Selama Tahun 2022, Ratusan Monyet Hasil Tangkapan Liar Diekspor Indonesia Ke As Untuk Laboratorium Uji Coba

Selama Tahun 2022, Ratusan Monyet Hasil Tangkapan Liar Diekspor Indonesia Ke As Untuk Laboratorium Uji Coba

Action for Primates, organisasi advokasi primata non-manusia yang berbasis di Inggris, mengecam ekspor ratusan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hasil tangkapan liar dari Indonesia ke AS untuk penelitian dan pengujian yang berlangsung selama tahun 2022. Ekspor tersebut terungkap setelah permintaan akses Kebebasan Informasi yang diajukan kepada otoritas AS, mengonfirmasi bahwa pada tahun 2022 AS mengimpor 990 monyet ekor panjang dari Indonesia, dimana 870 individu berasal dari tangkapan langsung di alam liar dan 120 individu lainnya disebutkan sebagai generasi pertama (berasal dari indukan yang ditangkap dari alam).

Pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia mengizinkan kembali praktik penangkapan dan ekspor monyet panjang hasil tangkapan liar.

Keputusan ini dikeluarkan di tengah muncul kekhawatiran global yang meluas pada ketidakmanusiawian yang ada pada penangkapan monyet liar dan meningkatnya kesadaran akan kerentanan status konservasi spesies ini.

Ratusan monyet liar ditangkap, direnggut dari habitat aslinya, keluarga dan kelompok sosialnya. Sejak dimulainya kembali perangkap liar ini, the International Union for the Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species menaikkan status konservasi monyet ekor panjang menjadi Terancam Punah (endangered) dengan tren penurunan populasi

[1]. Pada tahun 2022, Action for Primates merilis cuplikan video mengerikan tentang penangkapan monyet ekor panjang liar di Indonesia

[2]. Rekaman tersebut memberikan bukti kuat tindakan kejam para pemburu dan penderitaan yang dialami monyet, Termasuk metode penangkapan yang brutal dan kekerasan terhadap monyet, pemisahan paksa bayi yang masih menyusui dari ibu mereka, dan pemukulan serta pembunuhan individu yang tidak diinginkan

[3]. Perlakuan brutal dan tidak manusiawi seperti itu jelas merupakan pelanggaran terhadap pedoman kesejahteraan hewan internasional [4]. Sarah Kite, co-founder, Action for Primates, menyatakan:

“Action for Primates menyerukan kepada pemerintah AS untuk meninggalkan kekejaman ekstrim ini dengan melarang semua impor monyet dari Indonesia. Kami juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan penangkapan dan ekspor monyet liar untuk digunakan di laboratorium dan memberlakukan undang-undang yang memberikan perlindungan bagi populasi monyet ekor panjang asli Indonesia.”

Nedim C Buyukmihci, V.M.D., University of California, menyatakan:

“Menangkap primata non-manusia dari alam liar tidak diragukan lagi berhubungan dengan penderitaan yang substansial.

Penanganan dan perlakuan terhadap monyet itu brutal dan tidak manusiawi, dan jelas melanggar pedoman kesejahteraan hewan internasional.

Tidak ada yang namanya 'perangkap manusiawi (humane trapping)'; perangkap monyet liar harus diakhiri.”

Monyet ekor panjang adalah hewan asli Indonesia, bagian dari ekosistem yang kaya dan beragam.

Spesies ini berkontribusi terhadap keanekaragaman hayati yang unik di Indonesia.

Namun, spesies ini tidak dilindungi oleh undang-undang dan, selain penangkapan dan ekspor untuk penelitian global dan industri pengujian toksisitas, populasi liar monyet ekor panjang menghadapi banyak ancaman lain, termasuk perburuan untuk konsumsi manusia; ditangkap sebagai 'hewan peliharaan' atau untuk digunakan dalam kegiatan pariwisata dan 'hiburan', termasuk meningkatnya video penyiksaan bayi monyet yang direkam untuk disiarkan di media sosial; dan diburu dan dibunuh karena interaksi negatif dengan manusia.

Monyet ekor panjang adalah spesies primata non-manusia yang digunakan dalam uji toksisitas teregulasi, area dimana sebagian besar primata non-manusia digunakan.

Pengujian toksisitas (atau keracunan) dilakukan untuk menilai reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan (atau bahan kimia), dang seringkali melibatkan penderitaan dan kematian yang substansial.

Penutup Action for Primates berbasis di Inggris dan melakukan kampanye global atas nama primata non-manusia.

Action for Primates meningkatkan kesadaran tentang penderitaan dan ancaman terhadap primata non-manusia di seluruh dunia dan bekerja untuk mengakhiri eksploitasi mereka, baik di penangkaran atau di alam liar.

Situs Action for Primates: https://actionforprimates.org/ Untuk informasi lebih lanjut dan foto tambahan, silahkan hubungi: E-mail:[email protected]

Referensi/CATATAN:

1) https://www.iucnredlist.org/species/12551/221666136

2) Video:https://actionforprimates.org/public/videos/macaque_long_tailed_logo_versio n_indonesia_trapping_film_01.mp4 (versi pendek: https://vimeo.com/673107783) Gambar-gambar: https://actionforprimates.org/public/images/macaque_long_tailed_mother_and_bab y_indonesia_afp_copyright_01.jpg;https://actionforprimates.org/public/images/maca que_long_tailed_captured_in_crate_indonesia_copyright_afp_02.jpg; https://actionforprimates.org/public/images/macaque_long_tailed_female_indonesia _trapping_copyright_afp_01.png https://actionforprimates.org/public/images/macaque_long_tailed_captured_roughly _carried_indonesia_copyright_afp_02.jpg

3) Rincian penjebakan diungkapkan oleh Action for Primates: a) Setelah lokasi diidentifikasi, pemburu menggunakan jaring besar untuk mengelilingi suatu area, memotong dedaunan dan menjebak monyet di dalamnya. Hewan-hewan itu kemudian dipindahkan secara paksa dengan tangan oleh para pemburu, seringkali monyet diseret keluar dari ekornya, sesuatu yang dapat menyebabkan cedera tulang belakang yang serius. Monyet-monyet yang mencoba melarikan diri dan tertangkap di jaring itu diinjak oleh kaki seorang pemburu.

Tungkai depan mereka dipiting ke belakang punggung mereka sedemikian rupa sehingga menyebabkan cedera sendi dan kemungkinan dislokasi, leher mereka dicengkeram saat dilepas dari jaring.

Bayi dan ibu dipisahkan secara paksa, menyebabkan stress pada keduanya. Monyet jantan dewasa yang tidak diinginkan dibunuh. Dalam satu tindakan kebrutalan yang mengerikan, seorang monyet alfa (pemimpin kawanan) yang ditangkap dipukuli secara brutal dengan tongkat. Bingung dan terluka, dia diseret dari ekornya lalu ditekan dan ditikam berulang kali.

Tubuhnya kemudian dimasak dan dimakan oleh para pemburu. Pemburu bercanda dan tertawa saat menangani hewan yang stress. Setelah tertangkap, monyet-monyet itu dimasukkan sendiri-sendiri ke dalam karung kecil atau secara kasar dipaksa masuk ke dalam kerangkeng bambu.

4) Berikut ini adalah beberapa pedoman mengenai penangkapan dan penanganan primata non-manusia liar, yang ditetapkan oleh International Primatological Society (IPS) ('Pedoman Internasional untuk Akuisisi, Perawatan dan Pembiakan Primata Non-Manusia'), yang telah dilanggar selama penangkapan monyet ekor panjang liar di Indonesia: Metode Penangkapan: “Penangkapan primata dari alam liar merupakan tantangan dan berpotensi berbahaya bagi satwa tersebut.

Penanganan yang tidak berpengalaman dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan bagi hewan. Metode yang digunakan untuk menangkap dan menangani primata, yang sangat bervariasi antar spesies dan negara, harus selalu manusiawi dan menyebabkan stres seminimal mungkin.

Otoritas terkait harus memastikan bahwa siapa pun yang menjebak primata cukup terlatih dan kompeten dalam metode penangkapan yang manusiawi.

” “Metode penangkapan tidak boleh membuat hewan, atau anggota koloninya, rentan terhadap cedera atau kematian. “ “'

Setiap hewan yang terluka harus diberi pertolongan pertama dan, jika terluka parah atau sakit, harus ditidurkan (euthanized) secara manusiawi. Untuk sebagian besar primata, metode yang paling tepat akan memerlukan sedasi diikuti dengan suntikan anestesi yang mematikan.

Dalam kondisi lapangan darurat tertentu di mana hal ini tidak memungkinkan, metode euthanasia yang paling cepat dan paling manusiawi mungkin adalah tembakan ke otak, dengan atau tanpa penenang sebelumnya.

Ini hanya boleh dilakukan oleh seseorang yang terlatih dalam keamanan senjata api dan akrab dengan anatomi primata untuk memastikan penempatan proyektil yang benar.”