatan anggotanya. Di tahun itu, ada 33,7% anggota PNS/TNI/Polri yang menderita obesitas. 5 tahun setelahnya, angka tersebut baru turun 1,7% poin ke 32%. 

 

Perut Buncit yang Mengkhawatirkan

Selayaknya stunting dan malnutrisi, obesitas merupakan masalah kesehatan serius. Kalau prevalensi stunting Indonesia cenderung menurun, tingkat obesitas malah terus naik. Survei Kesehatan Indonesia tahun 2013 menunjukkan tingkat obesitas nasional mencapai 15.4%, kemudian meningkat menjadi 20.7% di tahun 2016. Dua tahun kemudian angkanya meningkat lagi menjadi 21,8%, kemudian menanjak menjadi 23,4% di 2023. 

 

[grafis angka obesitas Indonesia → grafisnya dari tahun 2007-2023 makin gede angkanya makin gede orangnya. Tahun 2023 angkanya 23,4%. 

Sumber: Kompasdata | Obesitas dan Penyakit Turunannya]

 

Sekilas, pengertian tentang obesitas hampir sama dengan overweight atau berat badan berlebihTapi keduanya berbeda. Obesitas dan kelebihan berat badan bisa diukur lewat indeks massa tubuh (IMT) alias body mass index (BMI). WHO menetapkan kelebihan berat badan dikategorikan sebagai individu dewasa yang memiliki IMT sama dengan atau lebih besar dari 25, sedangkan obesitas dikategorikan sebagai individu dewasa yang memiliki IMT sama dengan atau lebih besar dari 30. Sementara Kemenkes menyatakan individu dapat dikategorikan sebagai overweight memiliki IMT >25-<27, sedangkan individu dengan kategori obesitas memiliki nilai IMT > 27. 

 

Kenapa menggunakan IMT? Karena IMT memiliki memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh. Berdasarkan data dari SKI 2023, tercatat hampir sekitar 23,4% penduduk Indonesia menderita obesitas, dengan kelompok usia 40-49 tahun mencatat prevalensi tertinggi, yakni sebesar 30,2%-30,4%. Hal ini terjadi karena menurunnya tingkat aktivitas fisik seiring bertambahnya usia ditambah lagi dengan mulai melambatnya proses metabolisme tubuh.

 

Sedihnya, lebih banyak perempuan yang menderita obesitas dibanding laki-laki. Persentase perempuan yang menderita obesitas adalah 31,2%, dua kali lipat dari jumlah laki-laki yang menderita obesitas sebesar 15,7%. Alasannya karena massa otot laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Kecilnya massa otot di perempuan menyebabkan mereka lebih mungkin menimbun lemak, karena dengan massa otot yang lebih kecil, tubuh memiliki kapasitas yang lebih rendah untuk membakar kalori. Otot membakar lebih banyak kalori dibandingkan dengan lemak, bahkan saat tubuh sedang istirahat. Semakin banyak otot yang dimiliki seseorang, semakin banyak kalori yang dibakar oleh tubuhnya.

 

Tempat tinggal juga mempengaruhi risiko obesitas, dengan persentase individu yang tinggal di perkotaan lebih rentan mengalami obesitas. Di perkotaan banyak makanan dan minuman yang tidak sehat, ditambah pola konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia yang cenderung masih kurang di bawah anjuran yang seharusnya. Mandagie dkk (2022), tahun 2019 konsumsi sayuran orang Indonesia rata-rata 39 kkal, kemudian turun pada tahun 2020 menjadi 38.51 kkal, yang seharusnya batas minimal konsumsi sayur sebesar 62.5 kkal. Sedangkan pada laporan yang sama, konsumsi buah masyarakat hanya sebesar 59.04% dari batas minimal rekomendasi WHO sebesar 150 gram/kapita/hari.


 

Lebih lanjut, SKI tahun 2023 juga melaporkan adanya prevalensi tinggi pada obesitas pekerja dalam institusi pemerintahan yang berprofesi sebagai PNS, TNI/Polri dan BUMN/BUMD sebesar 32%, tertinggi kedua adalah pengangguran sebesar 29.9%, disusul oleh pekerja wiraswasta sebesar 24.9% dan pekerja swasta sebesar 23.6%. Alasan terbesar kenapa tingkat obesitas tinggi di dua kelompok ini karena frekuensi aktivitas mereka rendah dan cenderung statis.


 

Sebagai gambaran, rata-rata pekerja  kantoran membakar sekitar 102,5 kalori/jam dengan total 802 kalori dalam satu hari kerja. Pekerja dengan aktivitas sedang seperti guru, juru masak, polisi, mekanik membakar sekitar total 127,5 kalori per jam, atau 1020 kalori sepanjang hari kerja penuh. Sedangkan pekerjaan dengan jumlah aktivitas yang tinggi seperti pelayan, petani, pekerja konstruksi (kuli), tukang kebun, pekerja kebersihan membakar sekitar 175 kalori per jam, atau 1.400 dalam delapan jam.

 

Tingkat kesejahteraan dapat membuat seseorang mudah mengalami obesitas. Saat pendapatan seseorang semakin besar, maka ia cenderung untuk dapat menuruti kemauannya seperti membeli makanan yang mengandung banyak kalori, manis, atau berlemak. Di Indonesia, akses yang makin mudah dan biaya yang makin terjangkau atas makanan tidak sehat adalah penyebab utama malnutrisi. Berdasarkan data SKI 2023, ekonomi teratas memiliki tingkat obesitas tertinggi sebesar 30.5% sedangkan tingkat ekonomi terbawah hanya memiliki tingkat obesitas terendah sebesar 14.3%. 

 

Gaya Hidup Modern yang Mengancam

Gaya hidup memiliki peran penting dalam mempengaruhi obesitas, di mana pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor utama yang berkontribusi. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) tengah merajai dunia kuliner, khususnya dalam segmen kuliner kekinian. Saking besarnya minat masyarakat, industri ini diproyeksikan akan naik sebesar 7% di tahun 2024.

 

Tumpah ruahnya kedai makanan bukan berarti gizi masyarakat terpenuhi. Data BPS (2023) menunjukkan rata-rata harian konsumsi kalori per kapita untuk makanan jadi pada tahun 2023 sebesar 2.087,64 Kkal, lebih rendah dari Peraturan Menkes yaitu 2.100 Kkal. Ini baru jumlah kalori harian, belum bicara tentang konsumsi makro nutrisi seperti protein, karbohidrat, dan lemak, serta mikro nutrisi yang mencakup mineral dan vitamin.

 

Dari semua tren kuliner kekinian yang ada sekarang, jenis makanan yang paling digandrungi adalah minuman manis. Data SKI 2023 menunjukkan 45-48,3% masyarakat dewasa berusia 25-60 tahun paling getol mengonsumsi minuman manis. Tak heran angka obesitas dan penderita diabetes di kelompok ini mengalami peningkatan yang signifikan.

 

Lebih lanjut, obesitas juga dapat terjadi pada masyarakat yang hobi mengkonsumsi makanan ultra proses. Makanan ultra proses merupakan jenis makanan yang telah melalui berbagai tahap pengolahan dan seringkali ditambahkan dengan bahan-bahan untuk meningkatkan rasa dan masa simpan. Makanan ultra proses cenderung memiliki kandungan kalori yang tinggi namun rendah nutrisi, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan energi dalam tubuh. Akibatnya, terjadi penumpukan lemak berlebih dan kenaikan berat badan yang tidak sehat. Total konsumsi makanan olahan ultra proses menyumbang 15,7% dari total energi orang dewasa per hari di Indonesia. 

 

Isu lainnya yang tak kalah penting adalah kurangnya aktivitas fisik dan area terbuka yang bisa digunakan untuk berolahraga. Dari total luas wilayah Jakarta, hanya 5,2% areanya merupakan ruang terbuka hijau, padahal idealnya adalah 30%. Jumlah fasilitas olahraga yang bisa diakses pun juga sedikit, per 2023 hanya ada 22 unit yang tersebar di seluruh provinsi.

 

Ketiadaan waktu untuk berolahraga juga punya andil besar dalam faktor obesitas. Tambah lagi beban perjalanan yang berat, terutama dalam kasus pekerja kantoran Jakarta yang harus berangkat subuh dan pulang setelah maghrib. Tambah lagi dengan beban pekerjaan yang tentunya menambah beban pikiran alias stres. 

 

Saat tubuh mengalami stres, kelenjar adrenal melepaskan kortisol lebih banyak. Hormon ini kemudian memicu produksi hormon insulin dan leptin membangkitkan rasa lapar sehingga timbul keinginan makan makanan tinggi gula dan lemak. Jadi terbayang kan kenapa orang-orang stres rentan punya berat badan berlebih?

 

Apa yang perlu Kita Lakukan?

Mengatasi obesitas dapat dimulai dengan mengonsumsi makanan real food, yaitu makanan yang alami dan minim pemrosesan. Buah-buahan, sayuran, biji-bijian, tahu-tempe, ikan, dan daging bisa menyediakan nutrisi yang diperlukan tubuh. 

 

Selain mengonsumsi makanan sehat, meningkatkan aktivitas fisik juga tak kalah penting. Olahraga sederhana, seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berenang, dapat membantu membakar kalori dan meningkatkan kebugaran tubuh. Olahraga tidak hanya membantu dalam penurunan berat badan, tetapi juga meningkatkan kesehatan jantung, memperkuat otot, dan meningkatkan suasana hati. Dengan rutin berolahraga, tubuh akan lebih efisien dalam mengelola berat badan dan menjaga keseimbangan energi.

 

Peran pemerintah juga sangat penting dalam mengatasi obesitas. Salah satu langkah yang efektif adalah dengan melakukan regulasi makanan dan minuman manis, termasuk menampilkan kandungan gula pada kemasan dengan label yang jelas, seperti yang dilakukan di Eropa. Ini membantu konsumen membuat pilihan yang lebih sehat. Untungnya, pemerintah sekarang sedang menggodok aturan menerapkan cukai untuk minuman berpemanis.

 

Selain itu, pemerintah dapat memperbanyak fasilitas umum untuk berolahraga, seperti taman, jalur sepeda, dan pusat kebugaran, yang memungkinkan masyarakat untuk lebih aktif secara fisik. Hal ini setidaknya sudah difasilitasi oleh pemerintah dengan memperbolehkan Car Free Day (CFD) setiap hari Minggu. 

 

Kombinasi dari pola makan sehat, aktivitas fisik yang rutin, dan dukungan regulasi dari pemerintah merupakan strategi yang komprehensif untuk mengatasi obesitas secara efektif.