Sigit Pramudita, nama yang mungkin tak asing di kalangan musikus indie Bandung, dikenal dengan perjalanan musiknya yang penuh lika-liku. Pada tahun 2005, pertemuan pertama saya dengan Sigit terjadi di depan Gedung Graha Sanusi, Universitas Padjadjaran. Dari obrolan tentang kesulitan bermusik hingga tantangan hidup di industri musik, Sigit Pramudita membeberkan perjalanan hidupnya yang inspiratif dan penuh perjuangan.
Pertemuan pertama dengan Sigit Pramudita tidak terjadi secara kebetulan. Setelah mendengar demo lagu Tigapagi, saya meminta untuk bertemu langsung dengan sosok yang menciptakan musik ini. Ternyata, saat itu menjadi titik awal dari perjalanan karier musik Sigit Pramudita. Mulai dari berbicara tentang sulitnya mendapatkan alat musik hingga menghadapi standar produksi yang rendah, Sigit Pramudita menceritakan perjuangannya dalam dunia musik indie.
Antara tahun 2005 dan 2015, Sigit Pramudita dan bandnya, Tigapagi, dicap sebagai musikus indie yang keluar dari jalur idealisme. Mereka dianggap tidak mengikuti jejak musikus folk terdahulu seperti Mukti-Mukti atau Iwan Abdurrahman. Namun, justru dari sinilah Sigit Pramudita mulai menemukan jalannya sendiri.
Pada Agustus 2024, Sigit Pramudita dan saya bertemu kembali. Yang mengejutkan, Sigit Pramudita tidak hanya fokus pada musik, tetapi juga bertani. Mengapa musikus indie seperti Sigit Pramudita memilih bertani di tengah gemerlapnya dunia musik? Jawabannya sederhana: "Bertani memberikan kepuasan nyata."
Dalam wawancara ini, Sigit Pramudita berbagi bagaimana ia menjaga keseimbangan antara passion bermusiknya dan kehidupan barunya sebagai petani di Lembang. Dari menanam lemon hingga menggunakan platform digital seperti Tokopedia untuk menjual hasil pertaniannya, Sigit Pramudita terus berinovasi.
Menurut Sigit Pramudita, bertani memberikan rasa kepuasan yang tidak ia temukan di industri musik. Ia memilih untuk menanam tanaman yang sesuai dengan kelas sosial konsumen, seperti lemon dan jeruk, karena lebih aman dari kerugian besar. Meskipun ia memasuki pasar modern, Sigit Pramudita tetap berpegang pada pasar tradisional sebagai fondasi utama usahanya.
Selain bertani, Sigit Pramudita juga berbicara tentang bagaimana musisi sepertinya bertahan di tengah mitos-mitos industri musik. "Banyak musisi kelas pekerja harus bekerja di luar musik untuk bisa bertahan hidup," katanya. Sigit Pramudita menegaskan bahwa kehidupan musisi di Indonesia sering kali tidak semewah yang dibayangkan, apalagi jika mereka berasal dari kelas pekerja.
Perjalanan Sigit Pramudita dari musikus indie hingga petani adalah cerita inspiratif bagi generasi muda. Dengan keseimbangan antara idealisme dan realitas, ia terus membuktikan bahwa seorang musisi tidak harus terbatas hanya pada satu jalan. Sigit Pramudita kini menginspirasi generasi muda yang ingin mengejar passion mereka sambil tetap mempertahankan pijakan di dunia nyata.