Seragam, kostum, kain suci, jersey… bagaimanapun kita menyebutnya, itu adalah pakaian yang melekat di tubuh pemain sepak bola. Warna, corak, dan logo yang terkandung membentuk identitas bagi yang mengenakannya.
Jersey telah berkembang: pertama sebagai representasi identitas, kemudian sebagai alat untuk mencetak uang bagi klub. Semua berawal pada 1973, dimana Leeds United bekerja sama dengan Admiral untuk mendesain pakaian mereka agar bisa dimiliki massa. Ketika seragam putih yang terinspirasi dari Real Madrid itu terjual di segala sudut Britania, klub lain mulai melihat potensi.
Di tahun yang sama, klub Jerman Eintracht Braunschweig menandatangani kontrak dengan produsen Jägermeister untuk menampilkan logo minuman keras itu di jersey mereka. Mengutip perkataan eks Presiden Bayern Munich Uli Hoeness, momen tersebut menandai saat dimana sepak bola resmi menjadi medium iklan. Kalau saya melihatnya ya klub, produsen pakaian, dan merk telah menemukan mesin uang tak terbatas.
Maju cepat ke hari ini dan kita melihat industri sepak bola memutar uang hingga miliaran dollar dengan jersey menjadi salah satu penggerak utama. Klub besar dan tim nasional dibayar oleh produsen pakaian seperti Adidas dan Nike agar mereka bisa menjual pakaian produksi mereka beserta pernak-pernik.
Desain dibuat semarak seiring dengan peningkatan teknologi produksi, dengan variasi yang mempertahankan ciri khas klub sekaligus mengintegrasikan teknik pemasaran modern. Pada jersey klub terpampang merek yang mau mengeluarkan uang besar untuk meningkatkan rekognisi, meningkatkan nilai brand mereka sendiri, dan memenangkan konsumen baru.
Dan, mayoritas pendukung dengan senang hati membelinya setiap musim baru. Konsultan pemasaran olah raga Peter Rohlmann menunjuk bahwa jersey telah berkembang menjadi instrumen utama bagi fans untuk memperkenalkan diri sebagai pendukung suatu klub.
Sekarang, saya ingin melihat jersey 18 klub yang bertanding di BRI Liga 1 musim 2024-24. Saya, yang tidak memiliki afinitas terhadap salah satu klub Liga 1, ingin melihat jersey mana yang menarik perhatian. Kalau di tulisan Jurno sebelumnya menggunakan skala Bagus, B Aja, dan Yang Bener Aje, maka saya akan menggunakan skala lebih sederhana: Beli atau Nanti Dulu. Beli, bagi saya, berarti jersey ini keren dan bisa dikenakan sehari-hari. Sebaliknya, Nanti Dulu menandai pakaian ini mempunyai catatan yang bagi saya tak bisa dihiraukan.
Dari tiga pilihan yang ditawarkan, saya sebagai awam akan mengambil jersey ketiga. Kostum ketiga yang memiliki warna utama hitam dengan aksen merah itu terasa pas tanpa sponsor.
Katanya Manajer Official Store mereka, pemilihan warna tersebut terinspirasi dari jersey Arema ketika juara Copa Dji Sam Soe 2006. Memang, kembali ke kemenangan menjadi utama dari seragam tanding Singo Edan musim ini.
Namun, mohon maaf, saya tidak bisa melupakan tragedi Kanjuruhan. Keputusan akhir: nanti dulu.
Jersey Bali United gagal memikat saya. Walau punya filosofi bagus (Berjuang Bersama; terinspirasi oleh lima tokoh babad tanah Bali) dan didesain oleh seniman lokal, logo sponsor yang menutupi sekujur pakaian melenyapkan apa yang ingin ditonjolkan.
Saya paham logo perusahaan tidak bisa dilenyapkan hanya demi estetika. Juga saya memahami bahwa ekonomi sepak bola kita belum dewasa dan masih bergantung pada sponsor yang bisa meminta banyak hal. Namun, apa yang dilakukan Bali United tidak selaras dengan selera saya..
Keputusan akhir adalah nanti dulu. Walau begitu, saya bisa mempertimbangkan ulang jika ada versi tanpa sponsor, utamanya untuk jersey ketiga.
Filosofi yang dihadirkan Barito Putera dalam seragam tanding mereka patut disimak: tampilan motif peta Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang berpadu dengan gambaran aliran Sungai Barito yang menjadi penghubung kedua Provinsi tersebut. Setiap detail pada jersey ini disebut menggambarkan kekayaan alam dan budaya yang menjadi identitas Barito.
Selain logo besar Hasnur Group, ada elemen unik berupa logo wajah pasangan H. Abdussamad Sulaiman HB & Hj. Nurhayati selaku pendiri grup usaha yang menaungi Barito Putera. Well, satu lagi kesempatan untuk mengenakan pakaian yang memuat wajah seseorang selain saat kampanye atau konser.
Saya akan bilang beli semuanya, dengan prioritas pada seragam ketiga karena membawa tema retro 90an.
Dari satu klub Kalimantan ke klub Kalimantan lainnya. Pengerukan Pengelolaan sumber daya alam lagi - lagi sorotan dengan dua sponsor yang menempel di dada seragam Borneo FC.
Kembali ke tema dimana jersey kandang Borneo merupakan tribut satu dekade sejak mereka pertama kali promosi ke Liga 1, lalu tandang yang mengusung motif tradisional Dayak dan sarung Samarinda. Tidak ketinggalan, seragam ketiga yang terinspirasi dari jembatan Mahakam di malam hari.
Dari pilihan yang ada, saya memprioritaskan seragam tandang (saya suka pakaian berkerah) seraya memberi nilai bahwa semua pilihan layak dibeli.
Dewa United masih bersama dengan DRX (saya akan membicarakan lagi merek ini nanti) pada musim kedua mereka di Liga 1. Produk yang mereka keluarkan oke, tapi tidak meninggalkan kesan mendalam.
Pakaian kandang dapat dikatakan unggul dari tiga pilihan yang diberikan. Jika saya sebelumnya mengatakan saya suka pakaian berkerah, jersey tandang dari Anak Dewa tidak menimbulkan wow factor seperti Borneo. Keputusan akhir: nanti lagi.
Jersey kandang, tandang, ketiga, dan kiper: https://www.instagram.com/p/C-Z9HFuyhsE/ (3 minus kiper)
Daya tarik ketika membeli jersey suatu tim adalah prestasi terbaru yang diraih. Saya yang awalnya biasa saja melihat seragam tanding Madura menjadi terpukau setelah penampilan ciamik klub di AFC Challenge League musim ini. MU (Indonesia, bukan Inggris) yang berjaya di Mongolia yang dingin selagi mengenakan jersey loreng merah putih membuat pakaian ini layak dibeli.
Satu lagi: salah satu seragam kiper Laskar Sape Kerrab menggunakan warna dasar merah muda musim ini. Pilihan warna yang jarang, dan bisa jadi koleksi tersendiri. (+1 kiper)
Salah tiga dari klub yang bekerja sama dengan Specs musim ini, tim promosi Malut United punya jersey yang memenuhi standar. Sokongan dari perusahaan tambang sepertinya sudah cukup hingga membuat klub tidak aktif mempromosikan seragam tanding mereka. Jika manajemen menepati janji untuk menjual pakaian ini, silahkan dibeli.
Salah satu klub yang memproduksi sendiri (self-apparel) jersey mereka, apa yang diproduksi Persebaya terasa melayani sponsor. Walau begitu, mereka melakukannya dengan baik sehingga patut diapresiasi, ditambah lagi sorotan atas tema khusus untuk kostum ketiga Fighting Red. Saya sangat mempertimbangkan untuk membeli jika ada versi tanpa sponsor.
Sampai juga perhentian kita di kubu juara bertahan.
Sama seperti sebelumnya, saya tidak berselera melihat jersey domestik Persib yang penuh sponsor. Ini terlepas makna yang dikandung setiap pakaian: tribut atas gelar satu dekade yang lalu (kandang), dukungan dari segala penjuru Bandung (tandang), dan representasi semangat Bobotoh (ketiga).
Maung Bandung menjawab kegalauan itu ketika meluncurkan seragam untuk kompetisi internasional. Untuk seragam ini, keputusan akhir adalah beli. (+1 internasional)
Jersey kandang: https://persija.id/berita/detail/persija-dan-juaraga-luncurkan-jersey-liga-1-20242025-menyatu-dalam-semangat-dan-kebanggaan; https://www.bola.com/indonesia/read/5666834/foto-perkenalan-skuad-dan-jersey-baru-persija-jakarta-untuk-bri-liga-1-musim-depan?page=1 (1)
Saya bukan sengaja menulis klub rival Persib di nomor selanjutnya karena, jika pembaca menyadari, ulasan ini berdasarkan abjad klub. Kembali ke topik, saya suka dengan jersey kandang Persija pada musim 2024-25 ini.
Implementasi grafis kulit macan sukses membuat seragam kandang Macan Kemayoran semakin gahar. Aksen hitam dan emas juga berpadu pas dengan warna dasar merah yang digunakan. Lagi, versi tanpa sponsor yang wow yang wajib beli. Tapi tempelan sponsor membuat seragam ini meh, menempatkan seragam ini menjadi nanti dulu.
Persik Kediri boleh mengklaim diri sebagai klub Indonesia dengan jersey berwarna putih terbaik musim ini. Saya suka melihat pakaian tandang itu, melebihi seragam kandang yang disebut-sebut terinspirasi oleh kejayaan mereka di tahun 2007 dan memuat motif macan.
Detail jersey putih dari Persik sebenarnya tidak kalah: memadukan motif besek dengan gaya modern. Saya sekarang malah membayangkan kantong besek dijual di Daiso. Mohon maaf dihaturkan kepada seragam ketiga karena warna kuning yang diusungnya kalah dibandingkan Barito Putera.
Keputusan akhir: beli untuk seragam tandang.
Apa yang diluncurkan Persis sudah cukup, tapi bisa lebih baik lagi. Jika penempatan sponsor di dada bisa disebar ke lengan atau pundak, mungkin nilai jersey mereka akan lebih naik lagi di mata saya. Anehnya, saya sulit membayangkan seragam ini polos tanpa sponsor.
Oh ya, jersey kiper abu-abu (atau ungu muda? Tolong bantu saya yang sulit membedakan warna) dengan aksen pink menarik perhatian saya. Namun, apakah saya akan membeli itu atau jersey Persis lainnya? Nanti dulu untuk musim ini.
Ketika tulisan ini dibuat, saya bertanya kepada teman yang bekerja sebagai analis di salah satu klub Liga 1. Menurutnya, tiga jersey terbaik musim ini dibuat oleh Borneo, Persija, dan Persita. Jika diminta memilih tiga itu, saya akan condong ke Persita.
Seragam kandang? Paduan ungu dengan aksen tosca serta garis putih yang menyegarkan mata. Tandang? Warna krem dengan sekunder hitam sangat cocok.. Ketiga? Ini yang terbaik bagi saya: seragam berkerah biru tua dengan motif T membuat ini bisa jadi pakaian keluar rumah
Persita, jika kalian membaca tulisan ini, saya ingin meminta sesuatu. Adakah klub menjual jersey dengan versi hanya bersponsor Indomilk? Serius, saya suka kostum kalian, tapi bimbang ketika melihat tumpukan sponsor di bagian perut. Saya rela jadi BA susu jika versi Indomilk saja muncul.
Penilaian akhir: akan membeli kalau sponsornya Indomilk saja.
Jika seseorang mengetik di mesin pencari “jersey motif tradisional terbaru”, penemuan teratasnya seharusnya memberikan tampilan PSBS Biak 2024-25.
Motif Karerin pada kedua seragam mereka diatribusikan kepada ukiran relief yang dibuat tokoh budaya Sam Kapissa. Ukiran yang juga hadir di perahu yang mengarungi laut Pasifik itu ikut melambangkan jati diri orang Biak yang tangguh, kuat, dan memiliki semangat pantang menyerah.
Jersey tim promosi ini layak dibeli menurut saya.
Menilik materi awal yang didapat Mahesa Jenar, saya kesengsem dengan jersey biru mereka yang memadukan motif awan yang berpadu dengan Lawang Sewu. Seragam ketiganya juga masuk dalam pertimbangan.
Namun, rasa terpesona berhenti di situ ketika melihat jersey ini berpadu dengan sponsor. Jika sebelumnya saya suka melihat logo Indomie sebagai sponsor Persib untuk kompetisi internasional, maka hal itu berbanding terbalik ketika melihat logo mie sejuta umat tampil di jersey PSIS Semarang. Tambah lagi logo Web3 yang mejeng di perut. Saya bilang nanti dulu jika ditawari.
Lini jersey PSM Makassar patut menjadi tolak ukur standar Liga Indonesia. Warna monokrom dan desain yang simpel malah jadi kekuatan; terbayang bahwa pakaian ini dikenakan untuk nongkrong.
Hal unik lain yang menjadi sorotan adalah logo klub yang menggunakan kapal Pinisi serta satu sponsor saja (Honda) yang membuat seragam ini tidak seperti papan iklan berjalan. Saya menilai bahwa semua jersey PSM pada musim ini patut dibeli.
Waktu yang tepat untuk lagi membicarakan DRX. Merek pakaian ini mendominasi sebagai pemasok jersey klub-klub Liga 1 2024-25. Mereka total menyokong enam tim musim ini, termasuk PSS. Proses mereka menjadi partner klub asal Sleman ini lalu memiliki kontroversi tersendiri.
Alkisah, PSS melakukan lelang terbuka yang pada proses akhir memunculkan tiga nama: SMBD (yang pada musim lalu menjadi pemasok), Ortus, dan Mills. Ndilalah, pada menit terakhir diumumkan bahwa DRX yang akan menjadi partner. Sontak, banyak orang mempertanyakan keputusan ini.
Desain yang dibawa oleh DRX gagal meredam kontroversi hingga kini. Motif elang Jawa yang wagu diaplikasikan ke semua lini jersey dengan sekedar diganti warna. Saya akan menjawab nanti dulu ketika ditawari versi polosnya, apalagi ditambah dengan sponsor.
Desain simpel yang diterapkan Semen Padang untuk 2024-25 bisa dikatakan oke, tapi mereka tidak lebih baik dari PSM. Saya ilfeel ketika melihat tulisan SPFC ikut melingkar di leher ketika peletakan di lengan sudah cukup.
Jersey ini juga akan semakin kehilangan nyawa jika tersaji polos tanpa sponsor. Semen Padang sebagai self-sponsor ikut menyelamatkan rating. Dalam situasi ini, varian warna hitam menjadi yang terbaik karena sukses menyamarkan kekurangan dari desain. Pada akhirnya, saya akan bilang nanti dulu untuk seragam tanding wakil Sumatera musim ini.
Jadi, jersey mana yang terbaik menurut saya? Seragam ketiga Barito Putera jadi pemenangnya. Desain retro dengan warna merah yang dominan, lalu sponsor tunggal beserta elemen unik di atas logo klub membuat saya terpukau. Juga, peluang saya memicu tatapan penuh tanda tanya ketika mengenakan jersey ini di seluruh pelosok Indonesia mendekati nol dibandingkan eks Gubernur Jabar mengenakan jersey Persija. Hehe.
Tidak ada jersey yang buruk menurut saya karena lagi-lagi ini masalah selera. Setelah ini saya menunggu kawan-kawan pecinta sepak bola Indonesia bersuara atas jersey tim Liga 1 mana yang terbaik menurut mereka pada musim 2024-25.