Superhero Fatigue: Di Kala Penonton Mulai Bosan Dengan Film-film bertema Superhero

Superhero Fatigue: Di Kala Penonton Mulai Bosan Dengan Film-film bertema Superhero


Genre superhero memang populer dikalangan masyarakat luas, namun tidak begitu bagi beberapa orang. Respon orang-orang terhadap film-film superhero belakangan ini mulai kurang menyenangkan. Tahun 2023 lalu banyak penonton yang kecewa, bosan dan bahkan kehilangan minatnya pada film superhero. 

Kehadiran Madame Web Februari 2024 lalu juga tampaknya belum bisa memuaskan penonton. Terdapat beberapa kritik yang mengarah pada sisi directing, CGI, hingga naskah yang dianggap kurang kuat. Sebagian besar kritik yang datang dari penonton juga menyoroti dialog yang berbelit-belit dan tidak mendukung karakter yang diperankan oleh para pemerannya.

Dalam diskusi terkait kegagalan beberapa film akhir-akhir ini muncul sebuah frasa yang cukup sering digunakan saat diskusi seputar film yaitu, “superhero fatigue”. Apa sebenarnya superhero fatigue yang melanda dunia perfilman, khususnya genre superhero belakangan ini?

Memahami Superhero Fatigue

Superhero fatigue dapat dipahami sebagai istilah yang digunakan untuk menyebut keletihan penonton yang sudah terlalu sering mengonsumsi film superhero atau juga mencakup film-film adaptasi komik. Fatigue atau kelelahan tersebut muncul tidak hanya karena terpapar banyak jumlah film bergenre sama, tapi juga dipengaruhi oleh kualitas film yang monoton. 

Apakah superhero fatigue merupakan hal yang nyata atau cuma bentuk kekesalan penonton terhadap filmnya? Nia Dacosta yang merupakan sutradara dari film The Marvels yang tayang pada November 2023 lalu mengatakan bahwa superhero fatigue itu ada. Tampaknya dari  beberapa film yang flop di pasaran juga memperkuat asumsi itu. 

Melansir Forbes kini film-film MCU (Marvel Cinematic Universe) yang tampak mendominasi pasar film khususnya superhero, pun perlahan kehilangan daya tariknya. Kita kilas balik pada 2023 lalu, Ant-Man and the Wasp: Quantumania dengan anggaran produksi sebesar $200 juta dan pengeluaran pemasaran setidaknya $100 juta, diperkirakan tidak akan mampu menutupi biaya produksi yang berjumlah sekitar $600 juta. Tak ketinggalan DC (Detective Comics) juga turut mengalami penurunan pendapatan dimana Shazam! Fury of the Gods, Blue Beetle dan The Flash  juga flop. 

Superhero Fatigue Tidak Bisa Disalahkan Atas Kegagalan Film-film di Bioskop

Seperti yang disampaikan sebelumnya, salah satu faktor penyebab superhero fatigue adalah kualitas film yang monoton. Tahun 2023 lalu bisa dikatakan tahun yang buruk bagi genre superhero, ekspektasi dan kekecewaan penonton berujung flop mewarnai sepanjang tahun. Meski demikian, Guardians of The Galaxy Vol. 3 dan juga Spider-Man: Across the Spider-Verse sukses menjadi favorit penonton. Dua film ini kuat mendominasi box office pada musim panas 2023 lalu. Bagi penonton dua film tersebut ibarat nastar lebaran setelah lamanya berpuasa. 

Phil Lord dan Chris Miller yang merupakan produser dari “Spiderverse” memiliki pendapat yang sedikit berbeda dari Nia Dacosta. Pada wawancara dengan Rolling Stone mereka mengatakan bahwa superhero fatigue tidak dapat dijadikan alasan untuk kegagalan adaptasi buku komik, khususnya superhero. Mereka juga menegaskan bahwa yang terjadi bukanlah superhero fatigue melainkan penonton mulai lelah dengan film yang terasa repetitif atau hanya mengulang format yang sama.

Genre superhero dengan formula seperti good guy, bad guy, and giant thing in the sky tidak akan bisa bertahan lama, ucap James Gunn. Film superhero membutuhkan lebih banyak moral complexity (kompleksitas moral), seperti yang dilakukan Todd Phillips dan Joaquin Phoenix untuk Joker. Film ini mampu mendulang status box office karena berhasil menyajikan penggambaran yang berbeda dari sumber komik tapi tetap menarik perhatian penonton. 

Hal ini bisa terjadi karena Phillips menggunakan pendekatan yang unik untuk mengemas cerita kelahiran (origin) dengan menekankan sisi humanis dan psikologis karakter utamanya, Arthur Fleck (Joaquin Phoenix). Film ini mengangkat isu kesehatan mental, pengabaian masyarakat dan pemerintah terhadap masyarakat miskin, serta politik dan lingkungan kota yang toxic.  Meski tidak banyak menampilkan karakterisasi dari sumber buku komiknya, isu-isu yang diangkat cukup beresonansi pada realita yang dekat dengan kehidupan masyarakat. 

Ada spekulasi film superhero akan lebih laku kalau pahlawannya perempuan alih-alih laki-laki. Perlu ada remix, membayangkan apa yang terjadi apabila karakter-karakter dari seri yang berbeda berada dalam satu semesta, Hal ini yang coba dilakukan oleh The Marvels. Sayangnya, film ini flop, mendapat sambutan yang kurang baik dari para audiens. Padahal The Marvels memenuhi dua hal tadi: tiga heroine bekerja sama dalam mengalahkan musuh terbaru di pertarungan luar angkasa. Walau premisnya menarik, film ini dianggap tidak memberikan cukup ruang dan waktu untuk membuat penonton simpatik dengan para karakternya. Tak hanya itu, sang penjahat Dar-Benn terasa tidak memiliki alasan yang kuat atas tindakannya sehingga membuat film terasa semakin flat. 

Contoh film heroine lainnya, Madame Web, juga dianggap gagal. Karakter Cassandra Webb yang diperankan Dakota Johnson malah tampil kekanak-kanakan. Penjahatnya juga tidak memiliki alasan serta motif yang kuat sebagai antagonis. 

Selera penonton yang berubah-ubah dengan cepat pun turut berkontribusi pada superhero fatigue. Para audiens ini lapar dan butuh disuguhkan dengan formula cerita yang baru. Penonton juga mulai kritis dan tidak hanya puas dengan visual dan CGI yang megah, tapi juga menuntut cerita yang beresonansi dengan kehidupan audiens. 

Dalam wawancaranya dengan Rolling Stone, Gunn mengklaim bahwa superhero fatigue lebih cenderung dipengaruhi oleh bagaimana cerita tersebut diangkat. Penonton punya karakter superhero yang mereka sukai, tapi jika karakternya tampil dengan pribadi yang kosong atau tidak masuk akal, maka tidak akan masuk ke penonton. Contohnya saja tokoh superhero seperti Batman, Iron Man dan Superman. Para superhero tersebut dicintai karena mereka hidup di hati para penonton. Maka dari itu, perlu ada fondasi cerita dengan tarikan emosional yang kuat untuk membangun ikatan karakter dengan penonton. Inilah PR bagi para pembuat film yang masih belum terselesaikan.

Membayangkan Film Superhero di Masa Mendatang

Meskipun dilanda superhero fatigue, film superhero tetap tidak akan absen di tahun ini. Beberapa film bahkan sudah mengumumkan jadwal tayang, para cast dan juga trailer perdananya. Sebut saja Deadpool 3, Venom 3 dan ada juga serial The Boys musim keempat. Sekuel dari Spider-Man: Beyond the Spider-Verse juga dikabarkan sudah kembali dilanjutkan. MCU juga mengumumkan mengenai reboot dari Fantastic 4. Dengan jajaran cast papan atas mulai dari Pedro Pascal, Vanessa Kirby dan Ebon Moss-Bachrach. Joseph Quinn pun ikut terlibat dan akan berperan sebagai Johnny Storm alias The Human Torch. 

Quinn sendiri mengatakan bahwa ia mengabaikan adanya superhero fatigue. Ia yakin dan percaya dengan film reboot terbaru Fantastic 4 ini dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan di film-film sebelumnya. Paul Dano pun turut optimis mengatakan bahwa ia yakin masih akan ada beberapa film bagus yang akan datang. 

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tentunya ada beberapa judul film yang sangat dinantikan oleh para fans. Hadirnya superhero fatigue mungkin dapat menurunkan antusias penonton, tapi juga bisa menjadi motivasi bagi para pelaku sinema untuk menghasilkan film yang lebih dicintai penonton.