MUSIK HARAM? Eits Nanti Dulu!
Ramadan tiba, Ramadan tiba..
Salah satu kenangan tentang masa kecil saya–dan kamu, mungkin–saat bulan puasa adalah lagu-lagu religi. Lagu-lagu itu kemudian mengekal di kepala bangkotan saya sampai sekarang. Coba saja putar Tombo Ati dari Opick dan Keagungan Tuhan yang dipopulerkan Gigi, kamu akan mendengar saya bersenandung lagu-lagu tersebut.
Selain dua itu, saya juga akrab dengan lagu-lagu religi yang lain. Maklum kala itu, di pertengahan 2000-an, kehadiran album-album religi itu bak jamur di musim hujan. Setelah Opick merilis Istighfar (2005) dan Gigi Raihlah meluncurkan Raihlah Kemenangan (2005) sesudah lagu-lagu bertema serupa muncul seperti album religi yang dilantunkan band dan musisi seperti Ungu, Vagetoz, Haddad Alwi, Wali, D’masiv, Tompi dan Gita Gutawa.
Apalagi fenomena tersebut makin diperkuat melalui acara musik televisi yang memberi ruang kehadiran lagu-lagu tersebut. Pengaruh televisi itulah yang membuat album religi familiar di tengah masyarakat.
Lagu bertema religi bukan sesuatu yang baru dalam industri musik Tanah Air. Sependek pengetahuan saya, musisi Oslan Husein pernah mempopulerkan lagu religi Lebaran yang dirilis pada tahun 1964.
Setelah Oslan Husein, Bimbo melanjutkan tradisi merilis lagu-lagu yang sarat dengan dakwah Islam. Puncaknya, di tahun 1970-1980-an menjadi masa keemasan Bimbo sebagai kelompok musik religi yang berkolaborasi dengan Taufiq Ismail sebagai penulis lirik.
Di tahun 2007, Bimbo pensiun bikin album religi. Ia seakan memberi ruang bagi musisi yang lebih muda untuk tampil ke permukaan. Meski sudah tak merilis apa-apa, kepopuleran Bimbo sebagai pencipta banyak hits religi tak tergoyahkan, bahkan hingga sekarang. Betapa dahsyatnya!
Saya iseng bertanya kepada 10 teman, siapa musisi yang lekat dengan lagu-lagu religi? Delapan orang menjawab Bimbo, dua teman memilih Opick. Maka rasanya bukan hal yang berlebihan menyebut Bimbo merupakan musisi religi legendaris.
Atas keperluan tulisan ini, saya putuskan memutar beberapa lagu Bimbo. Setelah mendengar beberapa lagu tersebut, saya sampai pada kesimpulan jika Bimbo sanggup membuat hati saya tersentuh.
Melalui karyanya, Bimbo sukses menyebarkan ajaran baik tanpa harus marah-marah seperti ustaz di masjid yang sering saya temui di bawah ini. Berikut saya coba bagikan lirik dari lagu Ada Anak Bertanya Pada Bapak ciptaan Sam Bimbo bersama Taufiq Ismail yang kemudian hari dibawakan ulang oleh grup Gigi.
Ada anak bertanya pada bapaknya
Buat apa berlapar-lapar puasa
Ada anak bertanya pada bapaknya
Tadarus tarawih apalah gunanya
Lapar mengajarmu rendah hati selalu
Tadarus artinya memahami kitab suci
Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi
Lihat langit keanggunan yang indah
Membuka luas dan angin pun semerbak
Nafsu angkara terbelenggu dan lemah
Ulah ibadah dalam ikhlas sedekah
Kalau kamu bilang ucapan saya ini terlalu lebay, coba buktikanlah sendiri. Dengarkan lagu ini sejam sebelum buka puasa. Percayalah, hatimu langsung teduh.
Yang Bukan Lagu Religi Namun Menggugah Jiwa
Sedari dulu, saya tak pernah mempermasalahkan kehadiran lagu-lagu religi. Menurut saya meluncurkan album religi, apalagi di bulan Ramadan, merupakan satu strategi jualan yang lazim di industri musik. Merilis lagu religi sama artinya dengan merilis lagu-lagu cinta picisan.
Pendek kata, lagu-lagu religi macam Bimbo, Opick atau lagu religi Ungu familiar buat saya. Meski familiar, lagu-lagu religi itu hanya menyentuh jiwa saya namun tak membuat saya merenungi ulang arti hidup–atau minimal membuat saya ingat Tuhan.
Saya punya deretan lagu yang saya sebut ‘lagu spiritual’ itu. Lagu-lagu itu, menurut saya menekankan aspek spiritual yang kuat saat mendengarnya. Sebelum saya pilihkan lagu-lagu tersebut, agar kita satu persepsi, ada baiknya saya menguraikan terlebih dahulu perbedaan antara religiusitas dan spiritualitas.
Banyak ahli yang menyebut menyamakan atau membedakan dua hal tersebut. Namun pada praktiknya, dua hal tersebut merupakan komponen yang tak dipisahkan satu sama lain karena memiliki unsur substantif individual dan fungsional kelembagaan di sana.
Namun cara mudah untuk memahami keduanya cukup seperti iini: Spiritual berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan dan pengalaman individu, sedangkan religi adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dilembagakan seperti agama.
Maka deretan lagu di bawah ini, sekali lagi, saya menyebutnya lagu-lagu spiritua yang membuat saya ingat Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, dosa hingga kematian.
- Debu-Debu Beterbangan (Efek Rumah Kaca)
Cholil Mahmud, vokalis Efek Rumah Kaca menyebut sebelum diberi judul Debu-Debu Beterbangan, lagu ini berjudul Demi Masa. Diambil dari debut album mereka Efek Rumah Kaca (2007), lagu ini bercerita tentang manusia akan merugi jika tak memanfaatkan waktu untuk berbuat baik di dunia. Saat mengerjakan lagu ini, Cholil mengaku terinspirasi dari surat Al Ashr.
Entah mengapa tiap mendengar lagu ini, saya selalu teringat dosa dan betapa banyak kesia-siaan yang saya kerjakan dalam hidup ini.
- Putih (Efek Rumah Kaca)
Masih dari Efek Rumah Kaca, lagu dari album Sinestesia (2017) ini merefleksikan kematian secara dekat. Lagu ini berbicara kematian dan kehidupan merupakan dua hal yang tak terpisah. Banyak orang bilang, kematian adalah ujung. Tapi kalau kata lagu ini malah sebaliknya. Kematian adalah pintu menuju kehidupan yang lain. Kematian awal kekekalan. Kematian itu keniscayaan. Mendengar lagu ini, saya seakan diajak membayangkan dan melihat kematian kita sendiri.
Saat kematian datang
Aku berbaring dalam mobil ambulan
Dengar, pembicaraan tentang pemakaman
Dan takdirku menjelang
Gimana, ya, perasaan orang-orang yang kita sayang menyikapi kematian kita? Penasaran, sih. Tapi seram kalau dibayangin.
- Milikmu (Boomerang)
Dari pembacaan saya atas lagu ini, Milikmu bercerita tentang kerumitan hidup membuat manusia membutuhkan tempat bersandar.
Memanggil nama Tuhan lazim dilakukan orang di saat susah. Jika direfleksikan ke diri saya setelah mendengar lagu ini, saya juga gitu, kok. Ingat Tuhan saat susah. Lupa Tuhan ketika senang.
Ya, namanya manusia emang gitu gak, sih?
- Tak Ada Yang Abadi (Noah)
Dari Hitler sampai Sambo mungkin tahu jika hidup ini tak selamanya. Hidup hanya tempat persinggahan menuju sesuatu yang tak kita ketahui kelak.
Seperti kata Bang Boriel, tak ada yang abadi di dunia ini. Teman saya orang Jawa sering bilang, “urip iku mung mampir ngombi, hidup itu hanya sekadar minum.”
Kalau teman saya orang pesantren pernah bilang kalau hidup ini cuma senda gurau belaka. “Coba cek aja, ada kok di Al-Qur'an,” kata dia.
"Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS al- An'am [6]: 32).
Eh iya, ada deng.
Menjaring Matahari (Ebiet G. Ade)
Sebagai musisi dan penulis lagu yang jempolan, Ebiet G. Ade menurut saya merupakan pendakwah yang mengajar kebaikan. Tidak seperti ustaz yang suka marah-marah pakai mikrofon masjid, melalui lagu-lagunya Ebiet bicara kebaikan dengan cara yang lemah lembut.
Selama hampir lima dekade lebih berkarya, Ebiet banyak melahirkan karya-karya yang sarat dengan spiritualitas. Setelah mempertimbangkan dengan cara yang bijaksana, saya putuskan memilih lagu ini.
Tak ada yang dapat menolong
Selain yang di sana
Tak ada yang dapat membantu
Selain yang di sana
Dialah Tuhan
Dialah Tuhan
Dari penggalan lirik di atas, di lagu ini Ebiet mengajak kita senantiasa pasrah dan ikhlas menghadapi roda kehidupan berputar gila ini. Pernahkah kamu merasa jika dalam hidup ini, ada sesuatu yang berjalan di luar kehendak dirimu dan di luar kuasamu?
Serenade (Kelompok Penyanyi Jalanan)
Aku ingin nyanyikan lagu
Tanpa kemiskinan dan kemunafikan
Tanpa air mata dan kesengsaraan
Agar dapat melihat surga
Agar dapat melihat surga
Pertama kali mendengar lagu ini saya masih remaja. Saya seperti mendapat pengalaman spiritual. Secara tidak langsung, lagu ini mengajarkan jika sebagai manusia kita tak boleh tutup mata dengan lingkungan kita.
Saya jadi ingat pesan guru agama saat masih SD. Dia bilang, nabi pernah bersabda dalam sebuah hadits jika kemiskinan itu dekat dengan kekufuran. Saat dewasa, saya mengenang ucapan guru agama saya itu sambil bertanya dalam hati: Kenapa, ya, guru saya itu tak bilang kalau orang atau sistem atau apalah yang menyebabkan kemiskinan sama kufurnya dengan kemiskinan itu sendiri?
**
Sampai di sini, kita tahu jika musik tak sekadar bunyi-bunyian tanpa makna. Kalau musik dinilai haram