PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, sebuah pungutan atas barang dan jasa yang menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara. Pada tahun 2025, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Namun, wacana ini sempat memicu perdebatan panas, terutama karena dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya generasi muda yang berada dalam rentang kelas menengah.
Kenaikan PPN 12% berarti setiap transaksi yang sebelumnya dikenai pajak 11%, akan bertambah menjadi 12%. Contohnya, jika Anda mengeluarkan Rp10 juta untuk barang kena pajak, PPN yang dibayarkan naik dari Rp1,1 juta menjadi Rp1,2 juta. Perubahan ini secara langsung meningkatkan harga barang dan jasa di pasaran, yang dikenal sebagai efek kenaikan harga.
Kelas menengah di Indonesia adalah kelompok yang paling rentan terhadap kenaikan PPN 12 persen. Berdasarkan data dari BPS, kelompok ini mengalokasikan sekitar 50% konsumsi mereka pada barang dan jasa yang dikenai PPN. Akibatnya, kenaikan tarif ini akan langsung terasa pada pengeluaran harian mereka.
Tidak semua barang dikenai PPN. Contohnya, kebutuhan pokok seperti beras dan telur dikecualikan. Namun, barang tahan lama seperti kendaraan bermotor, elektronik, dan jasa hiburan termasuk dalam daftar barang yang terkena kenaikan PPN 12 persen. Ini menempatkan generasi muda, yang banyak menghabiskan pengeluaran pada barang-barang ini, dalam posisi yang sulit.
Berdasarkan penelitian CELIOS, rata-rata masyarakat Indonesia akan mengalami peningkatan pengeluaran tahunan hingga Rp104 ribu per orang akibat kenaikan tarif ini. Bagi kelas menengah, beban ini menjadi lebih berat karena mereka membayar pajak lebih tinggi dibanding kelompok lain, sementara penerimaan subsidi dari pemerintah jauh lebih rendah.
Kenaikan PPN secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi dan distribusi barang. Efek domino ini memicu kenaikan harga di hampir semua sektor, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga barang mewah. Dengan demikian, generasi muda yang dikenal sebagai konsumen aktif akan merasakan dampaknya secara langsung.
Dari segi persentase, kenaikan tarif PPN sebesar 1% mungkin terlihat kecil. Namun, jika dihitung berdasarkan pengeluaran bulanan rata-rata masyarakat perkotaan yang mencapai Rp10,4 juta, tambahan PPN sebesar Rp104 ribu bisa sangat membebani, terutama bagi mereka yang bergantung pada pengeluaran tetap.
Kenaikan PPN adalah kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, tanpa diimbangi dengan kebijakan yang melindungi daya beli masyarakat, terutama kelas menengah dan generasi muda, kebijakan ini bisa menjadi bumerang yang memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai instrumen pajak, PPN adalah sumber pendapatan negara yang krusial. Namun, kenaikan PPN 12 persen harus diiringi dengan evaluasi dampak terhadap berbagai kelompok ekonomi, terutama generasi muda yang menjadi motor penggerak perekonomian.
Menghadapi kenaikan PPN 12 persen, generasi muda perlu lebih cermat dalam mengatur pengeluaran, memprioritaskan kebutuhan utama, dan memanfaatkan barang non-PPN seperti bahan pokok. Dengan pemahaman yang baik, dampak negatif kebijakan ini dapat diminimalkan, meski tantangan ekonomi tetap ada.