Sejarah Gelap Pil KB

Subtitel: Tak hanya mencegah kehamilan, tapi juga bisa berujung kematian

Alat kontrasepsi kini beragam bentuknya. Ada KB suntik, IUD, diafragma dan pil. Namun dahulu, jenis alat kontrasepsi tak beraneka rupa seperti sekarang. Menengok pada era Mediterania Kuno, Romawi Kuno, dan Yunani Kuno misalnya, hanya ada satu jenis alat kontrasepsi saat itu, yakni tanaman silphium.

Silphium, Awal Mula dari Pil KB
Temuan yang tercatat sejarah berawal dari abad ke-2 M, seorang ginekolog, Soranus dari Efesus, Yunani, menganjurkan perempuan-perempuan di masa itu untuk mengkonsumsi jus paling tidak sebulan sekali dari tanaman silphium yang biji polongnya menyerupai hati. Awal mula bagaimana Silphium Jus ini dikenal manjur bukan cuma mencegah pembuahan, tapi juga bisa menggugurkan janin yang sudah ada. Sumber menyebutkan bahwa berkat silphium, tingkat kelahiran di Roma menjadi rendah. Kebanyakan perempuan di zaman itu menikah pada usia 12 tahun dan hamil di usia 15 tahun. Namun akibat fisik yang belum siap akan pembuahan, banyak terjadi kegagalan kehamilan hingga perempuan-perempuan Roma memilih menunda kelahiran dengan silphium. 

Di era Romawi, orang-orang juga menggunakan silphium untuk obat batuk, sakit tenggorokan, kutil, epilepsi. Pliny the Elder, penulis Romawi, mencatat bahwa silphium dapat digunakan untuk mengobati gigitan anjing dan ular. Caranya dengan mengoleskan luka bekas gigitan dengan silphium.

Meski begitu masyhur di Romawi, tanaman ini tidak tumbuh di situ. Justru ia hanya tumbuh di Kirene, Afrika Utara, yang juga tanah koloni Yunani. Silphium juga disetarakan dengan emas sehingga digunakan sebagai alat pembayaran. Kemasyuran dari silphium membuat masyarakat Kirene mengabadikannya menjadi simbol mata uang. 

Popularitas silphium mengalami bencana ketika Kirene berada di bawah kekuasaan Romawi pada 69 M. Silphium di Kirene ditanam secara keroyokan sehingga mereka tumbuh berdempet-dempetan dan justru banyak yang mati. Kalaupun ada yang bisa diambil, hasilnya pun diangkut seluruhnya ke Romawi. Julius Cesar bahkan menyimpan 1500 pon silphium di kas Romawi. Jangan lupa, perang-perang yang dilakoni Romawi, terutama perang yang dipimpin oleh Pompey the Great, dibiayai dengan uang hasil ekspor silphium. Tanaman yang dianggap ajaib itu akhirnya punah permanen.

Kemunculan Pil KB di Abad ke-19
Ilmuwan modern memang tak bisa lagi meneliti silphium yang sudah punah, tapi sumber-sumber kuno beserta tanaman yang masih berkerabat dengan silphium—seperti Queen Anne’s Lace dan Devil’s Dung—dijadikan bahan penelitian. Buntutnya, pada 1950, ilmuwan di Amerika Serikat (AS), Gregory Pincus dan John Rock berhasil menemukan pil KB pertama yang kemudian diujicobakan terhadap perempuan di Puerto Rico. Alasan pemilihan perempuan Puerto Rico karena perempuan di sana tergolong miskin dan tidak berpendidikan, sehingga tidak lebih banyak protes daripada perempuan berpendidikan. Cara kerjanya, pemerintah mengirimkan ilmuwan-ilmuwan untuk mensosialisasikan pil KB ini. 

 Queen Anne’s Lace
 Devil’s Dung

Perempuan Puerto Rico diberikan dosis tinggi, yakni Envoid-10 mg. Hasilnya pun menyenangkan pemerintah, pada 1954, sterilisasi meningkat tiga kali lipat. Ilmuwan yang melakukan sterilisasi ini, Gregory Pincus, juga meyakini kalau saja dia bisa membuktikan bahwa perempuan-perempuan miskin dan tak berpendidikan di Puerto Riko saja bisa pakai pil KB, berarti perempuan-perempuan di seluruh dunia juga bisa. Pada saat itu, perempuan yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih melek terhadap efek yang mungkin terjadi, sehingga mereka memilih menghindari pengobatan baru.

Nyaris 20 tahun kemudian, uji coba ini baru terungkap. Perempuan Puerto Rico tahu kalau Envoid dapat mencegah kehamilan, tapi mereka tak tahu kalau obat itu masih dalam uji coba. Selama uji coba, perempuan Puerto Rico mengalami efek samping mual, pusing, sakit kepala, sakit perut dan muntah secara berlebihan. Sementara tiga orang meninggal dunia, namun tak pernah ada pengusutan atas kematian mereka—bahkan setelah terbukti Envoid mengandung efek samping yang terlalu ekstrim. 

Terkuaknya uji coba sembarangan itu membuat para perempuan AS melayangkan protes akan KB pada 1970. Perempuan mulai menuntut adanya hak reproduksi serta meminta pemerintah untuk tidak secara diam-diam memasukkan KB ke dalam tubuh mereka. Protes dari mereka setidaknya dipertimbangkan, pemerintah AS mengkaji ulang dampak dari pil KB hingga akhirnya dilakukan pembuatan pil-pil baru seperti anvolar dan gynovlar hingga kadar dosisnya menjadi 0.33 mg. Dosis itu mampu mengurangi efek samping seperti sakit kepala atau mual secara berlebihan. Malahan, pil KB yang baru diproduksi dapat mengurangi kram dan jerawat. Namun potensi efek samping yang paling krusial tak dapat dihindarkan, yakni penggumpalan darah. Efek ini menjadi sangat serius karena bisa menyumbat organ dan juga aliran darah ke jantung.

Bising-bising soal pil KB ini membuat para ilmuwan mulai melirik kontrasepsi untuk laki-laki. Penyelesaian pil KB ini membutuhkan waktu cukup lama karena pola pikir bahwa perempuan adalah yang bertugas mencegah kehamilan. Sembari proses pembuatan pil KB untuk laki-laki, alat kontrasepsi yang masih eksis dipakai laki-laki wujudnya masih alat kontrasepsi non-hormonal, seperti kondom atau yang paling ampuh adalah vasektomi. Sayangnya, banyak laki-laki enggan menggunakan kondom untuk alasan remeh: tidak menikmati seks. Sementara, perempuan yang harus menanggung resiko dari penggunaan pil KB.

Makanya, sekarang opini soal penggunaan pil KB untuk laki-laki mulai muncul. Para ilmuwan juga mulai menciptakan pil pengendali kelahiran ini untuk laki-laki. Pil-pil yang digunakan untuk laki-laki dinilai lebih aman, pil diminum ketika laki-laki hendak melakukan hubungan seksual saja. Namun sayangnya, penelitian menyebutkan ada beberapa laki-laki yang belum bisa menerima efek sampingnya seperti penambahan berat badan, kerontokan rambut, atau perubahan mood. Penghambat lainnya, banyak pihak farmasi yang enggan memproduksi pil KB untuk laki-laki karena khawatir tidak akan mendatangkan keuntungan. 

Padahal, pil KB untuk laki-laki tidak memiliki dampak ekstrem seperti penggumpalan darah, jadi jauh lebih aman daripada pil KB perempuan. Lantas, apa salahnya sekarang untuk menormalisasi laki-laki menggunakan pil KB?