Sejarah ikan asin begitu panjang dan kaya akan nilai budaya di Indonesia. Dulu, ikan asin merupakan bagian dari sajian kerajaan Nusantara, namun sekarang citranya berbeda. Bagaimana perubahan ini terjadi? Mari kita telusuri sejarahnya.
Menurut catatan sejarah, ikan asin sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit dan dikenal sebagai makanan penting di istana. Teknik penggaraman membuat ikan menjadi lebih awet, sehingga bisa dijual dan dikonsumsi di berbagai wilayah. Di masa lalu, ikan asin bahkan diperdagangkan dengan barang-barang berharga seperti sutra dan lada.
Pada abad ke-15, Ma Huan mencatat bahwa menangkap ikan merupakan pekerjaan utama di beberapa wilayah Nusantara. Berkat teknologi penggaraman, ikan yang berlimpah bisa diolah menjadi ikan asin dan diperdagangkan lebih luas.
Seiring waktu, teknik pengawetan ikan berkembang. Ada tiga cara utama dalam pengolahan ikan asin: teknik penggaraman kering, basah, dan kombinasi. Setiap teknik ini memiliki cara pengolahan yang berbeda sesuai dengan jenis dan ukuran ikan yang digunakan.
Pada masa VOC, ikan asin menjadi salah satu komoditas penting di pelabuhan. Pedagang dari Jawa membawa ikan asin ke berbagai pulau untuk ditukar dengan barang lain. Sayangnya, sistem pachter yang diterapkan oleh pengusaha Cina di era kolonial menekan para nelayan lokal. Mereka dipaksa menyerahkan hasil tangkapan terbaiknya, membuat konsumsi ikan asin oleh masyarakat kelas bawah menurun.
Pada era kolonial, ikan asin masih populer, namun kehadiran impor ikan dari negara lain seperti Kamboja dan China mulai menurunkan jumlah produksi lokal. Konsumsi ikan asin tetap tinggi, mencapai 42.000 ton per tahun di Jawa dan Madura pada awal abad ke-20.
Namun, dengan adanya teknologi pendingin seperti es, popularitas ikan asin mulai tergeser oleh ikan segar. Masyarakat mulai mengonsumsi ikan segar yang lebih mudah diakses dan dinilai lebih bergizi. Pada tahun 1977-1997, hanya 23-47% ikan yang diolah menjadi ikan asin, sisanya dijual dalam bentuk segar.
Konsumsi ikan asin terus menurun hingga tahun 2015, terutama di Pulau Jawa. Untuk mengatasi penurunan ini, pemerintah meluncurkan program GEMARIKAN (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan), namun apakah itu cukup?
Ikan asin yang dulu menjadi sajian kerajaan kini dicap sebagai makanan 'murah'. Bahkan dengan segala sejarahnya, makanan ini kini lebih banyak dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah. Namun, dengan meningkatnya harga bahan pangan, apakah ikan asin akan kembali diminati?
Sejarah ikan asin di Indonesia adalah refleksi dari perubahan sosial dan ekonomi. Dari makanan kerajaan menjadi simbol makanan rakyat, ikan asin tetap memiliki peran penting dalam budaya kuliner Nusantara. Meskipun citranya telah berubah, penting bagi kita untuk menghargai nilai sejarah dan nutrisi yang dimilikinya.
Artikel ini menyajikan pandangan mendalam tentang bagaimana ikan asin berevolusi dari masa ke masa, tetap berperan dalam budaya makanan Indonesia. Terlepas dari citranya, ikan asin tetap menjadi bagian dari sejarah panjang kuliner Nusantara.