Playlist Kenthu dan Hilangnya Batas yang Personal dan yang Publik

Perkara pribadi mendapat sorotan publik. Itulah yang dialami banyak orang di media sosial.

Uneg-uneg di media sosial bisa dirasakan oleh ribuan orang lain dan menjadi pemantik perubahan sosial yang positif. Kabar buruknya: keluhan yang sama bisa juga menjadi umpan bagi ribuan orang untuk bertengkar dengan Anda atau melacak nama dan alamat Anda agar Anda dipecat dari pekerjaan. Anonimitas yang dimiliki seseorang di internet tidak lagi valid ketika begitu banyak informasi pribadi yang telah dipublikasikan, tanpa perlu menyediakan informasi yang eksplisit seperti nama atau foto.

Trevor Rainbolt sempat bikin heboh linimasa beberapa waktu lalu karena ia bisa menebak lokasi suatu tempat berdasarkan informasi yang sangat minim. Ia melakukannya tidak dengan menghafal informasi mengenai lokasi lokasi, melainkan dengan mengidentifikasi perbedaan di lokasi-lokasi di bumi. Pendek kata, apapun bisa menjadi penanda bagi informasi pribadi kita.

Forum seperti Reddit pun tidak menjamin anonimitas absolut. Melalui beberapa unggahan di forum TIFU (Today I Fucked Up), redditor bernama TylerLife bercerita mengenai pacarnya yang ternyata, setelah dua tahun, mengatakan bahwa dia tidak suka dengan salah satu lagu yang masuk ke playlist seks mereka, yaitu “Cbat” karya Hudson Mohawke, seorang produser, komposer, dan DJ dari Glasgow, Skotlandia.

Ketika postingan ini viral di berbagai platform, bukan cuma pacar TylerLife yang menganggap “Cbat” terdengar seperti robot lumba-lumba kejepit pintu sehingga tidak cocok jadi musik pengiring dalam hubungan intim. Bahkan sang komposer menyatakan lagu tersebut tidak cocok untuk masuk ke playlist seks (setidaknya untuk dirinya sendiri).

Meme yang muncul dari unggahan tersebut pun bermunculan dan “Cbat” menjadi bagian dari sekian banyak konten viral di TikTok yang viral, misalnya, sebagai suara latar taksidermi kucing yang lebih terlihat seperti ikan asin. Tidak hanya itu, “Cbat” menjadi no. 1 di playlist Viral 50 – USA di Spotify dan juga no. 3 di Top 100 Electronic Songs di iTunes. Tentu tidak mengejutkan juga ketika pacar dan keluarga pacarnya TylerLife akhirnya tahu mengenai unggahan di Reddit tersebut. Hasilnya, semua tidak hanya canggung, tapi juga viral dan canggung.

Ekspresi Pribadi dan Anonimitas  

Kejadian ini membuat saya teringat video viral Briptu Norman pada tahun 2011 silam, yang me-lipsync musik “Chaiyya, Chaiyya” dalam seragam kepolisiannya ketika sedang bertugas. Video Polisi Gorontalo Menggila yang awalnya diunggah di Youtube cuma untuk lucu-lucuan itu  mengakibatkan Norman kehilangan pekerjaannya di kepolisian, tercebur ke dunia hiburan, keluar dari dunia hiburan, dan menjadi pengusaha bubur di Jakarta. Satu video guyonan yang sederhana tapi dampaknya luas. Kasus tersebut adalah satu dari sekian kasus viralitas yang bisa kita ingat dalam satu dekade belakangan ini, ketika media sosial mulai memainkan peran yang besar dalam setiap aspek hidup kita di Indonesia.

Lantas, apa urusannya dengan “Cbat” dan misuh-misuh seorang lelaki asing di Reddit? Apa yang terjadi pada TylerLife dan Briptu Norman adalah kasus ekspresi pribadi yang kemudian viral. Keduanya berhubungan dengan musik dan cara mereka menggunakan musik sebagai bentuk ekspresi diri. Karena itu semua dilakukan di media sosial, maka yang pribadi pun berubah menjadi publik.

Bagi beberapa orang, citra gagah polisi dianggap luntur akibat ­lipsyncing Briptu Norman di tempat kerja. Playlist berhubungan seks yang identik dengan lagu-lagu romantis atau menggebu-gebu akan dianggap aneh bila memuat lagu elektronik–karena dianggap tidak sejalan dengan ekspektasi kebanyakan orang.  

Perbedaan antara kedua kasus adalah taraf anonimitasnya. Briptu Norman menunjukkan mukanya di video. Penonton akan cenderung lebih ingat mukanya dibandingkan dengan lagu yang ia setel. Ini hal yang berbeda bagi TylerLife yang tidak sengaja mengumbar beberapa informasi pribadi mengenai dirinya, tapi tidak pernah memperlihatkan mukanya. Ketika orang orang mulai mengetahuinya, dampak di kehidupan pribadi TylerLife sudah ada. Orang pun sudah terlanjur hanyut  bersama lagu “Cbat” alih-alih terus meributkan identitas TylerLife.

Anonimitas memainkan peran besar dalam proteksi identitas pribadi ketika ada kasus viral. Anonimitas berada di pihak TylerLife, sementara “Cbat” menjadi hit di berbagai platform musik. Mencuatnya lagu yang sudah berumur 11 tahun ini membuat banyak orang terpapar karya-karya Hawke lainnya. Dalam kasus Briptu Norman, walaupun Chaiyya Chaiyya viral dan videonya sempat diimitasi banyak orang, perhatian publik sudah terlanjur mengarah ke Norman.  

Lagu sebagai Perwakilan Zaman dan Tantangan Sekuritas

Kita melekatkan lagu sebagai penanda zaman dan mengaitkannya dengan kejadian tertentu. Pada 2013, ketika mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher meninggal dunia, lagu “Ding-Dong! The Witch is Dead” naik ke no. 2 di UK Singles Chart, akibat sentimen negatif masyarakat terhadap 11 tahun masa pemerintahan politikus konservatif tersebut. Ketika Elizabeth II meninggal September lalu, video sekumpulan penari Irlandia menari diiringi lagu “Another One Bites the Dust” oleh band Queen di depan Buckingham Palace muncul kembali di media sosial. Viralnya lagu ini dianggap sebagai cara masyarakat mengungkapkan sentimen negatif terhadap Elizabeth sebagai simbol monarki dan imperialisme Inggris. 

Di Indonesia sendiri, lagu “Joko Tingkir Ngombe Dawet” karya Ronald Dwi Febrianzah menjadi viral setelah dinyanyikan oleh seorang bocah bernama Farel Prayoga di TV. Aksi ini diulangi di acara perayaan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Beberapa pejabat negara nampak berjoget di sekitar penyanyi muda itu, sementara Kapolri Listyo Sigit Prabowo terlihat resah akibat kasus kasus di kepolisian yang terjadi belakangan ini—kasus kasus yang jauh lebih serius ketimbang seorang brigadir polisi ber-lipsync saat sedang bertugas.

Lagu-lagu tersebut mewakili suatu kejadian atau sentimen di masyarakat–-dan kita bisa melacak alasannya. Ketika mencoba memahami mengapa “Cbat” bisa menjadi preferensi TylerLife, saya berusaha tidak menghakiminya. Sepanjang 24 detik pertama lagu tersebut terdengar seperti lagu biasa saja, dengan suara instrumental mulus yang tidak terlihat aneh jika masuk ke playlist seks. 

Buat saya, viralitas “Cbat” tidak mewakili sentimen tertentu dalam masyarakat seperti halnya viralitas Briptu Norman pada 2011. Tidak ada latar belakang politis yang spesifik. Anggap kita belum pernah mendengar berita ini tapi terpapar informasi bahwa seseorang menyetel lagu aneh ketika berhubungan seks dengan pacarnya dan dia menuliskannya di  forum anonim. Forum tersebut dan lagunya ternyata viral, sehingga identitas orang tersebut terkuak di kehidupan nyata sampai-sampai dia dan keluarga pacarnya bermasalah.  

Viralnya “Cbat” bukan hanya soal absurditas playlist kenthu seorang pria asing, tapi bagaimana tipisnya batasan ruang pribadi dan ruang publik pada 2020-an ini. Sulit membayangkan kejadian yang sama akan terjadi pada zaman ketika para orangtua mengingatkan kita untuk berhati-hati di internet. Tidak perlu intel atau peretas untuk membocorkan informasi pribadi; kita cukup melakukannya seorang diri (dengan bantuan engagement dari netizen yang ingin terhibur dan platform media sosial yang pendapatannya meningkat seiring engagement yang tinggi).

Perjalanan kita sudah sangat jauh sejak Briptu Norman viral pada 2011. Namun, kita semakin paham betapa mudahnya ekspresi pribadi di dalam ruang ruang aman (safe spaces) bisa berubah menjadi bahan olok-olok masyarakat luas, sumber konflik dan rasa canggung, hingga pundi-pundi baru bagi seorang produser, komposer, dan DJ dari Glasgow.