Sameera Moussa, Peneliti Perempuan yang Menemukan Obat Kanker

Perempuan Pioneer Atom Untuk Pengobatan
Sameera Moussa: Peneliti Perempuan yang Menemukan Obat Kanker

Ketika membicarakan soal atom, pasti terbesit pikiran soal “Oppenheimer”. Ya tidak salah sih, soalnya film besutan Christopher Nolan ini memang sangat terkenal. Filmnya tak hanya membicarakan soal intrik Perang Dunia II, tapi juga bagaimana benda sekecil atom bisa menciptakan kekuatan untuk meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki. 

Meski citra atom identik dengan sebuah kerusuhan, nyatanya atom dilihat dengan kacamata perdamaian bagi seorang ilmuwan muslimah asal Mesir, Sameera Moussa. Sayangnya, ia  ia mesti meregang nyawa di usia 35 tahun akibat kecelakaan mobil. Diduga ada keterlibatan Israel di dalamnya, tapi tuduhan ini masih belum terjawab.

Ambisi Moussa untuk mencari obat kanker terpercik ketika nyawa ibunya direnggut oleh kanker. Peristiwa itu menuntun Moussa untuk mengambil fakultas sains di Cairo University. Studinya berfokus pada pembelajaran sinar X yang ia percayai bisa menjadi solusi untuk kanker. Dia memecah atom logam jadi lebih kecil plus menemukan rumus fisi nuklir yang memperpendek dan mempercepat gelombang sinar X terhadap pasien, sehingga proses pengobatan menjadi lebih cepat. 

Fakta itu membuatnya melihat bahwa atom bukan hanya sebagai senjata pemusnahan massal seperti peristiwa Hirosima dan Nagasaki, tapi juga jawaban untuk kemaslahatan manusia. 

Moussa menerima beasiswa di bidang radiasi atom dan melakukan penelitian di University of California. Hak istimewa juga datang padanya, di mana ia diberi izin untuk mengunjungi fasilitas atom rahasia dan kewarganegaraan Amerika Serikat. Hak itu menuai kontroversi sebab Moussa adalah orang non-kulit putih pertama yang memiliki akses fantastis itu. Ia juga dicurigai sebagai mata-mata. Pada akhirnya Moussa menolak kewarganegaraan itu. “Mesir, tanah airku tercinta, sedang menungguku,” ujarnya.

Pada 1940, Moussa berkunjung ke Inggris untuk mengembangkan persamaan yang membantu.menjelaskan cara menghasilkan sinar-X dari logam yang lebih murah seperti tembaga. Kalau berhasil, ini bisa membuat pencitraan medis menjadi lebih terjangkau. Moussa bahkan yakin pengobatan nuklir bisa semudah dan semurah pengobatan aspirin. Meski belum pasti, namun diketahui saat terjadi peledakan Hiroshima dan Nagasaki, Moussa masih berada di Inggris.

Setelah menyelesaikan proyeknya di Inggris, sembari melanjutkan PhD, Moussa pun dilirik oleh Ketua Sains di Cairo University, ia lantas menerima tawaran menjadi dosen di universitas itu. Dengan jabatan itu, Moussa dinyatakan sebagai perempuan pertama dengan jabatan dosen dan gelar PhD dalam bidang sains di Kairo.

Prestasi Moussa berjalan apik hingga ia menjadi anggota dari Fulbright Program, sebuah program pertukaran budaya dari Amerika untuk meningkatkan diplomasi negara. Sebagai perwakilan dari Kairo, ia menerima hibah untuk penelitian nuklir Amerika dan juga untuk penyembuhan kanker.

Pada 15 Agustus 1952, pagi hari dengan santai Moussa duduk di kursi penumpang mobil Buick bersama pengemudi da    ri Amerika. Dalam perjalanan itu, Moussa berniat melepas penat alias liburan. Mobil yang awalnya berjalan dengan baik-baik saja tiba-tiba kehilangan kendali. Mobil itu pun meluncur ke jurang. Berita soal kecelakaan Moussa simpang siur—ada yang mengatakan keduanya tewas di tempat, namun ada yang mengatakan bahwa hanya tubuh Moussa saja yang ditemukan di lokasi kecelakaan. Cerita tentang kematian Moussa menjadi misteri pelik. Mana yang fakta, mana yang mitos masih tak terjawab hingga sekarang. Rumor yang paling kencang beredar adalah intelijen Israel yang merencanakan pembunuhan Moussa. Mereka takut Mesir dapat mengembangkan teknologi nuklir. 

Namun hal itu hanya sebatas gosip. Yang pasti, kehilangan Moussa meninggalkan luka yang mendalam—tak hanya untuk Kairo, tapi juga dunia sains. Walau begitu, ambisinya untuk menggunakan atom dalam penyembuhan kanker begitu menginspirasi banyak orang. Ia adalah ikon ilmuwan perempuan yang tidak hanya ambisius dan gigih, tapi juga peduli sesama.