Nekrofilia: Pemerkosa Mayat dalam Budaya Populer

Nekrofilia: Pemerkosa Mayat dalam Budaya Populer

Rasanya saya lelah membaca berita untuk menyambut 2024—ya kalian tahulah apa. Saya pun mengetik pada ponsel saya, “berita 2023 selain politik”, hasilnya mengantarkan saya pada sebuah kasus yang terjadi pada Juni 2023. Kasus yang belum lama terjadi itu sebuah pemerkosaan terhadap mayat di Mojokerto. Lalu saya menemukan lagi kasus pemerkosaan mayat pada 2009. Hal ini menarik perhatian saya, hingga akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa kasus semacam itu disebut Nekrofilia.

Apa Itu Nekrofilia dan Bagaimana Sejarahnya?
Nekrofilia adalah minat seksual untuk melakukan persetubuhan dengan mayat, nekrofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki. Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa nekrofilia juga diartikan sebagai keinginan untuk memiliki pasangan yang tidak mampu melawan atau menolak, keinginan untuk menjalankan kekuasaan atas orang lain sebagai cara untuk meningkatkan harga diri.

Kata Nekrofilia sendiri berasal dari bahasa Yunani, “nekros” artinya mayat dan “filia” adalah perasaan, kasih, atau jatuh cinta. Jadi, ya, simpelnya, nekrofilia adalah perasaan jatuh cinta kepada mayat. Selain tercatat dalam literatur Yunani, nekrofilia dideteksi sudah ada sejak zaman Mesir kuno. 

Mesir kuno sendiri memiliki kepercayaan bahwa perempuan yang meninggal dunia dan belum menikah, maka tidak akan mendapatkan kedamaian di alam baka. Maka dari itu, dia harus melakukan hubungan seksual, meskipun sudah jadi mayat. Hal ini kemudian dianggap lumrah dan semakin banyak orang yang tertarik berhubungan seksual dengan mayat. Herodotus mencatat dalam bukunya yang berjudul “The Histories”, para pria di Mesir akan menyimpan jasad istrinya sampai membusuk sebelum diberikan kepada pembalsam. Mereka takut apabila jasad istrinya diperkosa.

Selain itu, dalam sejarah Romawi, ada Raja Herod yang membunuh lalu membalut tubuh istrinya, Ratu Mariamme dengan madu dan memperkosanya selama tujuh tahun. 

Nekrofilia dalam Budaya Populer
Jika dalam sejarahnya, nekrofilia dalam kacamata “positif” Mesir Kuno disebut untuk menjaga kedamaian jiwa perempuan yang meninggal (((dengan alasan apapun, tetap saja sih itu kelainan)), tapi hal tersebut ternyata juga ada dalam cerita dongeng. Siapa yang tak asing dengan Sleeping Beauty?

Saya yakin, banyak orang yang tahu kisah princess sepanjang hidupnya molor dan menunggu dicium oleh sang pangeran. Namun, tak sedikit cerita beredar bahwa kisah Sleeping Beauty sesungguhnya adalah kisah yang mengerikan. Cerita yang kini kita kenal adalah dongeng karangan Grimm. Sementara, cerita aslinya ditulis oleh Charles Perrault dan lembarannya dicetak pada 1528, lalu penulis Italia, Giambattista Basile menulisnya lagi  pada abad ke-17.

Konon katanya, sang putri tertusuk jarum dan tertidur seumur hidupnya, namun dalam tidurnya, ia diperkosa berkali-kali oleh sang raja. Di samping cerita yang mengerikan, banyak kritik terhadap cerita Sleeping Beauty bahwa itu tindakan nekrofilia.

Cerita itu dianggap mengandung fantasi tentang nekrofilia, meski si putri memang tidak benar-benar meninggal—yah, walaupun tidur selamanya saya rasa juga sebelas dua belas dengan meninggal—tapi penggambaran bahwa melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang tak bisa bergeming, menolak, dan melawan adalah bagian dari nekrofilia. Atau logika simpelnya: ada sebuah mayat, diperkosa, lalu bisa dihidupkan kembali melalui tindakan itu.

Kalau Sleeping Beauty adalah sebuah dongeng atau fantasi, dalam budaya populer ada kisah nyata juga soal nekrofilia, pelakunya yakni Jeffrey Dahmer, seorang serial killer terkenal di Amerika pada 1978. Ia tak hanya membunuh lalu memperkosa korbannya, tapi ia juga memakan bagian tubuh dari korbannya. Dahmer melakukan itu karena tak mau korbannya jauh dari dirinya. Ia juga memotret jasad para korbannya.

Saya sendiri, sih, akan menyebut Dahmer sebagai nekrofilia paling menyeramkan abad ini. Sudah nekrofilia, kanibal pula. Tak ayal pula orang-orang pun juga menyebutnya demikian. Kisahnya diangkut ke berbagai film yang diproduksi berkali-kali, yakni dokumenter maupun film dari 1992 hingga yang terbaru kini, sebuah serial tentang Dahmer di Netflix.

Sejauh ini, baru ‘ngeh’ kah kalau cerita-cerita yang saya sebut di atas diadaptasi dari gangguan mental bernama nekrofilia? Saya saja juga baru tahu, setelah selesai menulis artikel ini hehehe.