Upaya untuk membuat makin banyak orang melek tentang bahaya kekerasan seksual dan pencegahannya sering kali tersandung perkara bahasa. Istilah-istilah tentang KS kebanyakan lebih populer dalam bahasa Inggris, dan banyak yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Belajar tentang pencegahan KS seakan-akan merupakan urusan yang ndakik-ndakik dan fafifu, sehingga membuat banyak orang enggan untuk memahaminya.
Di bawah ini adalah upaya awal untuk menerjemahkan Rape Culture Pyramid, sebuah skema yang meringkas sikap sehari-hari yang kerap dianggap wajar namun bisa berujung ke kekerasan seksual, yang disadur dari 11 Principle Consent .
Penerjemahan ini memang belum sempurna, namun semoga upaya ini bisa membantu kita untuk mulai mencegah kekerasan seksual di segala kalangan.
Pembaca disarankan untuk menyebarkan piramida ini lewat kanal-kanal pribadi, menambahkan terjemahan yang perlu ditambahkan, atau membuat dan menyebarkan sendiri ilustrasi dan/atau komik tentang piramida ini yang lebih adil gender dan orientasi seksual supaya dapat mencapai lebih banyak orang.
SKETSA
Ia keluar dari dapur, berpapasan dengan Zaki yang sedang mematut diri di kaca besar di sebelah rak sepatu.
“Ngaca mulu lo kayak bencong!” sembur Pak Bambang. Sebenarnya ia ingin berucap selamat pagi, anakku, apa engkau tidak lelah bermain semalaman, apa engkau tidak lebih ingin berkumpul dengan ayah ibumu dibandingkan minum-minum dengan teman-temanmu yang tidak pernah mandi itu.
Zaki diam saja, dan segera berlalu ke dalam kamar, membanting pintunya.
Pak Bambang pelan-pelan mengendarai sepeda balap Pinarello-nya sampai depan pos kamling RT 11. Di sana sudah ada beberapa bapak-bapak yang ngumpul, ngobrol sambil pemanasan.
“...cewe-cewe pakai spandex, wuuhh bodinyaa…” terdengar suara Pak Ahmad bersemangat, tangannya menggambar lekuk tubuh perempuan di udara.
“Yang begituan banyak ngumpul di Senayan, Pak,” ujar Pak Mahmud. “Lebih seksi influenser baru nih. Anak baik-baik tapi bikin penasaran. Teteknya gede banget, bajunya kecil banget.” Pak Mahmud menunjukkan isi ponselnya kepada Pak Ahmad.
“Hadeeeh, bapak-bapak ini masih pagi udah ngomongin perempuaaan aja. Mana sini mana saya lihat, siapa tau enak buat dibongkar gudangnya.” Pak Bambang menyambar ponsel temannya.
Tiba-tiba wajahnya merah, badannya bergetar.
“Anjing lo semua!” katanya, “Ini anak perempuan gue!”
Tiba-tiba ia merasakan celananya sempit. Di video itu Salsabila begitu mesranya memeluk dan mencium-cium Reza. Buah dadanya menyembul di balik tanktop merah jambu yang ia kenakan.
Salsabila bukan perempuan baik-baik, pikir Zaki. Ia sudah tidur dengan paling tidak tiga laki-laki lain di tongkrongan itu. “Bila jago nyepong tapi memeknya bau ikan,” adalah testimoni yang berkembang di antara para mereka. Zaki jadi penasaran dan juga mau dapat giliran.
Zaki membuka celananya dan memotret otongnya yang tegak berdiri. Lalu ia kirim ke DM akun instagram Salsabila. “Punya gua juga gede. Mau nggak lo?”
Icha sudah pacaran tiga bulan dengan Adi, dan permintaan itu selalu datang tiap minggu. Awalnya permintaannya halus, semacam “Kamu sayang sama aku kan, kamu percaya aku nggak akan ninggalin kamu kan?” atau “Aku udah beli kondom loh. Kondom itu mahal loh. Aku udah ngeluarin duit banyak begini masa kamu nggak mau sih, Sayang?”
Belakangan, Icha akhirnya mau kelonan staycation bareng, diremes-remes tetenya dan diraba-raba vaginanya, karena Adi bilang dia sedang sangat stress dan “...butuh kehangatan banget, nget. Kamu ga mau aku cari kehangatan sama mba-mba open BO kan?”
Kali ketiga mereka staycation, Icha akhirnya bersedia memberikan handjob. Lagi-lagi karena “Kamu nggak tau rasanya depresi kayak aku, Cha. Udah hampir bunuh diri aku, Cha.”
Semalam, Icha akhirnya memberikan mulutnya untuk ngemutin titit Adi. Sambil nangis.
Pasalnya, Adi menunjukkan video dia sedang ngocokin titit Adi minggu lalu. Icha menangis, dia tidak tahu waktu itu dia sedang direkam, dan takut rekaman itu tersebar.
Dia memikirkan orangtuanya, dia memikirkan teman-temannya, guru-gurunya di sekolah. Ia juga memikirkan follower Instagramnya yang sedang bertambah, seiring orderan endorsan yang mulai laris. Kalau dia terkena skandal seperti ini, habislah hidupnya, habislah pendidikannya, habislah karir influensernya.
“Kita ngewe sekarang atau gua sebarin video ini!” kata Adi. Icha memohon-mohon tidak mau sambil menangis. Kemudian Adi bilang. “Yaudah lo nyepongin gua sekarang. Mumpung lo lagi nangis. Kayak di bokep-bokep.”
Dia masih menangis saat dipulangkan, pukul 9 malam sebelum lewat jam malamnya.
Saat ia sudah di kamarnya, Adi mengirimkan video Icha mengulum penis Adi, sampai sprema disemburkan ke mukanya yang sembab.
“Lo ngewe ama gua besok. Gua udah pesan hotel. Lo izin sama ortu lo, bilang lo pergi nugas kayak kemarin-kemarin. Kalo lo nolak, lo tau gua ga akan ragu nyebarin video ini.”
Bu Bambang memang suka nyinyir sejak dalam pikiran.
Untuk memberi makan kenyinyirannya, dia suka sekali bermain sosial media.
Saat ini, ia mengunyah pisang goreng hangat sambil menggulung WhatsApp story-nya.
“Idih tukang pamer,” komentarnya pada foto Bu Anjar yang memeluk anaknya yang baru saja wisuda.
“Dasar OKB. Palingan juga hasil korupsi,” komentarnya pada foto Bu Rahman yang sedang makan mewah bersama anaknya yang PNS di salah satu kementerian.
“Astaghfirullah al adzim!” tukasnya pada postingan Bu Anisa. Di situ, Bu Anisa mengunggah foto anak perempuannya. “Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji'un, telah wafat anak kami Amanda Rahmadina (2002-2022).”
Seperti membalas rasa penasarannya, tiba-tiba muncul notifikasi WA dari Bu Bowo.
“Jeng, anaknya Bu Anisa. Dibunuh dan diperkosa di kosannya di Jogja. Katanya pacarnya jadi tersangka,” kata pesan itu. Bu Bowo juga mengirimkan tautan berita online tentang pembunuhan tersebut: “Gadis Seksi Diperkosa Pakai Linggis, Dibunuh Pakai Palu.”
“Astaghfirullah sadis sekali,” balas Bu Bambang. “Inilah kenapa anak saya nggak saya kasih kuliah di luar kota, supaya ga terjebak pergaulan bebas.”
“Iya, Bu, katanya laki-laki ini kurang ajar sekali. Udah dikasih uang terus sama Amanda, dibolehin tinggal di kosan sama Amanda, gratis, nggak bayar. Eh, kelakuannya kayak gitu,” kata Bu Bowo.
“Ih, kok bego banget tu cewe mau-maunya sama laki-laki kayak gitu. Kayak nggak ada harga dirinya.”
“Ya gitu lah, Bu. Kayaknya emang dari keluarganya udah nggak bener.”
“Astaghfirullah, nggak boleh gitu, Bu. Lagi berduka keluarganya.”
“Astaghfirullah, iya juga, ya, Bu. Sampean mau ngelayat, nggak?”
“Boleh. Mau bareng? Saya pengen tahu juga kasusnya kayak gimana.”
“Ayok, Bu.”
Dengan gembira, Bu Bambang memberesi teh dan pisang gorengnya. Ia segera mandi dan merapikan diri, lalu keluar dengan semangat untuk bergosip.