Penghancuran Botol Miras dan Kebodohan yang Terus Berulang

Lagu lama. Kepolisian kembali melakukan penghancuran terhadap ratusan ribu botol minuman keras atau miras dengan menggunakan buldoser. Langkah tersebut dilakukan oleh Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya pada Jumat 25 Agustus 2022. Sebagaimana diketahui sebelumnya, langkah tersebut dilakukan berdasar instruksi Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran sebagai bentuk menjaga ibu kota Jakarta dari gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas).

Penghancuran ini memang diketahui cukup menjengkelkan terlebih diketahui Kepolisian seperti tidak mempunyai cara lain selain penghancuran ini. Dari zaman Soeharto hingga kini, polisi selalu melakukan penghancuran ribuan botol minuman dengan menggunakan buldoser. Dalihnya adalah menghentikan peredaran miras ilegal dan juga sebagai tindakan preventif kepada masyarakat agar tidak melakukan tindakan kriminal.

Langkah Polda Metro Jaya ini pun sempat diberi tanggapan miring dari Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah. Dilansir dari Tempo dan Poskota, dosen dari Universitas Trisakti ini menilai kebijakan Polisi yang menghancurkan puluhan ribu botol minuman keras tak berizin merupakan kebijakan yang perlu dievaluasi. Langkah kepolisian seperti ini menurutnya polanya selalu sama dari dulu hingga sekarang.

"Dari dulu caranya selalu sama, ada penjual minuman keras ketangkep barang jualannya dikumpulin lalu dilindas pakai buldoser. Dalam hal ini para pemangku kebijakan tidak pernah menjadikannya evaluasi. Cara semacam ini harusnya dihentikan, tidak tepat," kata Trubus dikutip dari beberapa media.

Trubus yang sempat menyampaikan pendapatnya pada Instagram Fermentasi Nusantara (Fermenusa) ini mengungkapkan bahwa Polisi selalu terkesan menjadi otoriter dan arogan dengan penegakan hukum seperti ini. Ia menilai semestinya banyak cara lain yang bisa dilakukan oleh aparat dalam melakukan menghadapi temuan seperti ini.

Puluhan botol miras yang dihancurkan ini diungkap Trubus merupakan sebuah langkah yang kontraproduktif. Apalagi diketahui bahwa botol-botol minuman tersebut sudah bercukai alias berizin. Minuman keras dalam hal ini selalu dianggap sebagai biang kerok semua permasalahan pelik bangsa ini. Padahal jauh dari itu, negara toh juga menikmati pajak dari minuman yang ditenggak oleh para peminum ini.

"Minuman itu sudah cukai, sudah berizin. Kalau penjualnya bermasalah karena berjualan tidak berizin tidak perlu minumannya dihancurkan dong. Masyarakat sekarang sudah banyak yang pintar, ini tidak mengedukasi dan terkesan otoriter," ujar Trubus.

Kepolisian sebagai penegak hukum dalam hal ini, menurut Trubus semestinya bisa membantu para pedagang yang tak berizin tersebut. Para pemangku kebijakan juga semestinya bisa mendorong para “Sang Juragan” ini untuk mengurus izinnya. Hal ini agar tidak ada lagi alasan bagi aparat menangkap-nangkapi penjual dengan alasan tidak ada izin. 

Mengurus izin menjual minuman keras di Indonesia memang susahnya minta ampun. Mengurus izin mengemudi saja kadang dipersusah apalagi untuk menjual minuman yang dilarang oleh beberapa kalangan. Fakta ada pelanggaran atas nama izin penjualan terhadap minuman yang sudah berizin memang membuat dahi berkerut.

Dalam penegakan hukum ini juga Kepolisian seperti tebang pilih karena ketika saya menyaksikan langsung penghancuran botol miras ini, saya melihat botol minuman yang dihancurkan kebanyakan cuma yang murahan, seperti minuman-minuman produk anggur merah yang biasa dijual dengan harga dibawah Rp100 ribu di toko-toko jamu itu.

Langkah kepolisian untuk memberantas miras ini juga selalu membuat kesan para juragan ini menjadi sosok yang dikriminalkan. Padahal kita tahu, bahwa para pedagang ini jika tertangkap yah karena mungkin lagi apes saja.

"Kalau tidak berizin bisa dibantu dong ngurus izinnya. Para penjual itu sebenarnya bukan kriminal, mereka cuma kesusahan untuk mengurus izinnya yang mahal. Coba lihat itu yang dilindas pasti cuma minuman-minuman yang harganya kisaran Rp100 ribu, yang di atasnya pasti gak berani hancurin," ujar Trubus.

Penghancuran di era sekarang ini menurut Trubus memang sudah perlu untuk dihentikan. Minuman-minuman tersebut bisa disimpan di gudang lalu diolah lagi dan berbagai macam caranya. Botol yang dihancurkan pun tentu bisa dipakai kembali tentu sangat merugikan bila dihancurkan. Penghancuran ini memang seperti menjauhi prinsip daur ulang.  

Pembenahan tata kelola penanganan minuman keras juga musti dipikirkan dengan bijak. Peraturan gubernur hingga daerah semestinya bisa membuat penghancuran seperti ini tidak dilakukan. Pengelolaan yang baik tentu bisa menambah pendapatan daerah.

"Kebijakannya harus dibongkar ulang, dievaluasi menyeluruh dibikin kebijakan yang terbuka menyesuaikan sekarang. Lebih ke afirmatif saja harusnya," kata Trubus.

Pihak kepolisian dalam hal ini menurut Trubus sebagai penegak hukum mestinya berdiskusi dengan pemerintah mengenai langkah-langkah yang bisa dilakukan. Penghancuran puluhan ribuan botol minuman keras tersebut tentu membuat kesan masyarakat kepada polisi sebagai arogan.

"Penguatan pada sektor pengawasan saja. Tidak semata-semata law enforcement, tapi bisa berkeadilan yang menyeluruh," kata Trubus.

Pemerintah Jepang saja saat ini sedang mendorong anak mudanya untuk minum-minum keras agar mendorong perekonomian negara. Sebaliknya, Indonesia malah melakukan penghancuran puluhan ribu botol miras yang bisa jadi kalau ditotal jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Bukankah lebih baik jika uang dari miras itu disumbangkan kepada panti asuhan atau yayasan pendidikan yang membutuhkan?

Melihat penghancuran ini secara langsung memang membuat saya hanya bisa mengelus dada saja. Puluhan ribu botol minuman keras yang telah dibuat dengan darah, keringat, dan air mata justru dihancurkan atas nama penegakan hukum yang tidak diketahui benar menurut siapa. Penghancuran seperti ini memang sudah sepatutnya untuk dihentikan. Karena jika diteruskan ini adalah sebuah kebodohan yang selalu diteruskan.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menghancurkan sebanyak 27.650 botol pada Jumat 26 Agustus 2022. Puluhan ribu itu didapat Polisi dalam operasi Kamtibmas yang diselenggarakan selama empat hari mulai 21 hingga 25 Agustus 2022. Puluhan ribu botol tersebut kemudian dihancurkan dengan dilindas menggunakan alat buldoser. Zulpan menyebut cara ini merupakan bentuk konsistensi dan komitmen Polda Metro Jaya dalam memberantas peredaran miras ilegal.

"Kita bisa menangkap berbagai miras yang beredar yang tidak memiliki izin atau ilegal dan membahayakan bagi kesehatan masyarakat sebanyak 27.650 botol. Ini sebagai wujud nyata komitmen dari Polda Metro Jaya khususnya dalam miras, kita sudah biasa mengungkap peredaran miras ilegal di Polda Metro Jaya, artinya tidak ada toleransi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Jumat 26 Agustus 2022.

Yang menjengkelkan, kepolisian yang tidak pernah berbenah, kolot, dan selalu menjalani prosedur tanpa berpikir masak-masak. Polisi masih saja bertindak arogan tanpa memikirkan langkah bijak yang bisa dikerjakan. Polisi yang selalu menggembar-gemborkan langkah preventif dan pre-emptive dalam melakukan tindakan terlihat tidak bisa memikirkan langkah lain.

Ketika melihatnya langsung saya tidak mengerti apa yang harus diucapkan lagi. Melihat kejadian itu secara langsung membuat kepala saya berkecamuk. Polisi menjadi pahlawan dengan dalih telah menumpas biang keladi kejahatan yakni minuman keras. Para penjual miras yang tidak tahu harus menjual apa lagi untuk menyambung hidup menjadi dituduh sebagai kriminal. Botol-botol minuman yang jika dirupiahkan bisa mencapai ratusan juta dihancurkan tanpa dipikirkan uang sebesar itu sebetulnya bisa untuk diberikan kepada yang membutuhkan. Syahdan, apa benar ini semua salah polisi saja atau kita yang terlalu moralis hingga tak bisa berpikir jernih?

Melihat kejadian itu langsung memang membuat miris. Marah namun hanya bisa pasrah saja karena berada di markas polisi terbesar di ibu kota negara. Inginnya bersuara, tapi terlalu takut untuk dibilang gila atau jadi konyol. Melawan sama saja dengan bunuh diri.

Dalam hati hanya bisa bicara sambil mengumpat:

Mana yang benar? Aparatur negara masih dekaden atau kita yang memang masih emoh  beranjak dari Dunia Ketiga.