Pengalaman Orang Nikah KUA Doang

Pengalaman Orang Nikah KUA Doang

Bikin saya jadi kepikiran

 

Berikut adalah wawancara dengan Odong, yang sempat menjadi perbincangan di media sosial lantaran pernikahannya yang sederhana. Saat ini Odong (31) merupakan anggota dari band Cat Police, Tabraklari dan RRRrrr!

 

Gue enggak menyangka, tiga jam setelah gue bikin tweet soal pernikahan gue twit itu jadi rame gitu. Dan itu berlanjut ke hari-hari setelahnya. Gue sejauh ini enggak merasa tweet itu viral atau gimana sih, cuma memang ramai saja dan jadi konten di media sosial.

 

Gue mau menjelaskan dulu tweet gue itu.

 

Awalnya, gue melihat ada orang yang bikin thread yang intinya flexing soal pernikahan gitulah. Ya gak apa juga, itu hak dia. Sebagai orang yang juga main di sosial media, gue ikutan ngerespons saja. Gue bilang, pernikahan gue sederhana yakni cuma di KUA saja. Gratis.

 

Sebenarnya, gue cuma mau bilang ini ada kok opsi lain yang gak ribet dan bikin kepala pusing. 

 

Dari mana ide nikah di KUA doang itu muncul di pikiran kami?

 

Begini, sejak awal menjalin hubungan asmara (ciyeee) kami sepakat emang bakal nikah secara sederhana. Hal ini mengingat, gue dan dia sama-sama anak bontot. Jadi kayak gak mau lagi tuh rasanya capek dan ribet ngurusin pernikahan.

 

Setelah tahu kami anak bontot, pasti muncul lagi pertanyaan: bukannya anak bontot yang harusnya jadi pernikahan terakhir, mestinya dirayakan besar-besaran ya? Sekarang logikanya di balik saja. Karena sudah pernah, terus ngapain pesta lagi. Capek.

 

Untungnya, gue dan istri sama-sama santai orangnya. Istri gue cuma bilang, di hari pernikahannya, dia cuma mau pake kebaya dan make-up yang lebih bagus daripada pas wisuda. Yawes kalau mintanya cuma itu. Aman. Setelah kami sama-sama sepakat. Tinggal bilang ke orag tua nih. Pas gue bilang ke orang tuanya, untung saja mereka setuju. Ternyata tidak semengerikan yang dibayangin kok.

 

Gue bilang ke orang tuanya kalau kami ingin menikah dengan sederhana. Bapak dan ibunya oke saja kok. Gue ingat banget bapak istri gue cuma bilang: kamu kan tahu standar kami mendidik dan membahagikan anak kami seperti apa, sekarang tugas kamu. Simple.

 

Akhirnya hari yang dinanti tiba. Kami menikah di KUA Mampang pada 22 Februari 2001. Itu hari Senin gue ingat banget. Nikahnya jam 9 pagi. Jadi beberapa teman-teman dekat, sebelum ke kantor mereka sempat mampir ke KUA menghadiri akad nikah kami. 

 

Setelah itu, kami menggelar syukuran kecil-kecilan. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Gue bisa foto nikah sambil pake topi, istri gue terlihat cantik dengan kebaya dan makeup-nya.

 

Meski lancar-lancar saja, tapi namanya hidup ya ada-ada saja sih omongan dan komentar orang. Gue inget banget waktu beberapa bulan setelah nikah gue ketemu teman-teman lama gue ya. Waktu itu bulan puasa dan pas ketemu teman-teman, mereka pada nanya kok nikahnya cuma di KUA doang. Mereka malah sempat ngeledekin dan nuduh kalau “hamil duluan”. Gue sih menanggapi hal itu santai saja. Kan itu gak bener soalnya.

 

Eh ada lagi, netizen yang menghujat gue gak mampu dan meragukan alasan gue menikah secara sederhana. Gue dan istri sih pas ngebaca komen itu ya santai saja. Biar saja, enggak jadi apa-apa juga kalau gue tanggapin. 

 

Sekarang, pernikahan gue berjalan hampir dua tahun. Alhamdulillah, sekarang gue sudah dikarunia anak pertama bernama Magenta. Hidup berlangsung begitu cepat. Rasanya baru kemarin gue kenalan sama istri gue. Gue pacaran sama istri gue cuma sebentar, yakni 10 bulan.

 

Di masa-masa pacaran itu, sedari awal kita merasa cocok satu sama lain. Gue ngerasa nyambung sama dia. Begitu pun sebaliknya. Di obrolan ini, gue juga mau ngebocorin sesuatu nih. Dia perempuan pertama yang gue ajak membahas pernikahan. Sebelumnya, gue ya cuma pacaran biasa saja. Gue enggak pernah membayangkan pernikahan. Di umur segini, berat banget rasanya kalau harus mengeluarkan ratusan juta. Semuanya berubah setelah gue ketemu dia.

 

Waktu itu, umur gue 29 dan dia 25. Kami berpikir, apalagi sih yang mau dicari? Ya sudah akhirnya kita lamaran dan merencanakan pernikahan. Waktu itu masih pandemi banget, jadi lumayan susah kalau mau menggelar resepsi. Susah perizinan dan semacamnya, tapi itu cuma alasan nomor sekian sih.

 

Seperti yang sudah gue singgung di atas, gue beruntung punya orang tua yang bisa memahami apa yang kami inginkan. Sebenarnya modal gue dan pasangan sampai dapat izin itu sederhana kok. Komunikasi. Gue menyampaikan baik-baik apa yang gue dan pasangan mau. Terus gue jelasin juga plus minusnya. Kalau resepsi ini plusnya, ini minusnya. Sama aja dengan nikah di KUA, plusnya ini dan minusnya ini. 

 

Menurut gue, kalau kita bisa mengkomunikasikannya dengan baik, semua itu bakal terlewati kok. 

 

KUA Doang Yes, Nikah Mahal-mahal? Eits Tunggu Dulu

 

Odong bukan teman pertama yang melangsungkan pernikahan secara sederhana di KUA.

 

Pada tahun 2021 lalu, gitaris band Lyla, Fare, melangsungkan pernikahan dengan Utia Octaria. Pernikahannya sangat sederhana dan terkesan dadakan: hanya mengundang keluarga terdekat. Bahkan rekan satu bandnya di Lyla pun tak tahu.

 

“Kok enggak ngabarin nikah, sih?” tanya saya.

 

Dia tertawa dan bilang, “Sudahlah, yang penting sudah resmi. Toh nikah gitu-gitu saja kan dari zaman dulu. Nikah begini enak dan hemat tau, cuma modal sejuta”.

 

Saya terkekeh. 

 

Pernikahan sederhana Fare ini lantas menginspirasi seorang teman bernama Muhammad Harmein. Pria yang akrab disapa Armen ini menikah dengan Adelince Palince atau yang akrab disapa Adel. Keduanya sudah berpacaran selama enam tahun. Ketika memutuskan untuk menikah–kami teman-teman terdekatnya–girang bukan main.

 

Pernikahan pun dilangsungkan di KUA Depok pada 19 November tahun lalu yang dihadiri keluarga dan teman-teman dekat. Suasana syahdu sekali.  Wajah Armen dan Adel terlihat berseri-berseri setelah keduanya dinyatakan sah sebagai pasangan suami istri. Selepas akad, pasangan baru ini mengajak keluarga dan teman-teman dekat makan di restoran Padang di bilangan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

 

Saya menaksir, pasangan ini merogoh kocek tak sampai 2 juta pasangan untuk mentraktir kami semua makan.

 

Meski tak henti meledek mereka karena pernikahannya terkesan main-main dan kelewat santai, namun dalam hati saya berujar: kayaknya seru juga nih nikah sederhana begini. Sebab selama ini, tak bisa dimungkiri, saya sering mendengar teman-teman yang sudah menikah harus mengeluarkan nominal tertentu untuk melangsungkan pernikahan.Tentu saja, tak ada yang salah dengan cara orang merayakan pernikahan. Hanya saja angka tersebut, menurut buku tabungan saya sekarang, besarnya bukan main. Hii saya jadi bergidik ngeri membayangkannya.

 

Saat perjalanan pulang, saya iseng bertanya kepada ibu, bagaimana jika kelak saya menikah secara sederhana, tak perlu dipestakan seperti orang Minang kebanyakan. Ibu saya tak menjawab. Mungkin suara saya terlalu pelan sampai-sampai ibu tak mendengar.