Saya Berani Sumpah Pocong, Saya Tak Bersalah!

Subtitle: Memangnya sumpah pocong valid di pengadilan?

"Saya berani sumpah pocong. Sumpah mubahalah pun saya siap, lebih tinggi dari sumpah pocong," ucap Syafri Harto, dosen Universitas Riau yang menjadi terduga pelaku kekerasan seksual terhadap mahasiswinya. Syafri Harto belum sampai ke tahap sumpah pocong karena ia bebas dari tuduhan itu. Hampir setahun kemudian, seorang laki-laki asal Pekanbaru, Rian Antoni melakukan pelecehan seksual. Ia juga mengambil jalan “bersumpah pocong” demi membuktikan dia bukan pelakunya. Sebagai orang yang awam dengan hukum, saya menjadi penasaran, apakah sumpah pocong adalah suatu hal yang absah di pengadilan?

Asal Muasal Sumpah Pocong dan Eksistensinya di Pengadilan Indonesia
Berpetualang mencari sejarah konkret dari sumpah pocong rupanya tak semudah yang saya kira. Tapi paling tidak, saya menemukan sumber yang mengatakan, konon katanya, sumpah pocong berawal dari Jawa, khususnya di Jawa Timur.

Menyenggol sejenak artikel yang sempat saya buat, dalam kepercayaan orang muslim di Indonesia, orang yang sudah meninggal dapat bangkit kembali dalam wujud pocong. Hal ini memberikan ketakutan mendalam yang berkaitan dengan kematian dan pocong. Makanya, dalam sumpah pocong, jika seseorang mengkhianati sumpahnya, ajal akan segera menjemputnya. Maka dari itu, sumpah pocong muncul bukan semata-mata dari agama Islam, melainkan dari adat istiadat masyarakat. 

Sumpah ini muncul ketika ada orang yang berselisih biasanya soal harta warisan, utang piutang, maupun fitnah, namun tak menemukan jalan keluar untuk pengambilan keputusan. Lantas jika sumpah pocong jadi opsi penyelesaian masalah, ketua adat atau pemuka agama yang akan memimpin prosesi sumpah ini. Jika yang bersangkutan tak mendapat laknat dari Tuhan dalam waktu yang ditentukan, berarti yang bersumpah dianggap jujur dan lolos dari azab.

Uniknya, sumpah pocong sampai saat ini masih menjadi opsi untuk pengambilan keputusan di pengadilan. Sumpah pocong ini disebut dengan sump    ah mimbar dalam kasus pengadilan. Dalam hukum perdata, sumpah ini berfungsi sebagai alat bukti tambahan untuk memperkuat alat bukti yang ada. Namun jika tidak ada alat bukti, sumpah pocong dapat menjadi sumpah pemutus yang menjadi satu-satunya bukti yang menentukan dalam pertimbangan hakim ketika memutuskan perkara.


Sumpah Magis Semacam Itu Ada di Negara Lain
Saya pun dibuat penasaran, apakah sumpah semacam sumpah pocong hanya ada di Indonesia? Atau adakah negara lain yang masih menerima sumpah mistik semacam itu di kancah pengadilannya? Ternyata ada di Afrika, namanya Zangbeto. Sebuah sumpah tradisional yang diyakini hukumannya bakal instan.

Di Afrika, ketika masyarakat sudah gemas dengan polisi yang tak kunjung merampungkan kasusnya, mereka akan beralih pada Zangbeto, sebuah voodoo penjaga keamanan tradisional yang melakukan penjagaan setiap malam. Zangbeto sendiri berwujud boneka jerami yang bisa berjalan kemana-mana. Orang yang di dalam Zangbeto dipercayai sudah dirasuki roh untuk menjaga masyarakat Afrika.

Namun, di zaman modern ini pula, banyak warga Afrika yang lebih percaya terhadap Zangbeto daripada kepolisian. Misalnya, jika ada perselisihan antar warga terkait pencurian, yang berkonflik akan melapor ke Zangbeto dan sosok di dalam Zangbeto nanti dapat memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar. 

Selain itu, tersangka akan diminta bersumpah atas nama dewa-dewa, termasuk atas nama Zangbeto juga. Hal ini bahkan juga dilakukan untuk mengadili para koruptor. Para koruptor ini juga lebih takut terhadap Zangbeto daripada polisi. Sebab, karma dari Zangbeto akan datang dengan instan. Kalau saja yang bersumpah itu berbohong, ia akan langsung disambar gledek.


Apa Kata Ahli
Saya pun menanyakan soal sumpah pocong kepada seorang pengacara muda, Justitia Avila Veda namanya. Menurut Veda, Sumpah pocong itu cenderung dekat dengan hukum adat, sehingga tidak termaktubkan dalam hukum acara perdata. Sumpah pocong masih digunakan karena memiliki nilai sosial yang sangat kuat. Hal ini pula yang membuat masyarakat mempercayai hal tersebut dan merasakan adanya hasil dari sumpah pocong.

Mengingat sumpah pocong adalah bagian dari hukum adat, ia tidak perlu dilarang. Karena ketika membicarakan sesuatu yang bersifat adat, ini bukan lagi soal rasional atau tidak. Toh sumpah pocong punya sifat sosial dan adat yang cukup mendarah daging dalam masyarakat. 

“Mereka percaya dengan hal itu, itu membuat mereka merasa ada kesepahaman, ‘oh, pihak lawan berani melakukan sumpah itu tidak main-main’ ini menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia beragam. Ada dimensi adat, ada dimensi nasional, ada dimensi struktural normatif,” kata Veda.

Ternyata, adanya sumpah pocong menunjukkan wujud pengakuan terhadap eksistensi nilai-nilai adat yang ada di masyarakat. Lalu, bagaimana keabsahan dari sumpah pocong? Hal ini kembali lagi pada penilaian hakim. Seperti yang saya sebut sebelumnya, sumpah pocong bisa jadikan pemutus perkara, tapi tergantung hakimnya. Keabsahannya kembali lagi pada penilaian hakim terhadap sebuah perkara ini. Bagaimanapun juga, ketika hakim juga yakin terhadap yang bersumpah, maka hal itu juga dianggap sah sebagai penyelesaian perkara.