Roda-roda Kuasa Pemicu Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga tidak semerta-merta terjadi. Ada berbagai pola perilaku yang dilakukan dan menjadi kebiasaan, untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di dalam rumah.

Kompleksitas yang meliputi KDRT tidak dapat dijabarkan dalam diagram sederhana. Namun,  infografis ini mungkin bisa membantu kita bisa memahami taktik yang digunakan pelaku KDRT agar pasangannya bertahan dalam hubungan yang tidak sehat. 

Semoga kita juga bisa memahami mengapa banyak korban KDRT enggan melapor, meminta bantuan, atau bahkan menolak mendapatkan bantuan. Banyak korban dibuat merasa bahwa mereka bersalah atau pantas mendapatkan perlakuan kasar, dan tidak bisa membayangkan dunia di luar rumah tangga sehingga takut keluar dari kungkungan pasangan yang kasar.

Baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi pelaku dan korban KDRT.

Jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami KDRT, hubungi kontak-kontak berikut ini untuk mendapatkan bantuan:

Komnas Perempuan – 021 390 3922 Email: [email protected] 

LBH Apik WhatsApp – 0813 8882 2669 (pukul 09:00-21:00 WIB) 

P2TP2A DKI Jakarta Hotline – 112 

Pelayanan Sosial Anak (TePSA) – 1 500 771

 

Menggunakan Anak

  • Menggunakan anak dalam argumen untuk membuat pasangan merasa bersalah
  • Menyuruh anak menyampaikan pesan kepada pasangan untuk membuatnya merasa bersalah
  • Mengancam memisahkan anak dari pasangan

“Kalau kamu ga terima saya poligami, ayo kita bicarakan baik-baik. Tapi kamu keburu marah-marah begini minta cerai, nggak kasian sama anak-anak?”

 

“Dek, coba Ayah tanya. Adek mau nggak kalo Ibu kerja di luar? Nggak bisa ketemu Adek sepanjang hari? Bisanya ketemu kalau malam aja? Adek mau jadi jarang ketemu Ibu gitu?”

Using Male Privilege

  • Memperlakukan pasangan seperti pembantu
  • Membuat semua keputusan besar sendiri tanpa mendengarkan masukan pasangan
  • Bertindak seperti “Tuan Rumah”, pasangan hanya numpang
  • Menentukan peran laki-laki dan perempuan di rumah tangga

“Gimana mau betah di rumah kalau masakan kamu nggak enak kayak gini, bersih-bersih nggak mau, dandan juga nggak bisa. Waktu ibuku nginep sini kemarin kamu juga gak cuciin bajunya. Malu-maluin.”

Kekerasan ekonomi

  • Melarang pasangan punya pekerjaan 
  • Membuat pasangan harus minta uang padanya
  • Menjadi satu-satunya sumber pemasukan pasangan dan memberinya jatah uang terbatas
  • Menyerobot harta pasangan
  • Merahasiakan sumber penghasilan rumah tangga dari pasangan

“Nggak usah aneh-aneh mau cari kerja segala. Kamu mau aku jadi bahan obrolan tetangga, jadi suami kok nggak bisa menuhin kebutuhan? Lagian sebulan udah dijatah segitu masa masih kurang. Boros banget jadi istri.”

Menggunakan pemaksaan atau ancaman

  • Mengancam akan menyakiti pasangan
  • Mengancam akan meninggalkan pasangan
  • Mengancam bunuh diri
  • Memaksa/memanipulasi pasangan untuk membatalkan laporan ke pihak berwajib
  • Memaksa/memanipulasi pasangan untuk melanggar hukum

“Cuma kena tampar sedikit gitu kamu sampai lapor Polisi? Itu juga nggak sengaja! Istri macam apa kamu ini, aib rumah tangga itu dijaga, bukan diumbar! Kamu cabut laporannya atau aku minum racun di depan kamu sekarang! Mending mati daripada malu!”

Mengintimidasi

  • Membuat pasangan takut dengan gestur wajah, tatapan mata, tindakan-tindakan
  • Membanting barang-barang
  • Menghancurkan barang-barang pribadi pasangan
  • Menyakiti atau membunuh binatang kesayangan pasangan
  • Mengancam dengan menggunakan senjata

“Nggak usah nangis, itu baru kucingmu yang aku lempar ke tembok. Kalau kamu masih nggak nurut nanti kepala kamu yang aku lempar ke tembok.”

 

“Aku buang skincare kamu ke toilet ini biar jadi pelajaran ya, jangan lagi-lagi ngebantah kayak gitu. Lagian ngapain buang-buang uang beli skincare kayak berhasil jadi cantik aja.”

Kekerasan emosional

  • Meremehkan dan menjelek-jelekkan pasangan
  • Membuat pasangan merasa buruk
  • Memanggil pasangan dengan nama panggilan buruk
  • Membuat pasangan percaya dia sakit jiwa
  • Mempermalukan pasangan
  • Membuatnya merasa bersalah

“Hehehe, ya biasa, Pak, ini istri saya memang cuma lulusan SMA, makanya bodo. Nggak kayak istri sampean, udah cantik, pinter dandan, lulusan kebidanan lagi. Ya to, Bu? Ibu nggak iri itu sama istrinya Pak Marzuki? Paling nggak kalo keluar ketemu temen-temen gini dandan dikit gitu lho, Bu, hehehe…”

Mengurung

  • Membatasi kegiatan, bacaan/tontonan, teman-teman, dan tempat kemana pasangan pergi untuk bersenang-senang
  • Membatasi keterlibatan pasangan dengan masyarakat di luar rumah
  • Menggunakan kecemburuan sebagai alasan

“Kamu tu tau diri dong, udah nikah masih suka keluar main sama temen-temenmu. Kamu ke mal ramean tapi ada cowoknya kan di rombongan itu? Si Haikal itu belum nikah kan? Kalo dia deketin kamu gimana? Aku cemburu gini tuh tanda cinta, tau ga sih.”

Meremehkan, menyangkal, dan menyalahkan

  • Meremehkan kekerasan yang telah dilakukan dan tidak menganggap serius keluhan-keluhan pasangan
  • Menyangkal kekerasan tersebut pernah terjadi
  • Menyalahkan pasangan atas kekerasan yang terjadi

“Kamu aku pukulin gini tuh salah kamu sendiri ya, udah dibilangin berkali-kali nggak nurut. Emangnya aku pengen mukulin kamu? Enggak! Kamu sendiri yang minta!”