Pengalaman Mendengar Lagu Sanes dari Denny Caknan 12 Kali dalam 24 Jam

Pengalaman Mendengar Lagu Sanes dari Denny Caknan 12 Kali dalam 24 Jam

Bagaimana jadinya jika seseorang sudah jatuh hati sedalam-dalamnya, tapi cinta itu kemudian tak mendapat balasan alias bertepuk sebelah tangan? Atau bagaimana rasanya jika kamu itu orang yang selalu menemani dia sepanjang waktu, dalam suka dan duka, tapi di kemudian hari kamu tahu kalau dia tak menginginkan kamu menjadi kekasih hatinya.

Hancur? Pasti. Mewek? Tentu. Nyesek? Banget.

Perasaan seperti itulah yang coba dilukiskan single terbaru kolaborasi Guyon Waton bersama Denny Caknan berjudul Sanes yang dirilis pada 24 Februari lalu. Single ini laris manis dan langsung menjadi trending No. 1 di YouTube tak lama setelah dirilis. Dalam waktu enam hari, video musik lagu Sanes yang diunggah di kanal YouTube GuyonWaton Official sudah ditonton sebanyak 1,7 juta kali. Wow.

Pencapaian banyaknya jumlah penonton dan menjadi trending No. 1 di YouTube itu membuat saya penasaran dan bertanya: kenapa, ya, single ini disukai orang banyak? Berikut saya paparkan penelitian kecil-kecilan saya setelah 12 kali menonton video musik lagu ini.


Tema relate dengan keseharian

Kata orang, karya seni yang baik itu hendaknya dekat dengan keseharian. Kalau memang itu benar, Guyon Waton dan Denny Caknan sukses menjalankan tugasnya. 


Sejarah mencatat, dari zaman nenek saya masih gadis hingga nenek saya sudah meninggal seperti sekarang, lagu bertemakan cinta dan patah hati mendominasi musik Indonesia. 


Komposisi lagu yang diciptakan oleh Andry Priyanta ini sanggup membuat anak muda yang sedang patah hati semakin patah hati dan yang tidak patah hati bisa merasa patah hati.


Komentar-komentar seperti, “Aduh sedih banget ini lagu,” atau, “Pas banget sama yang gue rasain sekarang,” bisa mudah kamu temukan di kolom komentar. Saya merekomendasikan kamu untuk mendengarkan lagu ini pukul tiga dini hari.

Bahasa ibu

Meski bukan orang Jawa, kesedihan lagu ini sampai ke jiwa. Pemilihan bahasa Jawa ini jadi nilai lebih di single Sanes, maupun di lagu-lagu Guyon Waton atau Denny Caknan yang lain. 


Andai Sanes tak dirilis dalam lagu berbahasa Indonesia, saya yakin lagu ini bakal berbeda. Semacam kehilangan jiwanya, atau apalah. Mendengar lagu ini, mengingatkan saya dengan lagu Minang yang liriknya bikin sedih sampai ke lambung dan menyayat ulu hati. 


Saya berharap semoga Denny Caknan maupun Guyon Waton tak tergoda menulis lirik dalam bahasa Indonesia. Please.

Menggabungkan dua genre, pop 2000-an dan dangdut

Lagu ini sangat dekat dengan hidup orang banyak.


Beberapa kali saya ke pasar, saya mendengar lagu Denny Caknan diputar di warung kopi. Tukang parkir dan pelayan kopi juga tampak terhibur mendengar lagu-lagu Denny Caknan.


Situasi seperti ini mengingatkan saya di era pertengahan 2000-an, di mana lagu ST12, Peterpan dan Kangen Band sering diputar entah seperti di pasar atau angkot. Pop 2000-an itu dengan sendirinya membentuk atmosfer yang khas, tiba-tiba saja kamu mengingat bukan cuma lagu, tapi juga keadaan ruangan saat lagu itu diputar. Pada era ini, band-band pop itulah yang membangun ruang publik, termasuk selera musiknya.


Di Sanes, formula lagu pop 2000-an juga dipakai. Sanes mengingatkan saya dengan lagu Wali berjudul Baik-baik Sayang atau Tak Selamanya Selingkuh Itu Indah milik Merpati Band.


Namun yang membedakan, unsur gendang dangdut di bagian reff menegaskan jika Sanes punya genre berbeda dengan band-band di atas.


Denny Caknan adalah Cermin Masa Depan

Saya pertama mendengar nama  Denny Caknan sekitar dua tahun lalu. Kala itu, seorang kawan kos berulang kali memutar Kartonyono Medot Janji.

“Ini keren nih. Lagu-lagu patah hatinya nancep banget. The next Didi Kempot nih,” kata dia. Saya cuma tersenyum ragu.

Setelah sampai kamar, saya ingin memastikan apa benar Denny Caknan sebesar omongan kawan saya itu. Saat melihat YouTube Denny Caknan, saya kaget bukan main melihat angkat penontonnya yang lebih dari 100 juta. Gila.

Setelahnya lagu-lagu seperti Sugeng Dalu, Sampek Tuwek, Tanpo Tresnamu, Titipane Gusti, Kuatno Aku (feat Ilux), Lekaslah Membaik, Tlah Berbeda, Kampung Halaman, Tepian Nyaman, Kangen Mulih makin menegaskan jika Denny punya formula untuk meluberkan hati para pendengarnya.

Musik jadi hal yang terpisahkan sejak Denny kecil. Ia punya bakat bernyanyi. Tapi ia tak yakin dan tak tahu bagaimana musik bisa menjadi penghidupan buat dirinya dan menjadikan musik sebagai hobi semata. Musisi yang pernah bekerja sebagai petugas honorer di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngawi ini sempat mencoba peruntungan menjadi musisi pop dengan merilis tujuh lagu. Sayangnya ketujuh lagu tersebut tak laku. Ia kemudian banting stir dengan merilis lagu bergenre pop dangdut. 

Tak sampai 5 tahun, bendera pop dangdut atau koplo yang dikibarkan oleh Denny membawa namanya ke puncak kejayaan. Di usianya yang baru menginjak 30 tahun, andai ia terus konsisten membuat karya-karya yang relate dengan perasaan orang banyak, bayangkan betapa besarnya Denny Caknan 20 tahun lagi. Saya berdoa semoga kamu terus konsisten bermusik dan yang terpenting: gak usah nyaleg, ya, Den.

Sebelum sukses seperti sekarang, Denny ini tak pernah menyangka kalau musik bakal mengubah hidupnya. Dengan YouTube yang punya 5 juta lebih subscriber, royalti lagu, endorse media sosial serta jadwal panggung yang padat, bayangkan berapa banyak saldo di rekening Denny Caknan.

 

Saat menulis artikel ini, saya ingat ucapan kawan kos saya dulu yang menyebut Dennny Caknan adalah the next Didi Kempot. Saya percaya itu. Tak lama lagi, saya membayangkan anak-anak gaul Jaksel akan bergoyang gembira menyaksikan aksi Denny Caknan di atas panggung, persis seperti mereka girang saat  menyaksikan Didi Kempot di panggung salah satu festival. 

Btw, kenapa cah Jaksel itu kalah cepat ya sama masyarakat biasa dalam hal menikmati musik yang diciptakan musisi modelan Denny Caknan atau Didi Kempot, ya? Dan kenapa ya mereka baru mengakui kalau lagu pop dangdut atau koplo itu keren setelah sekian lama? Apakah karena mereka terlalu lama terpisah dari masyarakat biasa, kalau iya berarti mereka meyakini selera mereka ‘luar biasa’? Ya, padahal keren, mah, ya keren saja. 

Eh jangan keburu marah, saya kan cuma nanya.