Peta Koalisi Partai di Pilpres 2004-2019
Lebih kurang dua tahun menuju pilpres 2024. Partai-partai politik mulai bermanuver membangun koalisi. Golkar, PAN, dan PPP adalah tiga partai yang paling awal mendeklarasikan koalisi bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada 12 Mei 2022. Gerindra dan PKB menyusul menandatangani piagam koalisi pada 14 Agustus 2022.
Partai lain yang juga mulai menjajaki koalisi adalah Nasdem, PKS, dan Demokrat. Ketiga pimpinan partai tersebut mulai berkomunikasi satu sama lain. Misalnya, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang telah tiga kali bertemu Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Sementara, PDIP sebagai pemenang pemilu 2019 belum terlihat serius menjajaki koalisi dengan partai lain.
Koalisi memang menjadi keniscayaan sejak pilpres 2004. Pasalnya, saat itu pemerintah mulai menerapkan ambang batas presiden atau presidential threshold sebagai syarat partai mengusung capres-cawapres. Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 5 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu yang berbunyi:
“Pasangan calon hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.”
Pada pemilu 2009, syarat tersebut berubah menjadi minimal 25% kursi DPR dan 20% suara pemilu legislatif. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu. Aturan ini berlaku pula untuk pilpres 2014.
Untuk pemilu 2019, syarat minimal partai politik mengusung capres-cawapres berubah lagi menjadi minimal memiliki 20% kursi di DPR dan 25% suara di pemilu legislatif. Aturan ini termaktub dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017. Syarat ini pula yang dipakai lagi untuk pilpres 2024.
Berdasarkan hasil pemilu 2019, hanya PDIP yang bisa mencalonkan pasangan capres-cawapres sendiri. PDIP meraih 128 kursi atau setara 22,26% dari total 575 kursi di parlemen saat ini. Maka, menjadi masuk akal bila partai berlogo banteng ini belum terlihat serius menjajaki koalisi dengan partai lain.
Meski demikian, peneliti senior Populi Center Indonesia, Usep S Ahyar, koalisi-koalisi yang terbentuk saat ini masih sangat mungkin berubah. Apalagi, menurutnya, partai politik saat ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang diametral alias semakin pragmatis.
“Makanya tidak ada koalisi yang abadi dari pilpres ke pilpres,” kata Usep kepada saya pada 4 Oktober 2022 lalu.
Berikut adalah peta koalisi partai politik dari pilpres ke pilpres:
No
Milestone
Teks
Paslon dan Koalisi Partai Pengusung
1.
Pilpres 2004
Lima pasang capres-cawapres bertarung di pilpres 2004. Menjadi yang terbanyak dalam empat gelaran pilpres terakhir. Salah satu penyebabnya adalah ambang batas presiden diturunkan menjadi minimal 3% kursi di DPR atau 5% suara sah nasional. Sehingga, saat itu ada 7 partai yang bisa mengusung kandidat capres-cawapres. Pilpres 2004 pun berlangsung dua putaran. Pemenang akhir adalah pasangan SBY-Jusuf Kalla dengan 60,62% suara nasional.
Putaran pertama:
Wiranto-Salahudin Wahid (PKB-Golkar)
Megawati-Hasyim Muzadi (PDIP-Partai Damai Sejahtera)
Amien Rais-Siswono Yudo Husodo (PAN, Partai Bintang Reformasi, PKS)
SBY-Jusuf Kalla (Demokrat, Partai Bulan Bintang, PKPI)
Hamzah Haz-Agum Gumelar (PPP)
Putaran Kedua:
Megawati-Hasyim Muzadi (PDI-P, Golkar, PPP, Partai Bintang Reformasi, Partai Damai Sejahtera)
SBY-Jusuf Kalla (Demokrat, PKS, PAN, PKB, PBB, PKPI)
2.
Pilpres 2009
Jumlah partai parlemen berkurang dari 16 menjadi 9 pada 2009. Di sisi lain, ada dua partai baru masuk ke parlemen, yakni Gerindra dan Hanura. Hal ini mengubah bagunan koalisi pilpres 2009. Pasangan SBY-Boediono yang diusung koalisi jumbo berhasil menang dengan 60,80% suara nasional.
Megawati-Prabowo (PDIP-Gerindra)
SBY-Boediono (Demokrat, PPP, PKB, PKS, PAN)
Jusuf Kalla-Wiranto (Golkar-Hanura)
3.
Pilpres 2014
Dari 10 partai yang lolos ke parlemen, termasuk Nasdem sebagai partai baru, tak satupun yang memenuhi syarat ambang batas presiden. Demokrat yang memenangi dua pilpres sebelumnya pun memutuskan tak bergabung dalam dua kubu koalisi yang ada saat itu. Pemenang pilpres 2014 adalah pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang justru diusung koalisi partai lebih ramping dari lawannya. Pasangan ini meraih 53,15% suara nasional.
Prabowo-Hatta Rajasa (GERINDRA, PPP, PKS, PAN, GOLKAR)
Jokowi-Jusuf Kalla (PDI-P, PKB, NASDEM, HANURA)
4.
Pilpres 2019
Pilpres 2019 adalah pertarungan ulang antara Jokowi dan Prabowo. Bedanya, Jokowi yang menjadi petahana lebih banyak menyedot minat partai untuk mengusungnya. Golkar dan PPP yang sebelumnya mendukung Prabowo beralih mendukung Jokowi. Hasilnya, Jokowi yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin menang dengan 55,50% suara nasional.
Jokowi-Ma’ruf Amin (PDI-P, PKB, NASDEM, PPP, GOLKAR, HANURA).
Prabowo-Sandiaga Uno (GERINDRA, DEMOKRAT, PKS, PAN)