Moskow dan Pertahanan Udaranya yang Kecolongan

Kecolongan Pertahanan Udara Moskow Bukan Kejadian Perdana
         Lagi-lagi serangan pesawat tanpa awak atau drone berhasil menembus pertahanan udara Moskow. Serangan terbaru terjadi di sebuah pabrik di timur laut Moskow pada 9 Agustus 2023. Rusia segera menuduh Ukraina di balik serangan ini. Memang dalam beberapa bulan belakangan, pertahanan udara Moskow disibukkan dengan rentetan serangan drone Ukraina. Hal ini adalah buntut dari perseteruan antara Rusia dan Ukraina yang kembali memanas sejak awal 2022. 
Salah satu serangan drone yang paling membuat gempar terjadi pada bulan Mei 2023, ketika dua buah drone ditembak jatuh di atas Kremlin. Ini tentu saja memalukan, mengingat Kremlin bisa dikatakan sebagai ring satu pemerintahan Rusia. Serangan-serangan udara terhadap Moskow ini menimbulkan pertanyaan. Bagaimana pertahanan udara Moskow, sebagai ibu kota negara dengan kekuatan militer nomor satu, bisa kecolongan dari serangan semacam ini? Terdapat dugaan bahwa pelaku dari serangan drone ini adalah orang-orang Rusia simpatisan Ukraina. Drone mereka rakit setelah diselundupkan ke Rusia bagian per bagian. Walaupun begitu, hal ini tetap saja memalukan bagi sistem pertahanan udara ibu kota Rusia ini.
         Tembusnya sistem pertahanan udara Moskow ini bukan kali pertama. Dan mungkin bukan yang paling memalukan. Barangkali kejadian yang paling memalukan terjadi pada 1987, ketika Moskow masih menjadi ibu kota bagi Uni Soviet. Sebuah pesawat asing berhasil mendarat di sekitar Lapangan Merah, masih satu kawasan dengan Kremlin. Pesawat Cessna Skyhawk 172 yang terparkir di Lapangan Merah itu diterbangkan oleh pemuda Jerman Barat berusia 19 tahun bernama Mathias Rust. Ia datang ke Moskow untuk menyampaikan manifesto perdamaian dunia miliknya kepada Mikhail Gorbachev, Sekretaris Jenderal Uni Soviet.
         Mathias Rust berasal dari Hamburg. Ia adalah anggota dari sebuah klub terbang. Sebagaimana orang-orang di masa Perang Dingin, Rust dibayang-bayangi oleh ketakutan akan terjadinya perang nuklir. Suasana mencekam yang kelihatannya tidak berkesudahan itu diperburuk ketika Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan, menolak prakarsa pengendalian senjata yang diajukan oleh Mikhail Gorbachev dalam pertemuan mereka di ibu kota Islandia, Reykjavik pada tahun 1986.
         Mengikuti kegagalan pertemuan itu, Rust terbang menggunakan pesawat klubnya menuju Reykjavik untuk sekadar merasakan spirit dari pertemuan itu setahun setelahnya. Sebelum tiba di Reykjavik, Rust sudah berputar-putar dan mampir di sejumlah negara di Atlantik. Setelah menetap selama sekitar seminggu, Rust kemudian meninggalkan Islandia menuju ke Helsinki, Finlandia melanjutkan jalan-jalannya. Ketika akhirnya ia hendak meninggalkan Helsinki untuk kembali ke Jerman Barat, Rust tiba-tiba membelokkan haluannya ke kiri, ke arah Moskow. Sebenarnya Moskow memang tujuan utamanya sejak awal. Rust merencanakan penerbangannya ini sebagai bentuk protes terhadap kegagalan pertemuan di Reykjavik. 
         Rust mulanya terbang melewati Estonia dan Latvia yang saat itu merupakan bagian dari Uni Soviet. Pesawatnya sudah terdeteksi ke dalam radar Uni Soviet. Ketika masuk lebih jauh ke dalam teritori Soviet, Rust sempat dipepet MiG-23 milik Soviet. Namun ia selamat dan akhirnya tiba di atas Moskow. Setelah menemukan Lapangan Merah, ia berputar-putar untuk mencari tempat mendarat. Akhirnya ia mendaratkan pesawat di sebuah jembatan di dekat Lapangan Merah dan memarkirnya di lapangan legendaris itu. 
         Penduduk Moskow mengerumuni Rust. Mereka terlihat bingung sekaligus antusias dengan kehadiran pemuda asing ini. Tidak lama setelah itu, datang truk-truk berisikan tentara. Mereka kemudian mengamankan daerah di sekitar pesawat itu. Rust kemudian dibawa ke Lefortovo, sebuah penjara di Moskow. Setelah diinterogasi selama hampir sebulan oleh pihak Soviet, Rust didakwa dengan sejumlah pelanggaran. Akhirnya, setelah sidang selama tiga hari, Rust dijatuhi hukuman empat tahun penjara di penjara Lefortovo. Namun, belum genap setahun menjalani hukumannya di Lefortovo, Rust akhirnya dibebaskan. Penyebabnya bisa jadi adalah keberhasilan pertemuan antara Reagan dan Gorbachev di Washington. Pertemuan itu berakhir dengan kesepakatan penarikan seluruh senjata nuklir jarak menengah AS dan Uni Soviet dari Eropa dan seluruh bagian dunia lainnya. Perjanjian ini lebih dikenal dengan sebutan INF (Intermediate-Range Nuclear Force Treaty). Ketegangan Perang Dingin mulai mereda sejak saat itu.
         Setelah diselidiki, pihak militer Soviet memang lalai menangani Rust. Meskipun beberapa kali terdeteksi dan hilang di radar, militer Soviet pada awalnya tidak menganggap pesawat Rust sebagai ancaman. Militer Soviet sempat mengira pesawat Rust adalah pesawat lokal, ada pula yang mengira pesawat Rust sebagai helikopter yang sedang melakukan latihan. Ketika radar mendeteksi pesawat Rust telah memasuki teritori Moskow dan militer Soviet menyadari bahwa itu adalah pesawat asing, mereka merasa sudah terlambat untuk mengambil tindakan. Sementara itu, pilot MiG-23 yang sempat mengadang mengaku telah berusaha menghubungi Rust, tapi ternyata mereka berdua menggunakan frekuensi radio yang berbeda. Faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi kelalaian militer Soviet dalam menanggapi Rust adalah peristiwa salah tembak oleh militer Soviet terhadap Korean Air Lines beberapa tahun sebelumnya.
         Saking memalukannya kejadian ini, Gorbachev sampai-sampai memecat Menteri Pertahanan Uni Soviet, Sergei Sokolov, pejabat angkatan lama. Namun, ternyata Gorbachev memang sedang melakukan pembersihan oposisi di kabinetnya pada saat itu. Gorbachev memanfaatkan kejadian Rust ini dengan baik. Dapat dikatakan bahwa Rust secara tidak langsung mempengaruhi laju reformasi Uni Soviet yang berujung pada bubarnya negara itu pada 1991.