Tahun berapa sih ini? Begitu respons saya saat mengetahui bahwa diskriminasi gender masih terjadi industri musik. Saya mendadak mengernyitkan dahi dan merasa bingung dalam ketidaktahuan. Tapi ketimbang hanyut dalam kebingungan, saya putuskan mencari tahu bagaimana isu ini muncul di banyak tempat.
Perusahaan distribusi musik digital independen TuneCore tahun 2021 mengajukan kuesioner kepada perempuan yang bekerja di industri musik Amerika Utara dan Eropa. Dari 401 responden yang meliputi penyanyi, penulis lagu, produser, dan DJ tersebut, dapat disimpulkan 64% menyebut pelecehan seksual dan objektifikasi masih menjadi masalah utama yang dihadapi perempuan yang bekerja di industri musik.
Menebalkan riset Tunecore, Misogyny in music melaporkan bahwa perempuan rentan menjadi korban. Berdasarkan laporan tersebut, perempuan yang bekerja di industri musik pada praktiknya mendapatkan keterbatasan kesempatan untuk bekerja di industri ini. Selain itu, masalah lain yang muncul antara lain yakni diskriminasi gender dan pelecehan seksual.
Di Inggris misalnya, merujuk laporan yang diturunkan Women Musician Insight Report melalui kuesioner yang disebar kepada 2.500 responden, kesenjangan gender dalam industri musik Inggris sangat terasa. Survei tersebut menunjukkan hasil:
Diskriminasi ini tak hal terjadi di Inggris. Di Amerika Serikat pun setali tiga uang. Pada tahun 2022 silam, Inisiatif Inklusi USC Annenberg melaporkan hasil penelitian dan sampai pada kesimpulan bahwa, 'perempuan tidak hadir dalam industri musik.'
Penelitian tersebut menemukan fakta bahwa 900 lagu populer di tangga lagu tahunan Billboard Hot 100 sejak tahun 2012 hingga 2020 masih didominasi laki-laki. Perempuan hanya mewakili 21,6% dari seluruh artis di Tangga Lagu Akhir Tahun Billboard Hot 100 dalam sembilan tahun terakhir dan hanya 20,2% artis di tangga lagu tersebut pada tahun 2020.
Persentase 2020 menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang berarti dan berkelanjutan dalam persentase musisi perempuan dalam hampir satu dekade.
Stacy L. Smith yang memimpin penelitian tersebut menyatakan perempuan masih berada di situasi yang tak mengenakkan."Hari Perempuan Internasional diperingati di mana-mana, kecuali bagi perempuan di bidang musik, di mana suara perempuan masih diredam. Masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mencapai inklusi dalam bisnis ini,” ujar Staly.
Meski demikian, lanjut Stacy, keterwakilan penyanyi perempuan yang masuk dalam tangga lagu Billboard Hot sempat naik 28,7% pada tahun 2021. Keberhasilan ini merupakan angka membanggakan dalam 100 tahun terakhir. Sayangnya, hanya 14% penulis lagu perempuan yang terwakili pada tangga lagu tersebut. Belum lagi, dari 232 produser yang terwakili pada tangga lagu, hanya 3,4% perempuan dan satu produser adalah non-biner.
"Ada kabar baik bagi para seniman perempuan tahun ini. Namun, jangan sampai kita berpuas diri. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kita dapat mengatakan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam industri musik,” tambah Stacy.
Setelah membaca berapa hasil laporan di atas, mata kita seakan makin dibikin nyalang untuk menyadari masih terjadi ketidaksetaraan dan ketidakadilan terhadap perempuan. Menyikapi hal tersebut, CEO Roc Nation, Desiree Perez, dalam sebuah tulisan di majalah Rolling Stone menyarankan 4 hal:
Tapi sejarah mencatat, diskriminasi terhadap perempuan sudah berlangsung sejak lama. Pendapat yang paling tersohor salah satunya dilontarkan kritikus musik Chicago George P. Upton. Pada 1880 lewat buku 'Women In Music', ia mengatakan perempuan tidak memiliki kreativitas bawaan untuk membuat musik yang bagus lantaran "kecenderungan biologis".
Tentu saja kalimat tersebut terasa menyesakkan. Akibatnya, pada 1900, banyak penulis lagu perempuan terpaksa menggunakan nama samaran atau inisial untuk menyembunyikan fakta bahwa mereka adalah perempuan.
Syukurlah keadaan telah membaik sejak saat itu. Tapi apakah berubah? Lady Gaga pada tahun 2015 pernah marah dan terbesit keinginan untuk berhenti menulis lagu pop jika masih terjadi diskriminasi terhadap perempuan. Pernyataan itu ia sampaikan dalam sebuah pidato emosional saat ia menerima penghargaan Woman of the Year.
"Yang benar-benar ingin saya katakan adalah bahwa terkadang sangat sulit bagi wanita di dunia musik. Ini seperti klub khusus pria yang tidak bisa kami masuki," ujar Lady Gaga yang disambut tepuk tangan meriah penonton.
Di kesempatan berbeda, Bjork pernah berkomentar bahwa kerja keras dan keahlian perempuan di dalam dan di luar industri musik masih belum diperhatikan.
Dari dua pernyataan itu, terang bahwa industri musik masih harus banyak berbenah. Sayangnya, masih banyak pihak perempuan merasa mereka masih belum dianggap cukup serius sebagai penulis, musisi, pemain, dan khususnya kreator. Tapi meski demikian, api harapan akan terciptanya situasi adil kepada perempuan di dunia musik, mesti terus digaungkan.
Seperti kata Nathassia Devine, seorang DJ asal Belanda yang memprediksi bahwa segala sesuatunya akan terus membaik dengan cepat bagi semua artis perempuan dan sebagian besar alasannya adalah semakin banyak laki-laki yang mulai memahami sudut pandang perempuan. “Menghargai sudut pandang satu sama lain tentunya merupakan kunci menuju masa depan yang lebih baik buat kita semua,” tulis Nathassia.