Mona Lisa Jadi Mahakarya Berkat Pencurian

Tak ada yang istimewa dari lelaki itu. Tubuhnya pendek dan perawakannya biasa saja. Tidak gemuk tidak pula kurus. Kumisnya memang tebal. Tapi, pada 1911, pria berkumis jauh lebih mudah ditemukan ketimbang yang tidak. Maka, jika tidak ada orang yang menghiraukannya, itu bukan sesuatu yang aneh.

Dia berjalan pelan, seolah berusaha meyakinkan orang-orang di sekitarnya bahwa tak ada yang perlu diperhatikan dari dirinya. Sebetulnya, dia ingin sekali berlari kencang tetapi lelaki itu sadar bahwa dia tengah membawa sebuah barang curian bernilai kurang lebih 5 juta dolar AS.

Pria itu bernama Vincenzo Peruggia. Hanya beberapa menit yang lalu dia melangkah keluar dari pintu Museum Louvre, tempatnya bekerja sejak datang ke Prancis tiga tahun sebelumnya. Senin pagi yang cerah itu, Peruggia berhasil mencuri sebuah lukisan yang kelak bakal jadi barang seni paling populer di dunia: Mona Lisa.

Saban Senin, Museum Louvre memang ditutup untuk umum karena pada hari itulah perawatan rutin dilakukan. Tak jarang, benda-benda seni yang dipamerkan di sana dibawa ke atap untuk dipotret. Pada masa itu teknologi kamera memang belum begitu canggih sehingga para fotografer masih membutuhkan cahaya matahari untuk mendapatkan gambar yang apik.

Peruggia tahu betul bagaimana Louvre dioperasikan. Malah, dia sendiri ikut membantu pembuatan kotak kaca tempat Mona Lisa disimpan. Oleh karena itu, wajar apabila dia mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mencuri Mona Lisa dan bagaimana cara membawa lukisan karya Leonardo Da Vinci itu tanpa harus repot-repot menggotong kotak kacanya.

Paris di Minggu malam adalah Paris yang semarak. Itu adalah waktu favorit bagi warga kota untuk berpesta dan minum-minum. Ketika warga kota berasyik masyuk, Peruggia bersembunyi di sebuah ruangan kecil tempat peralatan dan perlengkapan seni disimpan di Museum Louvre. Dia rela tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur. Semua demi Mona Lisa.

Setelah semalaman menunggu, waktu yang dinanti Peruggia akhirnya tiba. Senin, 21 Agustus 1911 pagi, para pekerja museum memulai aktivitasnya. Mereka mengenakan jubah khusus yang rupanya sudah disiapkan oleh Peruggia. Dengan jubah tersebut Peruggia keluar dari persembunyiannya dan berbaur dengan para pekerja lainnya. Tak satu pun menyangka bahwa Peruggia adalah seorang pencuri. Peruggia sendiri sudah paham seluk beluk museum sehingga tindak tanduknya pun tak terlihat mencurigakan.

Peruggia segera berjalan menuju Salon Carré, tempat Mona Lisa dipamerkan bersama sejumlah lukisan-lukisan Italia dari Abad Pertengahan sampai Abad Renaisans lainnya. Kala itu, keamanan museum masih sangat buruk. Siapa pun bisa mengambil barang seni yang dipajang asalkan tidak ketahuan. Kebetulan, penjaga yang seharusnya ada di sana tengah merokok di luar. Mona Lisa sendiri cuma diletakkan di sebuah kotak kaca yang disangga oleh siku besi. Tanpa kesulitan, Peruggia menurunkan lukisan tersebut. Dia berniat untuk kabur lewat pintu darurat.

Mulanya Peruggia membawa Mona Lisa ke sebuah tangga kosong. Di sana dia dengan mudah mempereteli kotak kaca dan piguranya sehingga menyisakan kanvas kayu berukuran 77 x 53 cm. Setelah itu, Peruggia membungkus kanvas dengan jaket lalu berjalan menuju pintu yang sedianya bakal jadi rute pelarian.

Upaya Peruggia gagal karena pintu terkunci. Dia berupaya merusak pintu tetapi yang berhasil dia rusak ternyata cuma kenopnya. Namun, Peruggia tak kehilangan akal. Selama dia bersikap tenang, takkan ada yang mencurigainya. Peruggia pun memutuskan untuk berjalan keluar lewat pintu yang digunakannya untuk masuk. Kali ini, usahanya berhasil. Peruggia melenggang keluar tanpa hambatan apa pun.

Peruggia berjalan pelan menyusuri trotoar. Tempat tinggalnya sebenarnya tidak jauh dari museum tetapi alangkah bijaknya jika dia bisa segera sampai di sana. Maka dia memutuskan untuk menaiki bus kota. Namun, sebelum itu, dia menyadari bahwa kenop pintu museum masih ada di sakunya. Kenop tersebut lalu dia buang di pinggir jalan.

Bus kota itu datang tepat waktu dan Peruggia langsung masuk. Kebetulan, bus tidak terlampau ramai sehingga dia tak perlu berdesakan. Dua blok kemudian, Peruggia turun dan segera berjalan menuju apartemennya. Mona Lisa dia letakkan di sebuah kotak dan selama lebih dari dua tahun lukisan tersebut tak pernah beranjak.

***

Louis Beroud bukan orang biasa. Sebagai pelukis, dia memang amatiran. Namun, dia memiliki kekayaan yang cukup untuk menjadikannya salah satu donatur di Louvre. Selasa, 22 Agustus 1911, Beroud berkunjung ke Louvre. Dia berniat mempelajari Mona Lisa dan melukisnya ulang. Namun, begitu tiba di Salon Carre, Beroud mendapati Mona Lisa tak berada di tempatnya.

Beroud lantas bertanya kepada seorang penjaga. Si penjaga menjawab, "Mungkin lukisannya sedang dibawa ke atap untuk pemotretan." Mendengar jawaban itu, Beroud pun pergi. Namun, beberapa jam kemudian dia kembali ke museum dan Mona Lisa masih belum ada di tempatnya. Fotografer yang bertugas hari itu pun berkata bahwa Mona Lisa tidak berada dalam daftar benda seni yang harus dia ambil gambarnya.

Sontak, semua orang tersadar: Mona Lisa telah dicuri!

Mona Lisa memang dilukis oleh Da Vinci yang seorang Italia. Sosok yang dilukis Da Vinci itu pun orang Italia, yaitu Lisa del Giocondo. Namun, jelang akhir hayatnya, Da Vinci pindah ke Prancis untuk menjadi pelukis istana Raja Francis I. Pada waktu itulah Mona Lisa dibeli oleh sang raja dan menjadi barang milik Prancis.

Selama lebih dari 350 tahun, Mona Lisa hanyalah lukisan obskur. Tak banyak yang mengetahui keberadaannya sampai pada dekade 1860-an ketika para kritikus mulai memuji kualitas lukisan tersebut. Pujian para kritikus itu melambungkan harga Mona Lisa sampai 5 juta dolar pada 1911 ketika waktu itu masih banyak lukisan yang nilainya jauh lebih besar.

Pendek kata, pada 1911 itu, Mona Lisa bukanlah daya tarik utama di Louvre sehingga tidak mengherankan apabila perlu waktu 28 jam sampai ada orang yang menyadari bahwa ia telah dicuri. Namun, pencurian itu kemudian menjadikan Mona Lisa sebagai benda seni paling populer di dunia.

Berita soal pencurian Mona Lisa sampai ke seluruh penjuru dunia. Pencarian besar-besaran juga dilakukan oleh Kepolisian Prancis. Selain itu, pihak museum sendiri dengan sengaja memamerkan dinding kosong tempat Mona Lisa seharusnya berada. Segala yang terjadi itu membuat reputasi Mona Lisa naik berkali-kali lipat.

Semua orang membicarakannya. Terlebih, dalam proses pencarian Mona Lisa, nama pelukis tenar Pablo Picasso sempat terseret. Munculnya nama Picasso dalam investigasi ini tidak bisa dilepaskan dari pengakuan seorang pencuri benda seni bernama Gery Pieret kepada surat kabar Le Journal.

Polisi langsung menginterogasi Pieret menyusul wawancara tersebut dan dari situ muncullah nama Guillaume Apollinaire. Apollinaire sendiri merupakan mantan bos Pieret. Selama satu pekan, polisi menginterogasi Apollinaire. Sebelum dilepaskan, Apollinaire menyebut nama kawannya, Picasso, kepada polisi.

Jadilah kemudian Picasso tercatut. Pelukis Spanyol itu sebetulnya bukannya tidak berdosa. Sebab, beberapa tahun sebelumnya, dia pernah meminta Pieret mencuri sebuah patung Zaman Perunggu dari Louvre. Patung tersebut dijadikannya inspirasi untuk membuat lukisan masyhur, Les Demoiselles d’Avignon.

Picasso punya salah tetapi bukan dialah yang mencuri Mona Lisa. Maka, setelah menyerahkan kembali patung curian yang dimaksud, Picasso pun dilepaskan. Dengan dilepaskannya Apollinaire dan Picasso, polisi pun kehilangan jejak.

Sebenarnya, Kepolisian Prancis waktu itu sudah memiliki metode canggih untuk melacak pelaku kejahatan, yaitu dengan sidik jari. Persoalannya, mencocokkan sidik jari pelaku dengan sidik jari yang ada di arsip kepolisian adalah perkara luar biasa sulit untuk masa itu. Semua harus dilakukan secara manual.

Di pigura Mona Lisa sebuah sidik jari jempol berhasil ditemukan. Namun, sidik jari tersebut nyatanya tidak cocok dengan 257 sidik jari lain yang didapatkan dari para petugas museum. Setelah itu, Kepolisian Prancis masih harus mencocokkannya dengan 750 ribu sidik jari lain yang sudah mereka data. Setelah memakan waktu lama, hasilnya pun nihil.

Dua tahun lamanya Mona Lisa meringkuk di apartemen Peruggia. Peruggia pun tak sekali pun berusaha menjualnya karena dia tahu, dengan pemberitaan yang masif, Mona Lisa menjadi barang panas. Menjualnya adalah sesuatu yang sangat berisiko. Namun, setelah dua tahun, Peruggia akhirnya bergerak. Dia memutuskan pulang ke Italia.

Sepucuk surat lantas dia layangkan kepada Alfredo Geri, seorang pedagang barang antik yang berbasis di Firenze, Italia. Dalam surat tersebut Peruggia menggunakan nama samaran V. Leonard, seorang nasionalis yang mencuri Mona Lisa untuk dikembalikan ke Italia.

Peruggia sepertinya kurang membaca. Yang dia tahu, Mona Lisa dirampas dari Italia oleh Napoleon Bonaparte. Memang benar bahwa lukisan tersebut pernah dibawa Napoleon pulang ke istananya. Namun, sebelum itu pun Mona Lisa sudah menjadi milik Prancis.

Peruggia tidak tahu itu. Baginya, mencuri Mona Lisa adalah sebuah tindakan patriotis. Walau demikian, dia masih berupaya mendapatkan untung dari pencurian yang dilakukannya. Untuk itulah dia mengontak Geri. Dia ingin Geri membeli Mona Lisa darinya.

Celaka bagi Peruggia, Geri bukan orang bodoh. Dia menghubungi rekannya, Giovanni Poggi, yang merupakan direktur Galeri Seni Uffizi di Firenze. Dia juga mengajak Peruggia untuk bertemu di Milano. Poggi mengotentikasi lukisan tersebut dan membujuk Peruggia agar meninggalkan Mona Lisa supaya lebih aman. Peruggia setuju.

Tak lama setelah berpisah dengan Peruggia, Geri dan Poggi melapor kepada polisi bahwa mereka sudah berhasil mendapatkan Mona Lisa yang asli dan menemukan pencurinya. Peruggia pun kemudian dicokok dan dijebloskan ke tahanan.

Ketika diadili, Peruggia selalu bersikeras bahwa dia mencuri Mona Lisa dengan alasan patriotis. Inilah mengapa, meski selama pengadilan berkali-kali memicu keributan dengan jaksa maupun pengacaranya sendiri, pria kelahiran 1881 itu akhirnya mendapat hukuman ringan. Satu tahun dan lima belas hari tepatnya.

Cerita Peruggia praktis berhenti di situ. Dia dibebaskan setelah mendekam selama tujuh bulan di penjara, lalu bergabung dengan Angkatan Bersenjata Italia untuk bertempur di Perang Dunia I. Usai perang, Peruggia kembali ke Prancis dan menetap di sana sampai akhir hayatnya pada 1925.

Namun, cerita soal pencurian Mona Lisa tidak berhenti begitu saja. Pada 1932, sebuah versi lain dari pencurian Mona Lisa itu muncul ke permukaan. Versi ini diceritakan oleh seorang jurnalis Jerman bernama Karl Decker. Decker sendiri mengaku mendapatkan cerita ini dari seorang penipu ulung bernama Eduardo Marques de Valfierno pada 1913.

Dalam versi Decker ini, dituturkan bahwa pencurian Mona Lisa dilakukan untuk mereguk keuntungan sebesar-besarnya. Valfierno punya satu metode untuk menjual lukisan palsu dengan harga tinggi. Caranya, dia mengajak calon pembeli ke museum. Ketika situasi sepi, calon pembeli itu diminta mencoret bagian belakang lukisan dengan pena. Nantinya, lukisan yang diantarkan ke tempat calon pembeli itu adalah lukisan yang sudah tercoret tadi.

Namun, calon pembeli tidak tahu bahwa Valfierno terlebih dahulu menyelipkan lukisan palsu ke belakang lukisan asli. Walhasil, lukisan yang diserahkan kepada pembeli sesungguhnya merupakan barang palsu dan lukisan asli tetap berada di museum. Namun, dia berhasil meyakinkan para pembeli bahwa yang dipajang di museum adalah barang palsu.

Dengan cara ini Valfierno tidak menjual lukisan, melainkan cerita dari lukisan itu sendiri. Ketika sebuah lukisan dicuri, nilainya bakal melambung karena lukisan tersebut memiliki riwayat. Riwayat itulah yang sebenarnya ditawarkan Valfierno. Inilah yang kemudian menjadi dasar di balik pencurian Mona Lisa.

Sebelum pencurian Mona Lisa dilakukan, Valfierno sudah memerintahkan pemalsunya untuk membuat enam tiruan berbeda. Semua tiruan itu diperuntukkan bagi enam hartawan Amerika yang bersedia membayar mahal untuk mendapatkan lukisan tersebut. Pada awal 1911, keenam lukisan tiruan itu berhasil diselundupkan ke New York City.

Setelah itu barulah Valfierno memerintahkan Peruggia untuk mencuri Mona Lisa dari Louvre. Untuk membantu Peruggia, dua pencuri lain ikut dilibatkan. Mereka bertiga kemudian menyerahkan Mona Lisa kepada Valfierno yang lantas menghubungi para calon pembeli di Amerika tadi. Setelah pembayaran selesai dilakukan, komplotan pencuri tersebut membubarkan diri.

Namun, Peruggia kemudian mencuri Mona Lisa lagi dari Valfierno, lalu membawanya ke Italia. Di situlah lahir cerita bahwa Peruggia adalah seorang patriot. Dia sama sekali tidak menyebut Valfierno, dua rekannya, serta tujuan aslinya supaya citra sebagai seorang patriot tidak luntur. Akhirnya, versi inilah yang membantu Peruggia di pengadilan.

Namun, munculnya versi Decker pada 1932 membuat kisah pencurian Mona Lisa jadi semakin menarik. Pembicaraan mengenai Mona Lisa semakin ramai dan popularitasnya terus meroket. Walau begitu, tak sedikit yang meragukan cerita ini karena ada beberapa kejanggalan.

Pertama, keterlibatan dua pelaku selain Peruggia. Valfierno bertutur bahwa, untuk mencuri Mona Lisa, diperlukan tiga orang karena lukisan tersebut (bersama tempat penyimpanan serta piguranya) berbobot sekitar satu kuintal. Padahal, menurut versi asli Louvre, Mona Lisa cuma berbobot 10 kilogram dan bisa dibawa seorang diri oleh Peruggia.

Kedua, penuturan Valfierno ini sebelumnya sudah pernah diucapkan oleh seorang pencuri bernama Eddie Guerin pada 1911. Kepada sebuah surat kabar di New York, Guerin menceritakan plot yang sama seandainya dia mencuri Mona Lisa.

Ketiga, ada hal-hal yang dituturkan oleh Valfierno tetapi tak muncul dalam laporan penyelidikan. Salah satunya soal bantuan yang diterima komplotan pencuri dari seorang penjaga museum. Hal-hal inilah yang membuat Decker, serta eksistensi seorang Valfierno, dipertanyakan. Jangan-jangan, Valfierno hanyalah tokoh rekaan sang jurnalis?

Apa pun yang sebenarnya terjadi, satu hal yang jelas adalah Peruggia merupakan tokoh sentral pencurian Mona Lisa. Dia adalah sosok yang mengambil Mona Lisa dari Louvre, menyimpannya selama dua tahun, lalu tertangkap saat berupaya menjualnya. Berkat Peruggia, Mona Lisa menjadi sebuah mahakarya.