Nasi Indonesia Paling Mahal Se-Asia Tenggara

Katanya Indonesia negara subur. Benih yang ditanam lalu dibiarkan begitu saja konon bisa tumbuh. Kenyataannya berkebalikan 180 derajat. Laporan Kompas 9 Desember lalu menunjukkan 57% alias 155 juta penduduk Indonesia tidak bisa membeli makanan bergizi sesuai saran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Angkanya naik menjadi 68% alias 183,7 juta penduduk kalau mengikuti Healthy Diet Basket-nya International Food and Agriculture Association (FAO). 

 

Seolah data-data tadi kurang cukup membuat depresi, Bank Dunia menyebut harga beras Indonesia paling tinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Masalah ini diakibatkan oleh permasalahan klasik negara kepulauan, yaitu rantai pasok yang rumit dan kelewat panjang, lalu ada pembatasan perdagangan melalui tarif impor, monopoli Bulog, dan tindakan non-tarif lainnya. Beberapa faktor yang tak disebut oleh Bank Dunia adalah faktor dalam negeri, yaitu benih dan pupuk yang mahal yang menyebabkan harga produksi yang tinggi, serta produksi sawah yang tak efektif dan efisien. 

 

Seberapa besar perbedaan harga beras Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya? Harga beras Indonesia 28% lebih mahal dibanding rata-rata harga beras Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Sumber: World Bank Document

 

Kenaikan harga beras Indonesia selama 1 dekade terakhir (2010-2020) juga terhitung ekstrem. 

 

Badan Pusat Statistik (bps.go.id) → data harga beras dari Januari 2010-Desember 2020. Dibikin tabel/grafis.

 

Untuk memenuhi kebutuhan beras dan menstabilkan harga beras di masyarakat, pemerintah Indonesia rutin mengimpor beras dari berbagai negara Asia. Importir beras terbesar Indonesia beberapa tahun terakhir adalah India, Thailand, dan Vietnam

 

Badan Pusat Statistik (bps.go.id) (ambil data dari 2010-2021 aja).

 

Mengingat harga beras yang terus naik, apakah artinya masyarakat Indonesia harus berpindah ke sumber karbohidrat lainnya? Idealnya begitu. Pemerintah, lewat Badan Pertahanan Pangan sudah memulai kampanye diversifikasi karbohidrat. Tapi mengingat kita sudah dicekoki dari zaman Soeharto bahwa karbohidrat yang valid hanyalah nasi, mewujudkan hal ini tentunya akan sangat sulit.