Monarki Inggris terlihat abadi. Ia sudah ada jauh sebelum kamu, orangtuamu, nenekmu, dan buyutmu lahir. Tapi, seperti semua hal di dunia ini, ia pernah tidak ada dalam sejarah. Bisakah itu terulang?
Inilah potret klan Buckingham dalam media. Penampilan tidak terlalu glamor tapi elegan. Sopan. Queen’s English. Para laki-lakinya mengalami kebotakan dini. Para menantu perempuannya tersingkir (Diana Spencer) atau keluar istana (Meghan Markle). Drama ningrat.
Yang tidak muncul di media kebanyakan: mereka akan hidup 30 tahun lebih panjang dari rakyatnya dan mereka menikmati 87,5 jutra poundsterling uang pembayar pajak (Statista, Maret 2021) (https://www.statista.com/chart/18569/total-cost-of-the-uks-royal-family-by-year/). Khusus Elizabeth, ia tidak perlu punya paspor karena semua paspor warga negara Inggris dirilis atas namanya. Satu lagi: monarki Inggris, kendati populer, juga punya lawan-lawan yang ingin membubarkannya.
Salah satunya Republic, yang dibentuk pada 1983. Kita tidak bisa, tulis Republic dalam situsnya, “menuntut Ratu dan keluarganya bertanggungjawab di bilik suara, tak ada yang bisa mencegah mereka menyalahgunakan kekuasaan, pengaruh atau sekadar menghabiskan uang kita.” (https://www.republic.org.uk/what_we_want)
Pada 2016, Republic menebar spanduk “Selamat ulang tahun Nyonya Windsor, usia panjang bukan alasan untuk lama memerintah”. Elizabeth ditulis sebagai Nyonya Windsor alias sebagai warga biasa. Memang begitulah seharusnya.
Mei lalu, jelang persiapan 60 tahun Elizabeth naik tahta, Republic memasang poster “Make Elizabeth the Last” di tempat-tempat publik. https://www.bbc.com/news/uk-england-berkshire-61644484
Situs resmi Buckingham menyatakan ratu akan bersikap netral dalam pengambilan keputusan pemerintah. (https://www.royal.uk/queen-and-government). Tapi, situs yang sama menjabarkan sebuah konvensi bernama “Queen’s consent”: setiap pengajuan RUU yang akan mempengaruhi hak-hak prerogatif keluarga kerajaan harus mendapat persetujuan ratu sebelum bisa diperdebatkan (https://www.royal.uk/queen-and-government?ch=2#bio-section-1). Lalu di mana netralnya?
Tahun lalu, Guardian menemukan dokumen dari 1973 yang menunjukkan kuasa hukum Elizabeth melobi tim perancang sebuah UU agar kelak perusahaan atau publik tidak bisa mengetahui seberapa besar saham yang dimiliki ratu di perusahaan-perusahaan Inggris. https://www.theguardian.com/uk-news/2021/feb/07/revealed-queen-lobbied-for-change-in-law-to-hide-her-private-wealth?
Meski beberapa anggota kerajaan seperti Charles bayar pajak, tak ada undang-undang yang mewajibkan puncak kelas ningrat ini bayar pajak.
Republikanisme Britania
Monarki Inggris pernah dibubarkan, yaitu pada masa pemerintahan Oliver Cromwell (1649-1660) yang berdiri setelah kemenangan Cromwell dalam perang sipil melawan Charles I. Cromwell, sang revolusioner borjuis memenggal Charles I.
Tak lama setelah Cromwell meninggal dunia, salah seorang jenderalnya merestorasi monarki dan mengembalikan tahta ke Dinasti Suart—yang melahirkan Charles I.
Kini, republikanisme lebih bunyi di Irlandia ketimbang di Inggris Raya. Wajah, Irlandia pernah dijajah Inggris dan sebagian wilayahnya di utara masih diduduki Inggris. Hingga 1998, Irlandia Utara membara karena insurgensi dan kontra-insurgensi.
Sejarawan mencatat republikanisme Inggris bermula dari pemberontakan kaum Levellers dalam Perang Sipil (1642-1651). Bagi Levellers, kedaulatan ada di tangan rakyat—bukan raja atau parlemen yang saat itu diisi oleh aristokrat—dan anggota parlemen harus dipilih oleh rakyat tiap dua tahun sekali. Gagasan-gagasan Levellers kemudian diterima oleh New Model Army, yang salah satu jenderalnya adalah Oliver Cromwell. (http://bcw-project.org/church-and-state/second-civil-war/agreement-of-the-people)
Terinspirasi Revolusi Prancis, Thomas Paine, pemikir-pemberontak Inggris, mempropagandakan pembubaran monarki. Waktu itu hanya sedikit yang mendukungnya. Namun, gagasan-gagasan Paine yang juga berangkat dari pengalaman Perang Sipil (1642-1651) dan pemerintahan Cromwell justru diterima di koloni-koloni Amerika dan menjadi basis bagi revolusi 1776.
Pada 1871, terdapat 160an klub republikan di Inggris Raya. Pada abad ke-19, gerakan republikan menemukan aliansi alamiahnya di gerakan buruh Chartist yang menuntut hak pilih universal (waktu itu hanya bangsawan dan orang kaya yang boleh mencoblos dan dicoblos dalam pemilu). Mereka sempat membuat partai, London Democratic Association, yang bubar setelah pemberontakan Chartist pada 1840.
Sebagaimana ditulis Robert J. Gossman dalam “Republicanism in Nineteenth Century England” (1962), bagi George Julian Harney, juru bicara gerakan republikan, “monarki adalah sekadar kedok yang menyamarkan privilese kaum aristokrat dan dukungan untuk gereja” dan “demokrasi dan kesetaraan sosial hanya bisa dicapai melalui republik.”
Tapi ada juga bentuk republikanisme kanan. Mereka adalah orang yang percaya bahwa Dinasti Windsor tidak layak memimpin Inggris karena aslinya berdarah Jerman. Jenis republikanisme ini menjadi minoritas khususnya setelah Perang Dunia II.
Selain melalui Republic, gerakan republikan di Inggris kini menemukan wadahnya di faksi Partai Buruh, Labour for a Republic. Gerakan buruh, lagi-lagi adalah aliansi natural gerakan anti-monarki.
Apakah rakyat Inggris ingin menyaksikan Istana Buckingham dikosongkan, diganti “Museum of Feudal Horrors” atau setidaknya disewakan sebagai ruko? Mungkin tidak seindah itu, tapi survey YouGov 2014 mencatat 41% orang usia 18-24 di Inggris ingin negaranya dipimpin oleh pemimpin yang terpilih melalui pemilu—artinya, mengutip Monty Python, pemimpin yang “lahir dari mandat massa, bukan dari upacara guyon di air”. (https://www.youtube.com/watch?v=t2c-X8HiBng). Angka ini dicatat Survey YouGov naik dari dua tahun sebelumnya ketika 46% responden ingin monarki dipertahankan dan 26% sisanya ogah mempertahankannya. (https://www.reuters.com/world/uk/young-british-people-want-ditch-monarchy-poll-suggests-2021-05-20/)
Penutup dari Patrick Freyne (Irish Times)
“Punya tetangga monarki rasanya seperti bertetangga dengan orang-orang yang menyukai badut dan menghiasi rumah mereka dengan mural badut, boneka badut di setiap jendela, dan bersemangat mendengar dan membicarakan berita-berita seputar badut. Bagi orang Irlandia khususnya, ini seperti punya tetangga yang suka badut dan kakekmu dibunuh oleh badut.