Percakapan di atas adalah cuplikan dari film “No More Bets”, film tentang bahaya kecanduan judi online dan investasi bodong lewat pig butchering scam. Singkat cerita, tokoh cerita bernama Gu Tianzhi tadi lompat dari gedung tinggi karena stres ditipu investasi bodong.
Tianzhi sendiri tadinya punya masa depan yang cukup cemerlang. Ia punya bisnis dengan teman-temannya dan dia juga punya gelar master. Sayangnya, Tianzhi justru tercebur ke kubangan judi online kemudian investasi bodong. Keluarganya dibuat bokek untuk bayar utang-utang judi Tian.
Pig butchering scams berarti “penyembelihan babi”, merujuk ke cara-cara penipu menggemukkan korban dengan kepercayaan bahwa hubungan mereka dan juga investasi yang dibuat korban itu nyata. Setelah korban terjerumus dalam jebakan, penipu akan menyembelihnya dengan satu hentakan.
Biasanya penipu menarik korbannya untuk investasi lewat kripto. Penipu akan meyakinkan target untuk membuka akun investasi di platform yang sama dengan penipu. Tentunya platform pertukaran atau pasar kripto itu palsu dan sudah disiapkan penipu untuk melancarkan aksinya.
Investasi bodong di lewat kripto sendiri bak ladang buah dengan panen yang beracun. Dari luar tampak menggiurkan, ketika dicicip, duarrr, korban mengalami kerugian besar. Alasan kripto jadi wadah penampungan penipuan karena aset dan aplikasi kripto merupakan bagian dari sistem keuangan terdesentralisasi, sehingga tidak ada otoritas yang dapat membatalkan sistem transaksinya. Kripto juga memungkinkan orang bertransaksi dengan identitas palsu atau bahkan anonim. Mulanya tujuan transaksi anonim ini bertujuan untuk memberi keleluasaan pada penggunanya. Namun sekarang justru disalahgunakan untuk kejahatan.
Kasus pig butchering juga akan semakin mulus jika penipu dapat membaca seluruh aktivitas atau karakteristik korbannya. Kita tarik ke film “No More Bets”, pelaku bersama komplotannya sudah meretas isi handphone Tianzhi, sehingga mereka tahu karakteristik, aktivitas, dan interest dari Tianzhi. Dari situ, mereka melakukan pendekatan-pendekatan yang paling cocok dengan karakter si korban.
Banyak orang yang tertipu skema ini melalui aplikasi kencan. Mereka jatuh cinta dan langsung percaya terhadap teman kencannya. Kalau korban sudah kepalang cinta, pelaku sedikit demi sedikit akan meminta sejumlah uang kepada korban. Setelah uangnya terkumpul menjadi bukit, biasanya pelaku langsung kabur, meninggalkan korbannya dalam perasaan bingung dan malu.
Jika pelaku memberi iming-iming transaksi yang memerlukan pemberian data sensitif seperti kode verifikasi, kredensial akun pribadi, KTP dsb, sebaiknya Anda patut curiga dari awal. Jangan sampai baru ‘ngeh’ waktu sudah kasih kode verifikasinya!!!
Nah, kalau tiba-tiba ada orang yang menawari investasi dan balik modal dalam jangka waktu beberapa hari, wajib dicurigai sebagai penipuan. Bagaimanapun juga, investasi tetap memerlukan waktu dan juga perhitungan. Kalau langsung jadi kaya sehari semalam, itu investasi atau pesugihan? It’s too good to be true, Dude.
Selain investasinya yang tak masuk akal, penipu biasanya akan memanipulasi sedemikian rupa supaya korban cepat-cepat investasi. Setelah berinvestasi, korban biasanya akan diberi update bahwa investasinya sudah melejit. Sekali dua kali, pelaku akan mengizinkan korban menarik uangnya. Kemudian pelaku akan memengaruhi supaya korban semakin tertarik berinvestasi lebih banyak.
Ada pelaku yang memberi izin penarikan investasi agar korban semakin percaya bahwa investasi itu aman. Pelaku biasanya akan merayu supaya korban berinvestasi lebih banyak, dan setelah korban memutuskan untuk investasi jauh lebih besar dari sebelumnya, pelaku akan menarik seluruh uang korban. Pelaku juga akan memberikan berbagai alasan agar korban tak bisa menarik uangnya lagi, setelah itu pelaku akan memutus kontak dengan korban
Jika berkiblat dalam film “No More Bets”, sebenarnya korban dalam film itu bukan hanya Tianzhi. Tapi juga Sheng Pang dan Anna Liang. Sheng adalah programmer yang gagal naik pangkat, lalu menerima tawaran kerja di sebuah game online sebagai programmer.
Sementara Anna adalah model yang reputasinya hancur. Ditekan oleh kebutuhan hidup, ia akhirnya menerima tawaran kerja dari teman dekatnya di sebuah game online. Apesnya, game online yang dimaksud adalah konsorsium penipuan yang terdiri dari judi online dan investasi bodong. Sheng dan Anna menjadi korban perdagangan manusia, dimana mereka dipaksa bekerja dengan menipu orang. Kalau mangkir dari tugas, mereka akan disiksa.
Apa yang dialami Sheng dan Anna nyata adanya. Feby (nama samaran) adalah perempuan asal Indonesia yang menjadi trafficking untuk investasi kripto. Feby dipekerjakan di Shwe Kokko, Myanmar. Mulanya ia ditawari kerja sebagai marketing di Thailand. Tetapi sampai di Thailand, tiba-tiba saja dia dibawa ke Myanmar.
Feby diberi tahu bahwa ia akan menerima Rp 18 juta per bulan sebagai gaji. Kalau mencapai target, ia bisa mengantongi Rp 20-25 juta sebulan. Sampai di tempat kerjanya, ia baru tahu bahwa ia bertugas menipu orang melalui investasi kripto.
Selain Feby, ada pula Win (nama samaran). Ia bekerja di sebuah salon di perbatasan Thailand dan Myanmar. Ia adalah warga Burma, Myanmar sekaligus korban human trafficking. Ia dan beberapa orang asal Indonesia, Vietnam, Malaysia, Thailand dipekerjakan sebagai penipu maupun pekerja seks di Shwe Kokko, Myanmar.
Win berhasil melarikan diri setelah tak sanggup mendengar berita ada perempuan yang dibunuh oleh orang-orang yang mempekerjakan mereka. Orang-orang ini berasal dari Cina. Mereka mendirikan industri penipuan ini di Myanmar.
Para pekerja ini dipaksa bekerja hingga 15 jam sehari. Gaji mereka juga sering dipotong, apalagi kalau tak mencapai target yang ditentukan. Sejak awal mereka menandatangani kontrak, isinya berbahasa Mandarin semua dan penerjemah sengaja tidak menerjemahkan seluruh isi kontrak. Sesampainya mereka di tempat tugas, seluruh kartu identitas mereka disita. Jika mereka ingin pergi, mereka harus membayar sekitar Rp 13-100 juta untuk kompensasi—itu pun mereka hanya boleh pergi sekitar 6-12 bulan saja. Win dan Feby harus hidup nestapa di bawah usaha penipuan kripto. Mereka dan teman-temannya sering mengalami kelaparan, pelecehan, sakit, dan juga kerja tanpa istirahat.
Dari kisah Feby dan Win, kita tahu bahwa korban pig butchering scams bukan hanya uang yang tertipu investasi, tapi mereka yang diiming-imingi kerja pula. Sayangnya, ‘stakeholder’—yang wajib disalahkan—dari emporium penipuan kripto ini masih berkeliaran di luar sana.